16. Pujian dan Air Mata

44 27 33
                                    

"Setelah sekian lama anak laki-laki itu yang merindukan kejadian lampau kini kembali nyata di tengah pikiran mustahilnya."

.

.

.

.

Kalau ada typo tandain yo

Happy Reading 🙌

Ai melihat mereka lalu bersiap memuji panjang lebar. "Bener loh, Tante semua. Devan jago basket baru satu, belum lagi ya Tan, Devan jago bikin kata-kata, jago puisi, jago nyanyi, jago ngaji lagi suaranya adem bener Tan," puji Ai penuh antusias.

"Gak percaya tanya ajak Aksa. Aksa aja belajar main gitar sama Devan. Iya kan Sa?" tanya Ai pada adiknya.

Aksa mengangguk. "Bener Tan, Kak Devan best deh kalau masalah musik juga ngajarin Aksa sampai pintar," puji Aksa juga antusias membuat Devan hanya diam malu-malu.

"Wahhhh anak Bunda juga ternyata hebat banget loh," tutur ibu-ibu itu pada Bunda Devan.

Bunda Devan hanya menyengir kuda dipuji seperti itu lalu menatap anaknya dengan tatapan yanng sulit diartikan.

"Eh tadi kata Ai, Devan ini jago ngaji ya. Coba dong tadarrus kita-kita mau dengerin loh Nak."

Devan yang menatap Bundanya untuk meminta persetujuan. Bundnaya hanya mengangguk. Devan pun memperbaiki duduknya menghembuskan nafasnya pelan.

Devan memulai. Surah yang lantunkan surah Ar-Rahman tanpa melihat teks karena memang dia sudah hafal surah itu.

Bismillahirrahmanirrahim~

Ar-rahmaan~

'Allamal-qur'aan~

Khalaqal-insaan~

Allamahul-bayaan~

.....

Suara yang begitu merdu terlantunkan memasuki telinga mereka. Sontak di sekitar mereka yang ribut langsung hening menikmati suara indah itu. Mereka smeua termenung, takjub dengan Devan bahkan ada yang menitikkan air mata. Ai jangan tanya lagi ia terpaku dengan seorang Devan untuk sekian kalinya tanpa adanya rasa bosan.

Bahkan Bunda Devan ikutan tenang mendengar suara anaknya mengaji untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Semenjak ia membenci putranya itu ia jauh-jauh dengan Devan hingga tanpa sadar air matanya terjatuh. Ya Allah apakah dosa saya bisa diampuni sebagai orang tua  yang selalu menyiksa putranya, batin Bunda Devan.

Hingga Devan mengakhiri tadarrusnya tentu saja semua orang langsung bertepuk tangan riah.

Prok!

Prok!

Prok!

Ai dan Mamanya jangan tanyakan lagi kini mereka sama-sama merangkul, air mata mereka berdua mengalir deras.

"Astaga suaranya Nak Devan benar-benar merdu ... MasyaAllah," puji Mama Ai sambil terisak.

"Bener banget Ma, gak salah sih kalau Ai suka sama Devan," mendengar itu justru Aksa yang kaget.

Untuk Mamanya Ai tidak mempermasalahkan selama Ai bisa mengontrol perasaannya lagipun baru suka belum cinta, pikir Mama Ai.

"Bener kata Nak Ai, saya pun suka dengan Nak Devan bisa membanggakan kedua orang tuanya dunia akhirat."

Asa Di Putih Biru (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang