Langit malam dengan penuh cahaya bintang beserta bulan. Sekarang Adinda sedang belajar di meja belajarnya yang berwarna ungu. Ia ingin mendapatkan nilai sempurna seperti apa yang diinginkan Alzam.
Dengan beberapa buku yang terbuka dan dengan cewek yang sedang menumpukan kepalanya diantara kedua lipatan tangan. Tampaknya cewek itu sangat frustrasi dengan lembaran-lembaran buku yang berada dihadapannya.
Adinda menghembuskan napasnya dengan gusar. "Ngeselin banget sih, kenapa gue gak bisa masukin materi ini ke otak gue"
Tok tok tok
Tiba-tiba saja, tiga bunyi ketukan yang berasal dari pintu utama rumahnya itu. Dapat mengalihkan perhatian Adinda sekarang.
Cewek itu buru-buru beranjak dari duduknya dan mulai berjalan ke arah pintu utama untuk membukakan seseorang dibalik pintu. Karena ia sekarang sendirian dirumah hanya ditemani oleh Bi Nia dan supir rumahnya Pak Mamat.
Saat telah dibuka, tidak ada siapapun orang yang berada di depan rumahnya. Tetapi terdapat satu bucket bunga yang tersimpan di kursi terasnya.
Ia mengambil itu terdapat pula surat yang terselip di beberapa bagian bunga. Lo udah dapetin semua yang lo mau, sedangkan gue? Gue seperti tidak dianggap sedikitpun.
Adinda membaca surat itu. Dan dengan tangan bergetar, ia tidak tahu siapa yang mengirimi nya surat seperti itu. Adinda kembali masuk ke dalam rumah dengan berjalan mundur.
"Enggak, gue ngga ngambil hak siapapun" rintih Adinda dengan menutup kembali pintu dan duduk dengan kaki yang ditekuk menjadi sebatas dada.
Ia menangis sejadi-jadinya. Dengan menggenggam erat surat itu. Mendengar ketukan di pintu utama lagi, Adinda menjadi mendongakkan wajahnya menatap lurus dengan pandangan kosong kedepan. Ia takut jika itu adalah penerror tadi.
"Din, Lo gak apa-apa? Lo nangis?" ujar seorang cowok yang berbicara dibalik pintu, cowok itu terus saja mengetuk sampai Adinda membukakan untuknya.
Terdengar pula suara anak kecil yang ikut mengetuk pintu. "Ta? Tata, Nda. Buta pintuna"
Mendengar semua suara dibalik pintu. Ia berdiri dan membukanya, cewek itu melihat ada Abian bersama dengan Adik terakhir dari Mama sambungnya, anak kecil itu bernama, Athala Mahendra, Adik Abian yang berusia dua tahun.
(Athala)
Dengan cepat. Adinda memeluk Athala dengan erat untuk mengurangi rasa takut yang ada di dalam dirinya.
Abian seketika mengerutkan kening heran melihat sahabatnya tampak ketakutan seperti ini.
Tiba-tiba penglihatan Abian seketika tertuju pada secarik kertas di genggam oleh Adinda. "Yang dipegang. Itu kertas apa?" tanya Abian ingin mengetahui.
Sontak Adinda meleraikan pelukannya dari Athala. Ia seketika menyembunyikan kertas itu kebelakang punggung nya. "Ah, bukan apa-apa." jawab Adinda sambil tersenyum canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADINDA & ABIAN
أدب المراهقينSepasang sahabat yang sama-sama membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua nya. Mereka adalah Adinda Aulia dan Abian Alfiandra Majid, ketua gang bernama 'DreamTeam' Siapa sangka jika mereka akan melengkapi satu sama lain? Hingga s...