Hari ini Sadira sebenarnya tidak punya semangat untuk berangkat kuliah. Seluruh energinya sudah terkuras habis menghadapi kejadian kemarin. Tidak hanya fisiknya yang lelah, namun juga otaknya. Apa yang Aruna katakan masih terekam jelas kata demi kata, tidak mengizinkan Sadira untuk menghapusnya.
"Lo kenapa, Dir?" tanya Raya yang duduk di sebelah Sadira
Sadira mengerjap. "Nggak kok, cuma kecapekan aja, semalam gue kurang tidur."
"Udah tahu ada kelas pagi." ucap Raya. Pandangannya lalu beralih ke seseorang. "Eh tuh dosennya udah datang. Ayo masuk."
Sadira mengikuti arah pandang Raya. Dari jauh, ia melihat dosennya baru datang setelah setengah jam terlambat dari jadwal seharusnya. Seluruh mahasiswa-termasuk Sadira dan Raya-yang tadinya ngemper di sepanjang koridor, lantas berdiri dan masuk ke dalam kelas.
"Sorry ya telat." Hanya itu yang dikatakan dosennya sambil membuka pintu yang dikunci
Sadira memutar bola matanya. Meski raganya ada di kelas, namun pikirannya berkelana entah ke mana. Materi yang dijelaskan dosennya juga tidak sepenuhnya ia tangkap.
"Nanti gue lihat catatan lo ya, Ray." bisik Sadira yang hanya dihadiahi lirikan tajam dari Raya
Kelas pertama berlangsung sebentar. Sadira bergegas memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Ketika hendak pergi, ketua kelas tiba-tiba memberi interupsi.
"Yang hari ini masuk kelasnya pak Warso, beliau bilang nggak bisa datang soalnya ada urusan penting. Nanti ada kelas pengganti hari Sabtu."
Bahu Sadira langsung turun begitu mendengarnya. Mengapa harus mengganggu hari liburnya dengan adanya kelas pengganti? Apakah tidak bisa dilakukan hari kerja saja?
"Lo ya kelasnya pak Warso?" tanya Raya
Sadira mengangguk lemah.
"Sabar ya." ucap Raya sambil menepuk pundak Sadira
"Ini lo mau langsung masuk kelas berikutnya?" tanya Sadira
"Iya, lagipula mau ke mana lagi. Kalau lo sekarang mau ke mana? pulang?" tanya Raya
"Nggak tahu. Gue turun ke bawah dulu deh."
Setelah berpamitan, Sadira berjalan lesu menuju lift. Pandangannya lurus ke depan, lebih tepatnya melihat bangku yang ada di dekat lift. Bangku itu memutar kembali ingatan Sadira pada cowok si pemilik flannel. Lucu rasanya mengingat bagaimana ia sulit mengendalikan sikap dan jantungnya yang berpacu cepat kala cowok itu menyadari kehadirannya.
***
Kurindu disayangi
Sepenuh hati
Sedalam cintaku
Setulus hatikuKuingin memiliki
Kekasih hati
Tanpa air mata
Tanpa kesalahanBukan cinta yang melukai diriku
Dan meninggalkan hidupku lagiTolonglah aku dari kehampaan ini
Selamatkan cintaku dari hancurnya hatiku
Hempaskan kesendirian yang tak pernah berakhirBebaskan aku dari keadaan ini
Sempurnakan hidupku dari rapuhnya jiwaku
Adakah seseorang yang melepaskanku
Dari kesepian iniSadira menghela napas berkali-kali mendengarkan lagu Kesepian dari Dygta. Kenapa lagu-lagu di playlist-nya kebanyakan lagu galau?
Sadira melihat jam yang ada di ponselnya, tercengang menyadari bahwa sudah waktunya makan siang. Kalau begitu, berapa jam ia duduk di taman?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...