30. Jealous

15 4 0
                                    

Adinda datang memakai gamis berwarna hitam juga kerudung pashmina yang berwarna sama. Tangan sebelah kiri cewek itu membawa satu kotak bekal yang sengaja ia bawa dari rumah.

Ia sudah mengetuk pintu berwarna cokelat terang dan dinding bernuansa cream. Tapi tidak ada satupun yang menyaut dari dalam.

Jadi, cewek itu memutuskan untuk membuka pintu. Dan mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Tapi di dalam rumah itu tampak sepi seperti tidak ada penghuni didalam sana.

Adinda mengerutkan kening. Sambil terus berjalan ke arah tangga yang menghubungkan lantai pertama dengan lantai kedua. Kamar Abian dan kedua adiknya.

Sepertinya Atia, Aiden dan Ansel sedang pergi ke luar. Karena motor hitam Abian masih terparkir di teras rumah tapi mobil putih Atia tidak ada didalam garasi. Begitu pun garasinya tampak terbuka dan terlihat banyak sekali tanaman dan bunga yang bermekaran. Seperti sangat diurus.

Adinda sudah berdiri di depan pintu berwarna putih cerah. Cewek itu mulai mengetuk pintu itu. Tapi sama seperti sebelumnya, tidak ada satupun sautan dari dalam.

Karena Adinda mulai khawatir. Jadi Adinda membuka pintu itu, terlihat Abian terduduk di pinggir kasur dengan kaki yang menekuk menjadi sebatas dada dengan wajah yang disembunyikan diantara lipatan itu.

Melihat seperti itu. Adinda mulai menghampiri dan duduk di pinggir kasur sambil mengelus pelan rambut cowok itu yang sangat berantakan. Dan tentunya dengan pintu kamar yang masih terbuka lebar.

Abian seketika terkejut dengan belaian dari telapak tangan Adinda. Seketika Abian mendongak menatap langsung manik hitam Adinda dengan lekat.

Cewek itu mengerutkan kening heran menatap Abian dengan keadaan seperti itu. Rambut yang berantakan, cowok itu masih memakai baju seragam sekolahnya, dan wajah yang tampak sedang frustrasi dan sedang memikirkan sesuatu.

Adinda menyodorkan bekal yang ia bawa ke hadapan Abian sekarang. Tampak Abian tidak menerima pemberian dari Adinda. "Ian? Ini makanan kesukaan lo, kenapa gak diterima? Gue masak sendiri lho"

Sebelum Abian terima bekal dari Adinda. Cewek itu terlebih dahulu mengedarkan matanya ke arah sudut ke sudut ruangan itu. Terlihat barang-barang ada dimana-mana. Seperti jika Adinda sedang cape dengan keadaan.

"Gue lagi cape, bol. Tolong jangan ganggu gue dulu, ya?" Sebelum Adinda menanyakan apa yang ingin ia tanyakan. Abian mengerti dan berbicara sebelum cewek itu menanyakannya.

"G-gue ganggu, ya?" tanya Adinda dengan nada yang sedikit tercekat di tenggorokan kala mendengar bahwa ia mengganggu nya.

Abian tanpa ragu mengangguk.

Adinda yang melihatnya hanya menunduk lesu sambil berdiri dari duduknya. "Kalau lo butuh gue, tinggal chat atau telepon, ya? Gue akan selalu ada. Lo gak usah khawatir, gue gak terlalu sakit hati sama omongan lo, cuma sedikit, jadi gak usah dipikirin," ujar Adinda dengan senyum manis ia perlihatkan kepada Abian yang menatapnya dengan penuh rasa bersalah.

Cewek itu keluar dengan rasa sakit yang mengganggunya sekarang. Kenapa akhir-akhir ini sikap Abian sangat berbeda? Jujur Adinda lelah dengan sikap Abian yang sering berubah seperti bunglon.

Melihat cewek itu tidak terlihat oleh mata kepalanya. Abian memukul kepalanya dengan kedua tangan yang terkepal kuat. "ARGHHH, GUE CAPEKKK!" keluh cowok itu, ia sekarang beranjak dari kasur untuk membuka pintu balkon agar bisa menghirup udara segar.

 ⁠♡♡♡

Pagi ini Ulangan Tengah Semester akan segera berlangsung beberapa menit lagi.

Adinda sekarang duduk dibaris ketiga. Ia menunduk dengan raut wajah takut dengan hasil yang didapat, tapi ia ingin percaya diri bahwa ia akan mendapatkan nilai bagus karena tadi malam ia belajar sampai begadang.

Guru masuk ke dalam kelas. Suasana yang tadi ricuh menjadi hening, semua siswa duduk sendiri di tempat yang sudah diacak oleh guru.

Ulangan pun berlangsung sampai jam 12.00.

 ⁠♡♡♡

Sekarang Adinda sedang duduk di halaman belakang sekolah. Ia duduk dibawah pohon cemara. ia menunduk sambil memejamkan matanya dengan pikiran yang sedang bergelut hebat disana. "Gue bisa dapet nilai bagus gak ya? Gue bisa bikin orang tua gue bangga atau semakin nyusahin mereka? Abian sekarang ngejauh, jadi gue harus mandiri" batin Adinda.

Ia benar-benar takut mendapatkan nilai jelek seperti sebelumnya. Sebenarnya Adinda sudah belajar semaksimal mungkin, tapi memang tidak mendapatkan nilai bagus. Yang ia idam-idamkan.

Seseorang datang sambil membawakan susu karamel yang berada di tangannya. Ia menepuk bahu Adinda terlebih dahulu dan duduk di bangku kosong yang berada disebelah cewek itu.

Merasakan ada sesuatu yang menyentuhnya ia buru-buru membuka mata dan melihat siapa yang datang.

"Kenapa, Din? Ada masalah?" tanya Rio dengan raut wajah khawatir dengan keadaan cewek itu.

Adinda menggeleng. "Gapapa, Io."

Cowok itu memberikan susu yang ia bawa ke telapak tangan Adinda. "Gak usah sedih ya, kalau lagi sedih. Harus cerita, kalau gak ada tempat cerita lo bisa dateng ke gue kapan pun, ya inces?"

Adinda terkekeh mendengarnya. "Lo tuh siapa sih? Kenapa lo tau panggilan gue pas SD?"

"Gue bukan siapa-siapa"

Adinda menatap lekat ke arah Rio yang jantung nya sudah tidak karuan ditatap seperti itu. Cewek itu menunjuk ke arah Rio agar ia mau mengaku dan menceritakan yang ia tanyakan. "Hayo kenapa? Ini udah kedua kalinya lo panggil gue kayak gitu"

Rio menggenggam telunjuk Adinda yang hanya se kelingking cowok itu. "Jari kecil gak usah sok-sokan nunjuk deh," beber Rio dengan diakhiri kekehan kecil melihat raut wajah Adinda yang sudah menekuk kesal.

Tak lama Rio juga mencubit pipi cewek itu. Ia sudah tidak tahan melihat pipi itu yang bulat dan menggemaskan. "Jangan kaya gitu, nanti gue makan lho. Rawrrrrhhh"

Adinda dan Rio pun bercanda dan tertawa dengan kencang di halaman belakang sekolah yang sepi itu.

Tapi mereka tidak menyadari bahwa ada seseorang yang menatap mereka dari jauh. Tangan cowok itu mengepal kuat kala melihat Adinda dan Rio bercanda dan tertawa.

Arlo datang dibelakang cowok itu. "Bos, pulang gak?" tanya nya tanpa melihat keadaan.

Cowok itu menoleh kearah Arlo yang berada di belakangnya. "Tinggalin gue sendiri disini"

Kedua alis Arlo saling menaut. "Sinis banget sih, Bos. Ada masalah?"

Abian kembali menatap Adinda dengan Rio tanpa menjawab satu patah kata pun. Arlo yang penasaran pun melihat arah mata Abian memandang sekarang.

Ternyata didepan sana berada Adinda dengan Rio. "Oh, gue tunggu dirumah lo, Bos" lontar Arlo meninggalkan Abian sendiri. Sebelum meninggalkan pergi, Arlo menepuk dua kali bahu Abian. "Semangat, Bos. Ngejeles nya"

"Sampai kapan pun, dimana pun, apa pun yang terjadi. Gue akan selalu ngejagain lo, jangan menganggap gue udah gak peduli sama lo, Din," ucap Abian tanpa mengubah pandangan dari cewek itu.

 ⁠♡♡♡

Haii, kita berjumpa lagi. Semoga suka dengan ceritanya ya, jangan lupa vote
@wp.keisya_h
@keisyaaa06

ADINDA & ABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang