Pertandingan futsal dimenangkan oleh lembaga fotografi setelah mengalahkan lembaga musik. Semua penonton sudah bubar, tidak ada satupun orang di lapangan, namun Sadira dan Adrian masih diam di tempat masing-masing tanpa berkata apapun. Keduanya sibuk memikirkan banyak hal, hingga menciptakan emosi tanpa nama yang bersemayam di hati.
"Ayo, Dir." ucap Adrian sambil berdiri
"Ke mana?"
"Ikut aja."
Sadira diam mengikuti Adrian dari belakang. Ternyata cowok itu membawanya ke ruang ganti. Adrian mengecek keadaan di dalam sebentar sebelum memanggil Sadira masuk.
Sadira membelalakan matanya ketika melihat cowok si pemilik flannel sedang duduk seorang diri.
"Hai, Sadira." sapa cowok itu sambil tersenyum lebar
Sadira membalasnya.
"Abis ini lo ke mana?" tanya Adrian pada cowok itu
"Nggak ke mana-mana. Kenapa emangnya?" tanya cowok itu
"Lo bisa antar Sadira pulang nggak? Gue nggak enak badan." ucap Adrian
Lagi, Sadira membelalakan matanya.
Cowok si pemilik flannel melirik Sadira sekilas. "Boleh aja."
Adrian memutar tubuhnya menghadap Sadira. "Gue balik dulu ya."
"Ha? Loh..?"
Adrian menepuk pundak Sadira sebelum pergi.
"Gue ganti baju dulu ya, Dir."
Sadira mengerjap. "Oh, iya.. oke."
***
Sadira melihat sepatu conversenya yang menginjak lantai. Dengan sabar ia menunggu cowok si pemilik flannel berganti pakaian.
Sikap Adrian hari ini sangat membuat Sadira memutar otaknya untuk menemukan jawaban. Keterkejutan dan kebingungannya bercampur menjadi satu. Adrian sangat aneh, dan Sadira terlalu bodoh untuk mengerti. Tidak ada satu jawabanpun yang berhasil ia temukan. Justru kepalanya menjadi pening.
"Ayo, Dir." ucap cowok itu
Sadira menegapkan tubuhnya. Ia lalu berjalan di samping cowok itu. "Beneran nggak apa-apa anterin gue pulang?"
"Nggak apa-apa lah, tapi kalau makan dulu, lo mau mau nggak?" tanya cowok itu
"Nggak apa-apa!" seru Sadira
Cowok itu tertawa.
Sadira menutup wajahnya. Sangat memalukan!
Keduanya memilih makan pecel ayam yang tidak jauh dari gedung olahraga. Sambil menunggu makanan datang, Sadira sesekali melirik cowok si pemilik flannel yang sedang bermain ponsel di sampingnya. Ia mengulum senyumnya. Untuk kedua kalinya, ia diberi kesempatan untuk makan bersamanya.
"Kali ini gue yang bayar ya." ucap Sadira membuka percakapan
Cowok itu mendongak. "Gue aja."
Sadira menggeleng. "Gue semakin nggak enak kalau lo terus-terusan yang bayar. Jadi, biar kali ini gue aja. Kita impas."
Cowok itu terkekeh. "Ya udah, terserah lo."
Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat. Sadira meremas jari-jari tangannya yang ada di atas paha, ia memutar otak apa yang harus dilakukan agar tidak canggung.
"Tadi lo mainnya bagus." puji Sadira
"Tapi kalah."
"Nggak apa-apa kalah, namanya juga pertandingan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...