17. Ketakutan

66 10 0
                                    

Langit malam dengan penuh cahaya bintang beserta bulan. Sekarang Adinda sedang belajar di meja belajarnya yang berwarna ungu. Ia ingin mendapatkan nilai sempurna seperti apa yang diinginkan Alzam.

Dengan beberapa buku yang terbuka dan dengan cewek yang sedang menumpukan kepalanya diantara kedua lipatan tangan. Tampaknya cewek itu sangat frustrasi dengan lembaran-lembaran buku yang berada dihadapannya.

Adinda menghembuskan napasnya dengan gusar. "Ngeselin banget sih, kenapa gue gak bisa masukin materi ini ke otak gue"

Tok tok tok

Tiba-tiba saja, tiga bunyi ketukan yang berasal dari pintu utama rumahnya itu. Dapat mengalihkan perhatian Adinda sekarang.

Cewek itu buru-buru beranjak dari duduknya dan mulai berjalan ke arah pintu utama untuk membukakan seseorang dibalik pintu. Karena ia sekarang sendirian dirumah hanya ditemani oleh Bi Nia dan supir rumahnya Pak Mamat.

Saat telah dibuka, tidak ada siapapun orang yang berada di depan rumahnya. Tetapi terdapat satu bucket bunga yang tersimpan di kursi terasnya.

Ia mengambil itu terdapat pula surat yang terselip di beberapa bagian bunga. Lo udah dapetin semua yang lo mau, sedangkan gue? Gue seperti tidak dianggap sedikitpun.

Adinda membaca surat itu. Dan dengan tangan bergetar, ia tidak tahu siapa yang mengirimi nya surat seperti itu. Adinda kembali masuk ke dalam rumah dengan berjalan mundur.

"Enggak, gue ngga ngambil hak siapapun" rintih Adinda dengan menutup kembali pintu dan duduk dengan kaki yang ditekuk menjadi sebatas dada.

Ia menangis sejadi-jadinya. Dengan menggenggam erat surat itu. Mendengar ketukan di pintu utama lagi, Adinda menjadi mendongakkan wajahnya menatap lurus dengan pandangan kosong kedepan. Ia takut jika itu adalah penerror tadi.

"Din, Lo gak apa-apa? Lo nangis?" ujar seorang cowok yang berbicara dibalik pintu, cowok itu terus saja mengetuk sampai Adinda membukakan untuknya.

Terdengar pula suara anak kecil yang ikut mengetuk pintu. "Ta? Tata, Nda. Buta pintuna"

Mendengar semua suara dibalik pintu. Ia berdiri dan membukanya, cewek itu melihat ada Abian bersama dengan Adik terakhir dari Mama sambungnya, anak kecil itu bernama, Athala Mahendra, Adik Abian yang berusia dua tahun.

 Ia berdiri dan membukanya, cewek itu melihat ada Abian bersama dengan Adik terakhir dari Mama sambungnya, anak kecil itu bernama, Athala Mahendra, Adik Abian yang berusia dua tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Athala)

Dengan cepat. Adinda memeluk Athala dengan erat untuk mengurangi rasa takut yang ada di dalam dirinya.

Abian seketika mengerutkan kening heran melihat sahabatnya tampak ketakutan seperti ini.

Tiba-tiba penglihatan Abian seketika tertuju pada secarik kertas di genggam oleh Adinda. "Yang dipegang. Itu kertas apa?" tanya Abian ingin mengetahui.

Sontak Adinda meleraikan pelukannya dari Athala. Ia seketika menyembunyikan kertas itu kebelakang punggung nya. "Ah, bukan apa-apa." jawab Adinda sambil tersenyum canggung.

ADINDA & ABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang