Abian meringkuk dengan kaki yang ditekuk sebatas dada. Sekarang, ia duduk diteras rumahnya. Cowok itu menyembunyikan wajah dibalik lipatan tangan yang berada diatas lututnya.
Malam terasa dingin, hawa semakin sejuk menyelimuti suasana hati cowok itu sekarang. Pikiran nya kacau, ia sampai tak bisa berpikir apapun.
Kenapa membahagiakan Adinda begitu sulit? Mengapa banyak rintangan untuk membuat mereka bersama? Abian terus menanyakan nya di dalam benak dan hatinya.
Seorang cowok dengan motor merah datang dan terkejut dengan perilaku Abian sekarang. Ia buru-buru melepaskan helm dan lari untuk menyadarkan cowok itu.
Siapa lagi jika bukan Arlo yang datang? Benar, Abian butuh sesosok pendengar untuk menceritakan semua yang terganjal didalam hatinya.
Abian benar-benar bersalah. Kenapa ia tidak berpikir, kalau sudah larut malam malah mengajak cewek itu pergi. Ia sangat menyesal sekarang, walaupun bukan sepenuhnya salah Abian.
Sedangkan, Arlo hanya menyatukan kedua alisnya. Ia heran dengan sikap Abian yang sangat membingungkan baginya. "Bos? Lo kenapa? Ada terror lagi?" Beberapa runtutan pertanyaan mulai dilontarkan kepada Abian.
Abian hanya diam tanpa menjawab satupun pertanyaan Arlo.
Cowok itu tetap bersikukuh untuk menanyakan keadaan Abian sekarang. Ia menepuk bahu Abian dua kali. "Apapun yang terjadi dengan, Adinda. Jangan nyerah, Bian. Lo mau dia bahagia sama lo kan? Kalau gitu jangan nyerah"
Abian mendongak menatap wajah Arlo yang kini tersenyum ke arahnya. "Tapi itu mustahil, Arlo. Semesta seperti enggak ngizinin gue buat bahagiain dia"
"Terus? Lo mau nyerah? Kalau lo nyerah, berarti lo gak sungguh-sungguh buat bahagiain, Adinda." seloroh Arlo menatap serius kearah ketuanya itu.
Mendengar itu Abian terkekeh pelan. "Kenapa sih, gue mau bahagia sama, Adinda. Aja susah banget"
"Ini semua ujian buat lo, jangan nyerah seperti orang pengecut."
Abian mengangguk setuju. "Makasih udah semangatin gue, Lo. Gue doain lo berjodoh dengan, Maya."
Arlo mengusap kedua tangannya ke arah wajah dengan serius. "Aamiin, Ya Allah. Makasih, Bos. Gue doain juga lo bahagia selalu dengan, Adinda."
♡♡♡
Adinda mengerutkan kening. Sebab, Lontaran Alzam yang membuatnya bingung. Apa maksud perkataan Ayah? Gumam Adinda dengan tidak yakin.
Ia memakai sepatu di kursi di teras rumahnya. Cewek itu mengeluarkan handphone yang tadi ia taruh di sebelah nya. Adinda sudah bersiap ingin menelpon Abian untuk mengantarnya sekolah sekarang.
Tangan seseorang menjauhkan ponsel itu dari telinga Adinda. Lalu ia mematikan sambungan telepon yang baru saja tersambung. "Jangan nelpon cowok itu lagi." larang Alzam dengan mata yang serius.
Sebelum Adinda menanyakan nya. Alzam buru-buru memanaskan mobil untuk mengantar putri bungsunya itu sekolah.
Dengan sikap Alzam seperti itu, dan perkataan Ayahnya yang seperti tadi. Membuat cewek itu tidak mengerti dengan semuanya.
Sekarang Alzam mengantar Adinda sekolah, sekalian pula ia pergi melanjutkan pekerjaannya di luar kota dengan Intan.
♡♡♡
Abian menaiki motornya. Terlihat sebuah surat kecil yang tertempel di motornya. Bagaimana pun lo menjauh, Adinda. Akan tetap celaka sesuai porsi yang ia lakukan, jangan lelah menjaga cewek itu sebelum ia mati di depan mata lo.
