Sadira melihat Aruna pergi ke dalam kedai. Ia diam beberapa saat sebelum beranjak mengikuti Aruna yang ternyata ke toilet. Ia menunggu Aruna dari luar bilik. Ia menggigit bibir bawahnya, malam ini harus menyelesaikan salah paham yang terjadi.
Pintu bilik terbuka, menampilkan Aruna yang kini sedang mencuci tangan tanpa melihat Sadira sama sekali.
"Na, mau sampai kapan lo diam kayak gini?" tanya Sadira membuka pertanyaan, namun tidak ada jawaban dari Aruna. "Gue minta maaf, Na. Tolong, jangan diamin gue dan Arion lagi."
Aruna mematikan keran, menatap Sadira tajam. "Ternyata kalian udah berbagi cerita, iya?"
Sadira menghela napas frustrasi. "Nggak, gue tadi dengar—"
"Lo urusin aja urusan lo, nggak usah ikut campur!"
"Gimana gue nggak mau ikut campur sementara ini ada hubungannya sama gue? Na, tolong.. jangan sampai hubungan pertemanan kita jadi kacau cuma masalah cinta."
"'Cuma' kata lo?" Aruna maju satu langkah. "Mungkin bagi lo ini masalah cinta sepele, mungkin menurut lo gue terlalu lebay, tapi nggak buat gue. Gue sayang banget sama Arion, Dir, dan ini bukan masalah kecil. Lo bilang 'cuma' karena lo nggak ngalaminnya. Gue sabar nunggu Arion nyatain perasaan, tapi sekarang teman gue datang buat ambil dia—"
"Gue nggak pernah ambil Arion dari lo. Gue kan udah pernah bilang kalau gue nggak bisa melangkahi lo meskipun gue lebih dulu kenal dia. Nggak ada satu celah sedikitpun di hatinya untuk orang lain masuk." jelas Sadira
"Kalau lo nggak pernah merebut, kenapa kalian jalan berdua tanpa sepengetahuan gue?" tanya Aruna
"Gue.. gue cuma temenin dia, sebatas teman." jawab Sadira
"Teman?" Aruna mendengus. "Bukannya kesempatan buat lo untuk dekat sama dia? Lo kan suka sama dia, jadi nggak bakal sia-siain kesempatan itu kan?"
Entah kalimat apa yang harus Sadira keluarkan lagi. Ia benar-benar bingung. Mau dijelasin bagaimanapun, Aruna tetap kekeh dengan pendapatnya dan tidak mau mendengarkan orang lain.
"Na, tolong.." lirih Sadira
Hanya kata itu yang tersisa.
Aruna bersedekap. "Lo akan melakukan apa untuk gue percaya lagi sama lo?"
Sadira diam sejenak. "Kalau lo pengen gue menjauhi dia.. akan gue lakukan."
Setelah berkata seperti itu, Sadira pergi meninggalkan Aruna seorang diri. Ia memukul dadanya yang sangat sesak dan menyeka air matanya yang hendak jatuh. Jika itu adalah satu-satunya jalan agar Aruna kembali percaya, ia akan lakukan meski sudah capek karena selalu berkorban.
Sadira kembali ke kursinya dan mengambil tasnya. Tanpa berpikir dua kali, Sadira menghampiri Adrian yang sedang mengobrol dengan teman-temannya di dekat panggung.
"Gue balik dulu." ucap Sadira pada Adrian
Sadira keluar dari kedai kopi MantaU dengan langkah lebar. Berlama-lama di tempat ini membuatnya semakin tidak nyaman.
Seseorang menarik tangan Sadira hingga menghentikan langkahnya. Ternyata Arion..
"Lo kenapa?" tanya Arion
Sadira melepaskan tangan Arion. "Gue nggak bisa menepati janji gue untuk tetap berteman sama lo."
Arion mengernyit. "Gara-gara Aruna?"
Sadira tidak menjawab. "Pokoknya cuma cara ini yang bisa gue lakukan."
"Gue nggak mau kita pura-pura nggak kenal, Dir. Gue udah kenal lo lama—" ucap Arion terpotong
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...