Tiga tahun kemudian..
Kuliah ternyata tidak semenyeramkan seperti yang Sadira pikirkan ketika lulus SMA. Meskipun banyak tugas dan presentasi, namun ia masih bisa menikmatinya. Nilai memang penting, tapi Sadira juga tidak lupa untuk bersosialisasi. Ia memberanikan diri lebih aktif meski awalnya sangat susah karena tidak terbiasa.
Selama empat tahun kuliah, tentunya telah melewati banyak hal yang tidak bisa Sadira dapatkan di manapun. Mencapai hasil yang bagus dan sesuai ekspektasi tentunya sangat bahagia, tapi jangan lupakan proses yang selalu menemani setiap langkah kaki dan mengajari banyak hal untuk mencapai hasil. Setiap proses yang dijalani tentu saja tidak mudah. Luka, air mata, keringat, itu semua menjadi makanan sehari-hari.
Setelah wisuda, Sadira mencoba melamar pekerjaan sebagai reporter di salah satu media online besar Indonesia. Siapa sangka, ternyata ia lolos. Benar kata Adrian, semua manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan Sadira harus memanfaatkan kelebihannya.
"Nggak bisa bang, ini liputan terakhir gue. Gue udah bilang ke atasan kalau sore nanti gue harus hadir di pernikahan teman gue." ucap Sadira pada seseorang melalui sambungan telepon
"Sekali aja, Dir, temenin gue."
Sadira memutar bola matanya. "Sorry bang, nggak bisa. Gue udah ambil cuti buat hari ini, bahkan bisa dibilang cuti setengah hari." tegasnya
"Yah, oke deh kalau gitu."
Sadira langsung menutup panggilan telepon. Ia mendengus kasar, mengapa ada saja gangguan saat ia ingin menikmati cutinya? Toh, cuma sehari saja ia menghilang dari dunia kerja. Perusahaan tempatnya bekerja tetap baik-baik saja tanpanya.
Sadira langsung memesan ojek online menuju rumahnya, dan bersiap diri untuk mandi dan berganti pakaian tanpa tidur terlebih dahulu.
Sore ini Sadira menjadi bridesmaid, namun ia memutuskan untuk memakai make up tipis. Masa bodo terlihat jomplang dengan gaun panjang navynya. Sebenarnya ia tidak terbiasa tampil feminin seperti ini. Cukup melelahkan dan risih.
Jalanan ibu kota pada hari ini tidak terlalu macet, sehingga hanya memakan waktu 30 menit menggunakan taksi online untuk sampai ke tempat acara.
Sadira berjalan santai menuju ruang pengantin perempuan yang letaknya paling pojok. Heels-nya beradu dengan lantai hingga menimbulkan suara di sepanjang koridor. Tiba di ruang pengantin perempuan, ia terkejut karena cukup banyak orang yang ada di dalam ruangan.
"Sadiraaaaa!!!" seru Aruna
Sadira tersenyum lebar, ia lantas mendekati Aruna yang sedang berdiri dengan kebaya putih melekat cantik dan anggun di tubuhnya. Wajah Aruna yang penuh dengan make up membuat Sadira pangling melihatnya.
"Lo cantik banget.." puji Sadira
"Makasih.." jawab Aruna dengan senyum malu-malunya. "Tapi, Dir, gue deg-degan."
Sadira menggenggam kedua tangan Aruna. "Ini momen yang paling lo tunggu. Tarik napas dalam-dalam, terus hembusin pelan-pelan."
Aruna mengikuti instruksi Sadira. Setelah dirasa cukup tenang, Aruna lalu bertanya, "Lo ke sini sama siapa?"
"Sama siapa lagi kalau bukan abang taksi online." jawab Sadira
"Makanya buruan lo cari pacar. Masa lo selalu sendiri mulu."
Sadira hanya tersenyum getir menanggapi ucapan Aruna. "Kalau gitu gue masuk ballroom dulu ya. Gue tunggu di sana."
Sadira melangkahkan kakinya ke ballroom hotel, tempat dilangsungkan pernikahan Aruna dan Arion. Ia sempat tercengang melihat dekorasi ruangan ini yang terlihat mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...