Protes mahasiswa terhadap tambahan biaya UKT sebesar 200 ribu rupiah tidak membuahkan hasil. Pihak kampus--lebih tepatnya Wakil Rektor I--tetap kekeh pada keputusannya. Hal itulah yang membuat para mahasiswa tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain merelakan uang mereka untuk membayar daripada tidak bisa mengikuti ujian.
Memang benar, yang memiliki kekuasaan tetaplah di atas dan mempermainkan yang lemah.
Ujian semester dilaksanakan selama sepekan. Para mahasiswa sibuk mengejar nilai untuk dapat lanjut ke semester berikutnya, termasuk Sadira. Meski awalnya ia sempat putus asa karena tidak mendapat dispensasi, namun pada akhirnya ia bisa mengikuti ujian berkat saudaranya yang mau meminjamkan uang.
Selama seminggu pula, tidak ada kegiatan dari organisasi Sadira. Ia pun lebih memilih langsung pulang ke rumah atau belajar di perpustakaan. Ia juga melupakan sejenak masalah kisah cintanya yang belum menemukan titik terang. Ia berusaha untuk tidak bertemu dengan Aruna, Adrian, maupun Arion. Ia benar-benar mengasingkan diri agar fokus belajar.
Sadira melirik jam dinding kelasnya, sepuluh menit lagi ujian mata kuliah terakhir selesai, namun ia masih mengerjakan soal. Teman-teman kelasnya satu persatu keluar, menyisakan beberapa mahasiswa dan satu dosen.
Tangan Sadira mulai basah karena keringat, ia mengerjakan soal dengan tidak nyaman dan terburu-buru.
"Lima menit lagi ya harus dikumpulkan." ujar dosen
Diperingati seperti itu membuat Sadira semakin kelabakan. Di soal terakhir, Sadira menjawab apa adanya dan tidak maksimal. Ketika selesai, ia segera menaruh lembar soal dan jawaban ke meja dosen lalu keluar kelas. Ia memijat pelipisnya, kepalanya sangat pening.
"Lama banget lo keluarnya." ucap Raya yang sedari tadi menunggu Sadira di koridor
"Lo yang kecepetan."
Raya tidak menanggapi, ia justru merangkul Sadira sambil berjalan menuju lift. "Asik, sekarang kita udah liburan. Lo mau ngapain atau ke mana?"
"Nggak tahu, paling di rumah aja." jawab Sadira
"Ah, nggak seru lo!"
Sadira memutar bola matanya. Ia dan Raya masuk ke dalam lift. "Emang kalau liburan, harus banget jalan-jalan? Di rumah juga liburan kok."
"Tubuh kita tuh butuh refreshing. Cari suasana yang baru dan segar." ucap Raya
"Emang lo mau jalan-jalan ke mana?" tanya Sadira
"Mau ke Bromo bareng teman-teman gue, ada cowok gue juga." jawab Raya semangat
"Oh.."
Pintu lift terbuka di lobi, dan saat itu juga Sadira tidak sengaja berpapasan dengan Adrian yang memakai almamater dan ingin masuk ke lift.
"Hai, Yan." sapa Raya yang dibalas Adrian
Tanpa mengucap satu kata, Sadira menarik tangan Raya pergi menjauh dari Adrian.
"Kok lo gitu banget sama Adrian sih?" tanya Raya
"Gitu gimana?"
"Emangnya selama ini gue nggak tahu permasalahan lo, Adrian, Aruna, Arion? Cinta segitiga aja udah susah, gimana segi empat."
Sadira menghentikan langkahnya. "Tahu dari mana?"
Raya bersedekap. "Masalah kalian itu udah jadi rahasia umum angkatan kita."
Sadira menatap Raya tidak percaya. "Kok gue nggak pernah dengar ada gosip tentang gue?"
"Masa ada orang yang ngegosip di depan orangnya langsung." jawab Raya. Ia lalu menyenggol lengan Sadira. "Ceritain dong gimana lo bisa suka sama Arion. Nggak mungkin tiba-tiba kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...