Tangan Abian yang sedang menggenggam surat itu tiba-tiba bergetar hebat. Jantung nya juga berdegup tak karuan. Matanya membulat terkejut membaca surat itu.
"ANJ LO, BERANI DI BELAKANG," ucap Abian sambil menoleh kearah kanan dan kiri belakang tubuhnya.
Abian terkekeh pelan. "LO PENGECUT! GUE TAU PASTI LO BELUM JAUH DARI SINI. PASTI KALIAN LAGI PANTAU GUE SAMA, ADINDA. KAN?! ANJING LO" umpat Abian dengan kepalan tangan dengan kuat.
Sabar cowok itu telah habis. Ia lelah telah di terror terus-terusan seperti ini. Mengapa ia ingin berangkat sekolah saja masih diterror? Dasar pengecut yang berani dibelakang saja.
♡♡♡
Naisa datang berjalan kearah Abian yang sedang duduk di depan sekolah. Bel pulang telah berbunyi 20 menit yang lalu.
Cewek itu duduk disebelah Abian yang tertunduk lesu, sambil memikirkan kejadian tadi pagi. Hari ini, Abian belum bertemu dengan Adinda.
"Hai, Abian." sapa Naisa.
Abian mendongak. Ia menatap wajah Naisa dengan intens. Cowok itu menatap sekilas lalu melakukan aktivitas sebelumnya.
"Kenapa sih, Ian? Kok nunduk gitu" tanya Naisa dengan tangan yang menyentuh bahu Abian dengan rayuannya.
"Bisa diem?" ucap Abian menoleh ke arah Naisa dengan tatapan seperti ingin mengusir cewek itu pergi.
"Ian"
"NAMA GUE, ABIAN ALFIANDRA MAJID. PANGGILAN GUE, BIAN. BUKAN, IAN. ITU HANYA PANGGILAN UNTUK, ADINDA. ORANG LAIN GAK BOLEH PANGGIL GUE KAYAK GITU. TERUTAMA LO SENDIRI!" decak Abian dengan nada tinggi. Sungguh ia muak dengan sikap Naisa yang mencoba untuk menggoda dirinya.
"Kenapa sih, Bian? Lo gak bisa nerima gue lagi?" seloroh Naisa dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Karena gue gak suka sama lo, mau sampai kapan, hah? Lo gak capek?" kata Abian dengan nada yang tidak punya hati.
Linangan air mata Naisa pun telah meluncur bebas di pipinya. "Kenapa harus, Adinda. Adinda. Adinda terus?! Hah?" lontar Naisa seraya mengelap air matanya yang telah banjir.
"Karena hati gue udah ada yang ngisi, ngerti?!" ungkap Abian berdiri dan ingin meninggalkan Naisa sendiri di kursi itu.
Naisa masih menatap punggung Abian yang sudah berjalan beberapa langkah dari tempat duduknya. "Pemenangnya, Adinda?"
Walaupun terlihat dari belakang. Naisa tahu Abian mengangguk membenarkan. Abian menoleh ke arah Naisa yang masih duduk sambil menatap ke arahnya. "Ya, Adinda. Pemenangnya, dia yang udah ubah gue jadi kayak gini sekarang. Walaupun, Adinda. Bukan jodoh gue nanti, gue bakal terus sampai kapan pun suka sama dia, ya. Walaupun itu egois," ujar Abian mengakhiri kata-katanya dengan tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri yang telah terobsesi dengan Adinda.
♡♡♡
MINAL AIDZIN WAL FAIZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN YA. DENGAN KETIKAN ATAUPUN CERITA YANG MENYINGGUNG, HEHE. MAAFIN JUGA CERITA KALI INI ADA KATA MENGUMPAT KASAR HAHA, JUJUR BARU KALI INI ADA KETIKAN ITU. TETAP BACA ADINDA & ABIAN SAMPAI HABIS YA. MAKASIH SEMUANYA JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN HAHA 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
ADINDA & ABIAN
Teen FictionSepasang sahabat yang sama-sama membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua nya. Mereka adalah Adinda Aulia dan Abian Alfiandra Majid, ketua gang bernama 'DreamTeam' Siapa sangka jika mereka akan melengkapi satu sama lain? Hingga s...