Cerita ini terinspirasi dari pengalaman yang ada. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, waktu, tempat, dan kejadian. Foto profil hanyalah pemanis.
Selamat membaca:)
•••
Sama seperti anak SMA pada umumnya, pagi-pagi Sadira sudah bersiap diri untuk berangkat sekolah. Setelah sarapan dan pamit pada Ibunya, Sadira berjalan keluar rumah menuju halte terdekat.
Tiba di jalanan yang lebih lebar, Sadira menajamkan pandangannya ke seorang cowok berseragam SMA yang sedang duduk di atas motor sambil bermain ponsel di sebrang rumah teman TK-nya. Langkah kakinya semakin lama semakin lambat. Matanya tak berpaling barang satu detikpun.
Cowok itu tiba-tiba mendongakan kepalanya dan menatap Sadira. Sadira menahan napas selama beberapa detik, ia tidak siap akan hal itu. Ia menelan ludahnya susah payah sebelum kakinya berjalan dengan cepat.
Ketika melewati cowok itu, Sadira kembali menahan napasnya. Ia bahkan tidak berani meliriknya meski dari sudut matanya, cowok itu menatapnya terang-terangan. Ia baru bisa bernapas lega ketika tiba di halte bus.
"Tadi gue kenapa?" batin Sadira
***
Sadira mengira hanya satu kali bertemu dengan cowok itu, tapi ternyata dugaannya salah. Setiap pagi, ia selalu bertemu dengannya di depan rumah teman TK-nya. Cowok itu selalu balik melirik Sadira dengan raut wajah datar. Sebenarnya tatapan cowok itu biasa saja, tapi tetap saja membuat Sadira mati-matian menyembunyikan kegugupannya.
Padahal, ia tidak mengenali cowok itu.
"Woi, ngelamunin apa sih lo?" seru Elsa, sahabat sebangkunya, seraya menabok pundak Sadira. "Gue perhatiin dari seminggu yang lalu nggak ada hari tanpa melamun."
Sadira memandang Elsa dengan tatapan serius. "Sa, lo percaya sama jodoh ada di dekat kita?"
Elsa diam sejenak. "Percaya aja, kenapa? Lo ketemu jodoh lo?"
Sadira berpikir sejenak. "Kayaknya sih iya."
Elsa melongo sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak, membuat teman-teman kelasnya menatapnya bingung. Elsa memegangi perutnya yang keram, sesekali memukul meja. Sadira melotot, menyuruh Elsa untuk diam.
"Sa, berhenti. Ketawa lo tuh nyeremin tahu!" kesal Sadira
Elsa menyeka air matanya. Ia berdehem sebelum menatap Sadira dengan senyum meledek. "Tahu dari mana kalau dia jodoh lo?"
"Gue ketemu setiap hari sama dia."
"Gue juga ketemu setiap hari sama mang Dadang, tapi bukan berarti dia jodoh gue."
Sadira mendecak, menyesal bercerita jika ujung-ujungnya dikaitkan dengan Mang Dadang si tukang sapu sekolahnya.
Elsa yang melihat wajah Sadira yang ditekuk lantas menyeringai kecil. "Pangeran berkuda mana sih yang buat lo sampai sepede ini?"
"Gue nggak tahu namanya."
"Emang lo ketemu dia di mana?" tanya Elsa
"Di depan rumah teman TK gue, si Dika yang pernah sekolah di sini. Ingat kan lo?"
Elsa mengangguk. "Mereka temenan?"
"Nggak tahu."
Elsa menggeleng kepalanya tidak percaya. "Gue nggak pernah ngelihat lo sesuka ini sama--" ucapnya terpotong
"Gue nggak suka sama dia." sanggah Sadira
"Oke, terserah lo mau suka sama dia atau enggak, yang jelas gue ngelihat lo jadi aneh gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...