Bonus

11 2 0
                                    

Sepulang dari kampus, Adrian melipir sejenak ke kedai kopi MantaU untuk bersantai. Dari matahari menampakkan dirinya hingga berganti tugas dengan bulan, Adrian masih betah menonton YouTube dan meminum kopi.

"Kalau kayak gini, lo harus bantu bayar WiFi kedai gue." sindir seseorang

Adrian memutar bola matanya. Ia melanjutkan menonton video tanpa mengindahkan orang itu.

"Lo kan punya rumah, kenapa nggak pulang aja sih?" tanya orang itu, Arion, yang tiba-tiba duduk di depan Adrian

Adrian menjeda videonya. "Berisik banget sih lo!"

"Ini gue bicara sebagai pebisnis ya—" ucap Arion terpotong

"Iya, ntar gue bantu!" seru Adrian

Arion nyengir lebar. "Gitu dong!"

Dengan wajah tertekuk, Adrian melanjutkan tontonannya yang sempat tertunda.

"Gue tebak, pasti ada sesuatu sampai muka lo kusut begini, iya kan?" tanya Arion

Adrian hanya diam, tidak berniat menjawabnya.

Dikacangi seperti itu, membuat Arion mengambil ponsel Adrian dan mengunci layarnya.

"Gue tabok jakun lo!" geram Adrian

Arion menyilangkan tangannya di atas meja, mengamati setiap inci wajah Adrian. "Gue harus ngomong sesuatu sama lo."

Masih dengan perasaan dongkol, Adrian lantas berkata, "Ngomong apa sih?"

"Sadira."

Mendengar nama Sadira keluar dari mulut Arion, membuat Adrian bungkam seribu bahasa. Ada perasaan tidak enak yang tiba-tiba merasuki tubuhnya.

"Tadi siang Sadira cerita semua tentang perasaannya ke gue." ucap Arion

Adrian menghela napas panjang. Ia pikir cewek itu akan kalah begitu saja tanpa mengungkapkannya dan menyimpan sendiri perasaan itu, tapi rupanya ia yang belum mengenalnya secara keseluruhan.

Pasti sekarang cewek itu sedang sedih.

Adrian harus akui Sadira punya nyali besar. Tidak mudah sama sekali melakukan hal itu, apalagi Sadira sudah tahu tidak akan pernah ada balasan.

"Gue nggak tahu kalau selama ini, pertemuan gue dengan dia, ternyata buat dia punya perasaan lebih ke gue. Gue benar-benar nggak enak hati." ucap Arion

"Ini bukan salah siapa-siapa. Memang kebetulan aja dia ada perasaan ke lo di saat lo punya perasaan ke Aruna. Seandainya lo tahu perasaan dia lebih awal, apa lo bakal balas perasaannya? Belum tentu kan?" tebak Adrian

Arion diam.

"Memang udah kayak gini jalannya. Pada akhirnya terjebak sama perasaan masing-masing." jelas Adrian

"Perasaan lo gimana? Sadira udah bilang tentang perasaan lo ke dia." ucap Arion

Adrian memalingkan pandangannya. Ia bahkan belum bisa memutuskan langkah apa yang harus diambil. Tetap bertahan dengan ketidakjelasan atau mundur seperti pengecut.

"Lo nggak mungkin mundur gitu aja kan?" tanya Arion sekali lagi

Adrian tidak menjawab, ia justru mengambil satu batang rokok milik Arion. Alih-alih menyalakannya, ia justru hanya melihat rokok itu dengan pikiran kalut.

"Sadira udah ngelarang gue untuk jangan jatuh cinta." ucap Adrian tanpa melihat Arion

"Terus keputusan lo sekarang?"

"Tapi gue pernah bilang kalau gue mau temenin dia di saat kalah."

Arion tiba-tiba menggebrak meja dan nyegir lebar. "Ini baru laki, bro! Masa kita langsung mundur dari perang gitu aja sih?"

Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang