Sadira menggulir layar ponselnya dengan bosan, melihat unggahan foto teman-teman maupun idolanya. Tangannya lalu berhenti menggulir saat melihat ada foto yang menarik perhatiannya. Foto itu diunggah oleh Aruna beberapa jam lalu, di mana Aruna dan Arion sedang berlibur ke Pulau Padar.
Sadira menggeser foto selanjutnya, betapa terkejutnya melihat cincin yang melingkar manis di jari tangan Aruna. Rupanya Arion telah menyatakan perasaannya.
Di foto itu juga ditandai akun Instagram Arion. Untuk pertama kalinya, Sadira memberanikan diri melihat akun Arion. Ternyata tidak banyak foto yang diunggah, hanya foto saat masih SMA bersama motor yang sangat Sadira kenali, beberapa foto Arion sedang manggung bersama The MantaU, hingga foto Arion dengan Aruna ketika berlibur ke Dufan.
Meski Sadira tidak menjadi saksi dari awal perjalanan mereka, tapi ia harus ikut bahagia melihat hubungan mereka berakhir seperti ini.
Benar kata Adrian, Sadira belajar banyak hal atas kejadian ini. Dari cinta pertamanya, Sadira menjadi tahu bagaimana rasanya jatuh cinta dan patah hati. Dan dari cinta pertamanya, Sadira belajar untuk mengikhlaskan.
Sadira menurunkan ponselnya dan gantian melihat gelang pemberian Adrian. Cowok itu sekarang sedang apa?
"Gue kenapaaaa???" rengeknya
Sadira meletakan ponselnya dan segera berbaring di atas kasur. Ia memejamkan matanya dengan paksa, berharap semua ini akan cepat berlalu.
***
Sadira menggeram kesal ketika pintu kamarnya digedor berkali-kali sambil meneriaki namanya. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan mencoba kembali masuk ke alam mimpi.
"SADIRA BUKA PINTUNYAAAA!! ITU ADA TEMAN KAMU!" teriak Ibunya
Ibunya terus menggedor pintu seperti ingin merobohkannya. Sadira lantas membuka matanya dengan paksa. "BILANG ELSA SURUH TUNGGU SEBENTAR!"
"Bukan Elsa, katanya teman kuliah kamu. Buruan!"
Sadira mengernyit. Selain Adrian, tidak ada lagi teman kampusnya yang tahu rumahnya.
"Iya, sebentar." Dengan wajah bantalnya, Sadira lekas keluar kamar. "Siapa sih, bu?"
"Meneketehe!" seru ibunya
Sadira mencibir. Ia lantas berjalan ke ruang tengah. Matanya seketika membelalak lebar begitu melihat Aruna sedang duduk di sofa dengan senyum lebar.
"Hai.." sapa Aruna
Sadira mengerjap. Sepertinya jiwanya masih di alam mimpi hingga ia salah lihat.
"Gue tahu gue cantik, tapi ngelihatnya biasa aja." ucap Aruna
Sadira duduk di sebelah Aruna. "Tahu rumah gue dari mana?"
"Adrian."
"Oh.." Sadira diam sejenak. "Ada apa lo ke sini?"
Kini Aruna yang diam sesaat. "Gue mau minta maaf karena udah kasar sama lo."
Sadira memalingkan wajahnya. "Lo nggak perlu minta maaf. Gue ngerti perasaan lo. Lagipula, lo juga udah di lamar kan? Gue turut bahagia."
"Makasih.." ucap Aruna sambil tersenyum. "Tapi sejujurnya gue masih nggak enak hati karena udah berpikiran negatif ke lo. Gue ngelakuin itu karena gue takut, Dir."
Sadira mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Aruna. "Kan udah gue bilang, gue ngerti posisi lo saat itu. Pasti serba salah juga."
"Lo masih mau temenan sama gue kan?" tanya Aruna
Sadira mengangguk. "Sampai kapanpun lo teman gue."
"Dan lo juga masih mau temenan sama Arion?" tanya Aruna sekali lagi. "Gue nggak mau egois lagi. Jadi, gue izinin kalian untuk berteman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...