Abian datang ke rumah nya dengan wajah yang tidak dapat diartikan. Selepas pulang sekolah, ia langsung pergi untuk pulang tanpa menunggu teman-temannya yang sudah menunggu di parkiran.
Ia melempar tas berwarna hitam itu ke arah kasur dengan kencang. Abian sekarang duduk di tepi kasur dengan punggung yang ia sandarkan ke kepala kasur yang berwarna hitam itu. Kepalanya ia angkat ke arah langit-langit kamarnya. Mata nya pun terpejam dengan semua masalah yang bergulat di kepalanya saat ini.
Dret.. dreet..
Dering telepon yang berasal dari handphonenya pun berbunyi. Menandakan ada panggilan suara yang masuk. Abian merogoh saku celananya yang terdapat benda pipih itu disana.
Terlihat terdapat nama kontak yang terpampang jelas disana. 'Arlo' itu lah nama kontak yang menelpon saat ini. Mengetahui akan hal itu, Abian langsung menyentuh layar handphone nya dan menarik tombol berwarna hijau itu ke atas.
Handphone itu sekarang ia taruh di telinga untuk mendengar kan suara Arlo yang sudah bosan ia dengar. "Kenapa?" tanya Abian tanpa mau basa-basi.
"Lo kemana, jir? Gue sama yang lain nyariin" tanya Arlo.
"Gue dikamar, kenapa?"
"Kita ke rumah lo sekarang"
"Enggak, jangan kesini." tolak Abian mentah-mentah. Seakan teman-temannya mengganggu kedamaian yang ingin ia buat.
"Ini soal, Adinda."
"Gue tunggu dirumah sekarang!" Tanpa berlama-lama sekarang Abian mematikan telepon nya secara sepihak.
Aziel yang berada di sebelah Arlo pun menunjukkan ekspresi wajah seperti orang yang ingin bertanya. "Gimana?"
Mendengar itu Arlo melirik sinis pada Aziel. "Soal, Adinda. Aja cepet, Boss. Lo tuh bucin akut banget"
Aldi yang berada di sebelah kanan Arlo pun menonyor kepala cowok itu. "Boss lo juga, jir"
♡♡♡
Adinda sekarang sedang duduk ditemani dengan semilir angin sore yang sejuk menyentuh kulit tangan nya. Kepala nya mendongak menatap langit berwarna biru dengan motif awan putih yang berjalan diterpa angin.
Kian lama matanya terpejam. Angin itu sungguh membuat Adinda merasa tenang saat ini. Suasana nya pun sangat mendukung, tidak ada bunyi berisik dari tetangga atau motor dan mobil yang berlalu-lalang di jalanan. Andai suasananya seperti ini setiap hari, mungkin ia akan senang.
Lampu kuning sekarang menyorot ke wajah Adinda yang sedang terduduk di bangku halaman di terasnya. Membuat mata Adinda sedikit menyipit karena silauan dari pantulan lampu motor berwarna putih itu.
Standar motor itu juga terdengar seperti memarkir di terasnya. Adinda tidak terlalu terlihat dengan jelas karena tangan kirinya saat ini sedang menghalau cahaya itu. Terlihat samar tapi mampu membuat pandangan Adinda seketika buram.
Saat lampu motor itu mati. Adinda kini dapat melihat dengan jelas siapa pengendara motor berwarna putih itu. Ternyata itu adalah Rio, yang selalu saja ingin di dekat Adinda.
Rio tersenyum manis terlihat dari wajahnya, kaca di helm nya itu tidak menutupi wajah tampan cowok itu. Mungkin bagi sebagian siswi di SMP Lima Sila Trisatya akan pingsan melihat senyuman itu tapi tidak bagi Adinda. Ia menganggap wajah Rio tidak sebanding dengan wajah Abian.
Cowok itu turun dengan membawa kantung plastik ditangan kirinya. Setelah membuka helm hitam yang melindungi kepalanya itu. Ia menghampiri Adinda dan duduk tanpa meminta izin terlebih dahulu pada sang pemilik rumah. Rio rasa itu tidak perlu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADINDA & ABIAN
Novela JuvenilSepasang sahabat yang sama-sama membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua nya. Mereka adalah Adinda Aulia dan Abian Alfiandra Majid, ketua gang bernama 'DreamTeam' Siapa sangka jika mereka akan melengkapi satu sama lain? Hingga s...