31. Berjauhan Sejenak

20 4 0
                                    

Abian berdiri di samping motor hitamnya yang terparkir. Ia melihat Adinda sudah keluar dari lingkungan sekolah masih dengan Rio yang berada disampingnya.

Melihat itu, Abian melangkahkan kakinya menghampiri Adinda dan Rio yang sedang berbincang kecil. Tanpa aba-aba Abian menarik pergelangan tangan cewek itu, Adinda tersentak kaget dengan perlakuan Abian padanya.

Sekarang mereka telah berdiri di tempat motor Abian yang terparkir. Mata Adinda memicing dengan tatapan sinis yang ia lontarkan pada cowok itu. "Kenapa deket banget sama, Rio?" tanya Abian dengan tangan yang dilipat di depan dada.

Adinda melakukan gerakan yang sama seperti Abian sekarang. Matanya pun sedari tadi tidak berubah. Ia masih menatap Abian dengan mata memicing sinis. "Kenapa? Dia baik kok, posesif banget" kata Adinda dengan menoleh ke sembarang tempat.

Mendengar jawaban Adinda yang sedikit tidak mengenakkan baginya. Tangan Abian terulur untuk memegang kedua bahu Adinda yang berada dihadapannya. "Bukan gitu, gue takut aja lo kenapa-napa, Bol"

Adinda tertawa remeh. "Takut? Kenapa? Lo aja suka diemin gue, jauhin gue, kenapa, hah? Gue capek, Ian. Capek, kemarin lo bilang gue pengganggu, sekarang? Mau lo apa sih?" tegas Adinda dan meninggalkan Abian sendiri.

Sebelum Adinda benar-benar menjauh. Abian terlebih dahulu menarik pergelangan Adinda untuk menghentikan langkahnya. "Plis, Bol. Jangan capek sama sikap gue, gue takut, gue takut lo kenapa-kenapa"

Adinda memberontak. Ia berusaha melepaskan pergelangan tangan nya yang digenggam kuat oleh Abian, seakan cowok itu takut jika dirinya benar-benar pergi. "Kita jangan komunikasi dulu, ya? Kita redain dulu egois dan emosi kita, gue butuh istirahat, gue bener-bener capek sekarang" lontar Adinda memberhentikan taksi dan menaikinya.

Abian duduk dengan lutut yang menyentuh tanah, dengan tangan yang berada di kepalanya. Tangan itu tidak diam disana, ia menarik rambut nya dan memukul dengan keras kepala itu. Abian menangis sejadi jadinya. Suasana parkiran dan lingkungan depan sekolah yang sepi membuat Abian leluasa dengan tangisnya.

Sekarang sudah pukul 16.30. Tapi Abian tetap tidak ingin pulang ke rumah, ia seperti ingin mengelilingi kota yang padat dengan kendaraan yang berlalu lalang.

Langit yang biru dengan awan yang menemani langit itu kian berubah menjadi langit hitam dengan petir yang bergemuruh. Tapi suasana itu tidak membuat Abian takut. Ia masih ingin mengelilingi kota untuk menetralkan perasaan nya.

Rintik hujan pun mulai berjatuhan. Rintik itu mulai membasahi semua jalanan dan tempat yang ada, membuat semua tempat itu kian basah dan membuat sebuah genangan.

Tubuh Abian yang hanya dibaluti oleh seragam putih birunya pun mulai membasahi semua bagian tubuhnya. Membuat ia basah kuyup sekarang, Abian berhenti di sebuah lapangan yang luas dan hanya ada satu pohon besar untuk meneduh.

Ia memakirkan motornya, dan mulai bermain dengan air hujan. Tatapan nya kini menatap langit dengan air yang terus saja berjatuhan di wajahnya. Ia menatap dalam dengan perasaan takut, cemas, frustrasi, dan semua yang mengganggu nya, kian luntur bersamaan dengan jatuh nya air hujan di tubuhnya.

Cowok itu sambil terus mengingat kejadian nya dengan Adinda tadi siang di sekolah, memang dia benar-benar egois. Tapi di sisi lain ia juga takut, kalau terjadi apa-apa dengan cewek yang ia sayangi itu.

Abian sekarang duduk dengan lutut yang menyentuh tanah. Sekarang ia menekuk wajahnya dalam, Abian menikmati semua tetesan air hujan yang jatuh di tubuhnya.

♡♡♡

Adinda sekarang berdiri di balkon kamarnya. Ia sambil menatap tetesan air hujan yang jatuh dari genting ke tanah, cewek itu terus memandang seperti ada rasa candu di dalamnya yang tak bisa diutarakan.

