36. Jangan Pergi

20 2 0
                                    

WARNING !!!

Adinda dan Abian melangkahkan kakinya menuju ruang dimana seorang Arlo yang biasa kita kenal sebagai anak yang super aktif dan tidak mengenal tempat layaknya anak yang berusia seperti adik Abian, Athala. 

Anggota inti yang melihat keadaan Abian pun seketika panik akan hal itu. Mereka yang sebelumnya duduk dengan tenang sekarang ikut berdiri dan menghampiri Adinda yang berusaha membantu Abian untuk bisa jalan. Bagaimana tidak dahi yang sedikit mengeluarkan darah segar itu terlihat oleh mereka. Tak lupa juga dengan lutut dan sikut yang terbaret akibat gesrekan yang begitu kuat di aspal jalan itu. 

Cahya, Raina, Carina, Hanna juga ikut mengkhawatirkan keadaan laki-laki itu. walaupun Abian menyebalkan tapi mereka masih punya hati nurani untuk mencemaskan kulkas berjalan. "Lo gapapa, Ian?" tanya mereka sontak bersamaan.

Adinda pun kini berhasil mendudukkan Abian pada kursi tunggu yang berada di depan ruang Arlo saat ini. Entah mengapa tubuh Abian saat bertemu dengan Adinda mendadak lesu dan lemas. Padahal sebelumnya baik-baik saja, mungkin hanya nyeri di luka saja. "Santai aja kali, kalian kaya gak pernah liat gue begini aja," ucap Abian dengan nada tenang agar teman-temannya tidak perlu mengkhawatirkan nya lagi. 

"Kok, Bos bisa kaya gini? Lagi?" tanya Aziel yang berdiri dihadapan ketua nya saat ini.

Dengan gerakan cepat telunjuk Abian terangkat untuk berhenti di hadapan bibir nya. Mengisyaratkan untuk Aziel tidak membahas nya lagi dihadapan sekerumpulan gadis-gadis yang tidak tahu apa yang mereka bicarakan. "Nanti kita bicarain di markas"

"Btw, Maya kemana?" tanya Adinda setelah menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan gadis itu. Cahya pun menghampiri dan duduk di samping Adinda ia pun merangkul hangat gadis dengan tatapan sendu yang nyaman itu. "Lo lupa? selain lo yang bucin, ada Maya juga yang sekarang ikut bucin ketularan lo"

"Biarin mereka ngobrol dulu didalam, kasih waktu buat mereka," ujar Aldi memberi saran pada teman-temannya yang ingin melihat keadaan Arlo saat ini.

♡♡♡

Maya pun melepaskan genggaman tangan yang begitu erat dari Arlo. "Kenapa dilepas?" tanya Arlo dengan mata yang dibuat seperti puppy eyes

"Gue gak pernah gini sebelumnya, begitupun sama kak----" perkataan Maya terpotong dengan jari telunjuk Arlo yang berada dihadapan bibirnya sekarang. "Gak usah dilanjut, gue udah tau, jangan ngomongin dia lagi" kata Arlo dengan saling menatap satu sama lain.

"Jeles?" ledek Maya dengan kekehan kecilnya.

Kepala Arlo pun ia palingkan dari hadapan gadis yang duduk disampingnya kini. "Gue gak ada bilang cemburu, gue cuma bilang jangan ngomong masa lalu yang indah itu." jelas Arlo yang tanpa disadari ia berkata seperti itu pada Maya.

Maya tersenyum ketika Arlo cemburu seperti itu. "Kenapa emangnya? Terserah aku dong, kita kan gak ada hubungan apa-apa" cibir Maya, setelah mendengarkan perkataan yang seperti menyinggung dirinya, Arlo pun kembali menoleh pada Maya.

"Kamu mau kita ada hubungan? Nanti kalau aku udah sembuh ya" jawab Arlo dengan mengelus pucuk kepala Maya dengan lembut.

Gadis itu menatap sinis pada Arlo yang sedang mengelus kepalanya saat ini. Jujur jantung nya saat ini sudah tidak karuan dibuatnya. "Idih, sekarang manggilnya 'aku kamuan'"

"Kamu duluan yang mulai ya Maya Putri Rafiansyah"

Mendengar namanya diubah seenaknya oleh laki-laki itu Maya pun mencubit lengan Arlo pelan. "Cantika!" koreksi Maya dengar suara yang sedikit melantang. Arlo pun terkekeh gemas mendengar suara yang begitu indah baginya. "Tapi, kalau kita udah taken, nama belakang lo lebih bagus kalau 'Rafiansyah'" kata Arlo dengan senyuman diakhir pembicaraannya.

Sedangkan Maya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Perasaannya sudah terbang dengan janji-janji manis yang diberikan laki-laki itu padanya. Semoga saat jatuh kembali ke tanah tidak semenyakitkan itu. Maya sendiri tidak tahu perasaan pada Arlo seperti apa sekarang, ia bingung, haruskah ia membuka hati agar laki-laki itu masuk dan membereskan kembali pecahan kaca didalam?

 ⁠♡♡♡

Maya keluar dari ruangan Arlo agar bisa bergantian dengan teman-teman nya yang lain. sekarang giliran Abian yang terlebih dahulu masuk untuk menjenguk tangan kanannya. Maya kini memeluk Adinda dengan erat, ia ingin melunturkan perasaannya yang tercampur aduk didalam sana.

Pelukan itu terjadi cukup singkat dikarenakan dering telepon yang berada di dalam tas birunya. "Bentar May," ucap Adinda dengan tangan yang mencari dimana letak handphone nya secara acak.

Handphone itu sekarang sudah berada di genggaman tangan Adinda, ia pun spontan menjauh dari teman-temannya yang sedang menunggu giliran. Gadis itu menarik bentuk bulat berwarna hijau itu keatas. sambungan telepon kini sudah menyambung dengan seseorang di seberang sana. "Halo yah?" cakap Adinda memulai pembicaraan di sambungan telepon.

♡♡♡

Adinda kembali keserumpulan teman-teman nya yang sedang mengumpul dan mengobrol hal random itu. Langkah kakinya sekarang seperti tergesa-gesa dengan wajah panik dan takut yang bercampur aduk. "G-gue p-pulang dulu ya" pamit Adinda dengan suara yang terbata-bata.

Carina, Hanna, Maya, Raina, dan, Cahya pun ikut berdiri ketika melihat raut wajah yang seperti nya akan ada yang terjadi pada gadis itu. "Lo gapapa kan? gue anter lo pulang ya" tawar Carina pada Adinda yang buru-buru pergi dari tempat mereka menunggu. Sedangkan dua anggota inti, seperti Aldi dan Aziel sudah siap-siap mengikuti untuk melindungi Adinda dengan selamat sampai ke rumahnya secara diam-diam. Mereka melakukan nya secara tulus tanpa adanya paksaan dari hati mereka. Karena Adinda sudah dianggap sebagai adik bagi mereka sendiri di dalam hidupnya.

"Gapapa, gue bisa sendiri kok Na, kalian gak usah khawatir" cakap Adinda untuk teman-temannya tidak khawatir dengannya. 

Langkah kaki Adinda sudah sampai pada tempat dimana ia dan Arkana berbincang kecil mengenai Abian. Arkana masih setia melihat air hujan yang jatuh dari genting lalu turun keatas rumput. Baginya itu adalah hal yang sangat menenangkan. Mendengar langkah yang terburu-buru yang terdengar dari lorong rumah sakit itu, laki-laki itupun menoleh kearah asal suara. Ia melihat seorang gadis yang sebelumnya berbincang kecil dengannya. 

Arkana pun memanggil gadis itu, membuat sang empu berhenti berjalan dan menoleh kearah belakang dimana ia duduk saat ini, laki-laki itu pun berdiri dan menghampiri Adinda yang menunggu Arkana sampai di hadapannya. "Ada apa?" tanya Adinda pada laki-laki dengan gelar sebagai ketua OSIS di SMP Lima Sila Trisatya.

"Lo mau kemana? Gue anter ya?" tawar Arkana

Adinda menggeleng kuat, bukan maksud menolak ajakan yang baik itu untuknya. Tapi dia hanya tidak mau merepotkan orang lain dan tidak mau orang yang dekat dengan nya malah menyesal bertemu dengannya, seperti biasa Adinda memang tidak pernah mendapatkan teman-teman yang dekat dengannya seperti ini. Ia pun tak mau menyia-nyiakan waktu yang menyenangkan ini.

"Diluar hujan, nanti kalau sakit lo gak bisa ujian lusa" seloroh Arkana agar Adinda mengerti akan hal itu.

Mengingat akan hal satu itu, membuat gadis itu terpikir bahwa ada benar nya ajakan Arkana. Bahwa lusa nanti akan diadakan ujian akhir semester ganjil. Adinda pun mengangguk mengiyakan ajakan dari ketua OSIS itu. Abian juga masih berada di ruangan Arlo. "Makasih, Arka. Maaf ngerepotin"

Tangan Arkana terangkat keatas kepala gadis yang memakai kerudung pashmina berwarna merah muda. laki-laki itu mengelus dengan senyum yang mulai terbit seperti layaknya seorang Abang dengan adik perempuan kecilnya.

Hehe gimnaa?? Penasaran sama alur cerita Maya dan Arlo? Nanti kita akan mengarungi lautan Maya dan Arlo di cerita nya yaa!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ADINDA & ABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang