"Meskipun butuh bertahun-tahun, sungguh menikmati doa yang kita lantunkan kepada Sang Pencipta itu benar-benar kebahagiaan yang tiada tara. Ini bukan akhir dari doa yang kupanjatkan melainkan awal untuk meningkatkan iman dan rasa bersyukur kepada Tuhan."
.
.
.
.
Kalau ada typo tandain yo
Happy Reading🙌
Setiap ada waktu luang, Devan berusaha meyakinkan Ai baik dengan membantunya belajar, mengajaknya ikut kajian, jalan-jalan dan sebagainya tentu dengan batasan tertentu.
Devan melihat Ai seperti kurang semangat mengerjakan tugas akhir kuliahnya membuat lelaki itu memilih duduk di depan Ai dan bertanya.
"Jujur, aku masih bingung apa sih tujuanku masuk hukum. Gini amat alur karir aku, dulu aku pengen banget jadi atlet lari tapi karena insiden waktu itu terpaksa aku kubur impian itu. Di saat aku udah nemuin impian baru, pengen jadi Dokter eh malah gak bisa juga dan bisa-bisanya aku masuk hukum. Nyesel jelas, pas semester 5 itu masa-masa drop aku sampai akhirnya aku nyadar kalau aku udah jalan sejauh ini," jelas Ai dengan sedikit lesu.
"Coba kamu ingat hal kecil apa yang mendorong kamu masuk hukum?" tanya Devan membuat Ai berpikir. Ai menggeleng kerasa tidak ada hal yang mendorongnya masuk hukum. "Yakin?" Ai mengangguk.
"Tidak mungkin kamu masuk hukum kalau tidak ada dorongan. Bahkan jika saat itu kamu gabut, pasti di dalam pikiran kamu ada hal sedikitpun itu. Aku dengar-dengar dari Pratama pas SMA kamu sering ikut lomba debat," lanjut Devan membuat Ai berpikir.
Melihat Ai berpikir Devan tiba-tiba menyodorkan ponselnya melihat itu Ai sedikit melotot kan matanya. "Saya gak maksa kamu buat terus lanjut kalau gak sanggup. Tapi, saya percaya kalau apapun yang kamu jalani saat ini itu yang terbaik, saya percaya apa yang ingin kamu kejar pasti kamu dapatkan. Kemana Ai yang saya kenal dulu waktu SMP?"
"Video kurang lebih 4 tahun lalu. Waktu itu kamu Maba, entah apa yang kalian mainkan saat itu tapi, saya yakin di video itu masih Ai yang saya kenal saat SMP. Mata kamu berbinar saat di video itu kamu mengatakan ingin menjadi Pengacara. Bahkan saya mencoba bertanya sama Mayjen Fahri, dulu kamu se antusias itu ingin menjadi pengacara sampai-sampai kamu menempelkan banyak tulisan dan gambar yang berhubungan dengan profesi itu," panjang Devan berusaha menjelaskan pada Ai.
Ai terharu melihat Devan. "Kok bisa kamu cari tau tentang hal itu, padahal aku belum bilang apa-apa," bingung Ai.
"Saya sering melihat kamu mengeluh dan bingung saat menemani kamu belajar. Di mata kamu itu seolah tidak ada semangat dan tidak percaya diri karena itu saya mulai cari tahu. Apalagi mengingat kamu dulu mau jadi Dokter tentu membuat saya bingung bagaimana kamu bisa masuk Hukum," jawab Devan.
"Tetap semangat Ai, saya yakin Tuhan bikin kamu berjuang di jalan ini pasti yang terbaik. Tetap ingat sebaik-baiknya rencana manusia lebih baik skenario Tuhan yang tahu segalanya." mendengar itu Ai terseyum dan berusaha mengatur kembali impiannya.
####
Tibalah waktu Ai wisuda. Jujur, dia sangat bahagia dan tidak menyangka ternyata dia berhasil. Menyelesaikan jenjang pendidikan yang tak pernah ia bayangkan. Diingat-ingat impiannya dulu menjadi Dokter kini berubah menjadi pengacara. Salah satunya berkat Devan yang menasehatinya waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Di Putih Biru (END)
Ficção AdolescenteHanya kisah anak SMP tentang seorang gadis yang suka dan kagum pada seorang lelaki di bangku SMP-nya. Mengejar, mendekati, caper itulah yang gadis itu lakukan agar lelaki yang dikaguminya mau menjadi temannya. "Kita berawal dari salah paham dan ber...