Cewek itu juga sambil mengingat perkataannya pada Abian. Jujur, Adinda memang sedang capek sekarang. Ia capek tentang apapun seperti nilai, keluarga dan terutama Abian.

Sepertinya Adinda harus menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum ia kembali melakukan aktivitasnya seperti semula. Dengan munculnya hujan, ia sangat berterima kasih. Seakan Tuhan tahu dengan apa yang terjadi dan dibutuhkan cewek itu sekarang.

Ia tidak benci Abian, ia juga sangat senang di khawatirkan oleh Abian seperti hari ini dan sebelumnya. Hanya saja, Adinda masih memikirkan sikap Abian yang sering berubah-ubah. Saat ia dikatakan cengeng dan kekanak-kanakan. Itu sudah membuat dirinya sakit hati. Tapi anehnya Abian bisa melakukan sifat aslinya seperti tidak ada rasa bersalah padanya.

Kenapa banyak sekali kejadian yang membuat persahabatan nya menjadi renggang seperti ini? Apakah semesta menginginkannya berpisah dengan Abian? Tapi dirinya juga tidak mau, ia sangat-sangat membutuhkan Abian. Dengan kedatangan Abian seperti saat ini membuat hidupnya kembali berwarna.

Mungkin semesta ingin ia dan Abian beristirahat sejenak sebelum kembali melawan ekspetasi yang membuat mental nya jatuh lagi.

 ⁠♡♡♡

Adinda memasuki kelas nya. Ia datang ke sekolah nya menggunakan ojek online yang di pesan dari rumah. Untungnya Abian belum datang, terlihat dari suasana kelas dan situasi di lapangan. Biasanya ia mundar-mandir dengan kesibukan yang sebentar lagi akan lengser.

Sekarang sudah memasuki ulangan hari kedua. Adinda masih yakin bahwa ia bisa mendapatkan nilai sempurna yang ia idam-idamkan sebelumnya.

Adinda duduk disamping Maya yang sedari tadi sudah menatap nya saat ia masuk tadi. Maya melihat wajah Adinda yang murung hari ini. Apakah Adinda tidak akur lagi dengan Abian? Dasar bocah.

Maya mengulurkan tangan untuk merangkul Adinda. Saat datang tadi Adinda langsung duduk dan menidurkan kepalanya diantara kedua tangan yang dilipat. Biasanya cewek itu datang dengan wajah ceria, dan menyapa teman-teman sebarisannya sebelum duduk.

"Din, lagi?" tanya Maya untungnya Adinda mengerti dengan maksud sahabat nya itu.

Adinda mengangguk membenarkan. "Gue cuma deket sama, Rio. Emang salah? Dia kenapa sih takut banget gue pergi" keluh Adinda seraya duduk dengan menatap sembarang arah.

Maya mengerti. Maya juga tahu semua masalah yang terjadi diantara Adinda dan keluarganya. "Dia udah sayang sama lo, Din. Dia gak mau lo pergi? Abian benar-benar gak mau kehilangan lo, dia takut lo kenapa-kenapa"

Memang Adinda mempunyai empat sahabatnya yang lain. Tapi yang mengetahui betul semua masalahnya hanya Maya. Saat kelas mereka masih menduduki kelas tujuh. Adinda terus menceritakan masalahnya sampai ke akar-akarnya. Mungkin Maya bosan mendengar cerita itu. Hanya saja saat itu Adinda belum mengenal Abian dan membutuhkan tempat cerita.

"Iya gue tahu, sekarang gue sama dia jauh-jauhan dulu. Ngeradain ego dan emosi kita" terang Adinda dengan tubuh yang bergetar hebat.

Tanpa aba-aba Maya memeluk cewek itu. Memang sekarang Adinda membutuhkan itu, kemarin Bi Nia saja tidak tahu kalau Adinda mempunyai masalah apapun. Kecuali bertengkar dengan keluarganya.

Saat bertemu Bi Nia kemarin. Adinda merubah wajahnya menjadi seceria mungkin. Membuat Bi Nia di bohongi dengan sikap ceria cewek itu, Adinda memang hebat dalam menyembunyikan rasa sedihnya.

♡♡♡

Semangat buat yang nanti senin ujian. Kita sama kok, hehe.
Jangan lupa vote yaa kalau bisa komen juga. 1 vote bisa kasih semangat ke penulis. Yuk mulai dari hal kecil, jangan jadi pembaca gelap yaa. Terima kasihhh💗

ADINDA & ABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang