Sadira keluar dari halte transjakarta lalu berjalan menuju tempat festival makanan tradisional yang diadakan di Gelora Bung Karno. Tiba di tempat, ternyata sudah banyak orang dan stand makanan yang berjejer rapi. Sadira berdiri di gerbang festival, menunggu cowok si pemilik flannel datang.
Sebenarnya cowok itu sudah menawarkan untuk menjemputnya, namun Sadira menolaknya. Sialnya lagi, ia yang memutuskan sendiri untuk tidak menyimpan nomor cowok itu, sehingga ia tidak bisa mengabarinya.
Sadira melihat jam di ponselnya, sudah pukul setengah tujuh malam, artinya sudah lewat sepuluh menit dari waktu janjian.
"Mungkin macet." batinnya
Dengan sabar, Sadira menunggu cowok itu datang sambil melihat ke sekitar. Kebanyakan yang datang bersama keluarga, teman, maupun kekasih.
Sadira menunduk, melihat sepatunya yang menginjak aspal. Selama di perjalanan tadi, ia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri; Apakah keputusannya jalan bersama cowok itu sudah tepat? Bagaimana jika Aruna tahu?
"Hai, Sadira.."
Sadira mendongak, melihat cowok si pemilik flannel berada di depannya. Sadira lantas tersenyum lebar, "Hai juga.."
"Udah lama nunggu?" tanya cowok itu
Sadira menggeleng. "Baru sampai kok."
Cowok itu tersenyum. "Ayo masuk."
Sadira mengikuti cowok itu ke mana pun, melihat-lihat stand yang menjual berbagai jenis makanan tradisional Indonesia, mulai dari makanan ringan hingga berat.
"Mau makan apa?" tanya cowok itu
Sadira menatap ke sekitar. "Mie aceh."
Tanpa berlama lagi, Sadira dan cowok itu segera memesan makanan dan duduk di salah satu bangku panjang. Hari ini adalah hari Minggu, sehingga hampir semua meja penuh.
"Ini cuma hari ini doang?" tanya Sadira membuka percakapan
"Nggak, sampai minggu depan, cuma ini hari pertama." jawab cowok itu
"Oh.."
Tidak ada lagi percakapan di antara mereka hingga makanan tiba dan mereka lekas memakannya. Meski raga Sadira ada di festival, namun pikirannya berkelana memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang dari tadi mengganggunya.
"Gue boleh tanya sesuatu?" tanya Sadira pada akhirnya
"Apa?"
"Lo kenapa ajak gue? Kenapa nggak Aruna?" tanya Sadira hati-hati
"Dia hari ini nggak bisa. Dia juga sebenarnya nggak suka datang ke pameran, makanya gue selalu datang sendiri. Gue juga ngerasa lo orangnya asik diajak ke sini." jawab cowok itu
"Oh.. karena gue asik.." gumam Sadira
"Ha?"
Sadira tersenyum tipis. "Bukan apa-apa."
Ia kembali makan makanannya dan menelannya susah payah.
"Kalau gue boleh tanya lagi, lo sama Aruna pacaran?"
Sebenarnya pertanyaan itu sudah Sadira tahan dari awal melihat mereka di acara musik kampus. Namun, entah mengapa malam ini ia mendapat keberanian untuk bertanya. Sudah kepalang tanggung, siap tidak siap, ia akan mendengarkan jawaban yang bisa saja menghancurkan hatinya.
"Kita nggak pacaran." jawab cowok itu
"HA???" Sadira membelalakan matanya
"Tapi gue sayang sama dia."
Sadira langsung membukam mulutnya rapat. Tuh kan! Dari gerak-gerik cowok itu saja Sadira sudah tahu bahwa tidak mungkin cowok itu tidak ada perasaan kepada Aruna. Dugaannya selama ini benar terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
General FictionMenjadi anggota pers kampus bukanlah perkara mudah bagi Sadira. Ia harus rela keluar dari zona nyaman demi mendapatkan pengalaman baru menjadi reporter. Keringat, air mata, amarah, tawa, menjadi satu padu membentuk sebuah perasaan baru yang sulit di...