34. Dibalik Semua Ini

16 3 0
                                    

Kelima motor sport dengan warna berbeda pun sudah terparkir dengan sangat rapi dan sejajar satu sama lain. Motor dengan berbeda-beda warna itupun terparkir didepan gedung tua yang sudah terbengkalai mungkin sudah berpuluh tahun dan masih kokoh berdiri.

Keenam cowok itu juga sama-sama melepaskan helm dengan kaca hitam yang menutupi penglihatan kedua matanya. Sekarang Abian beranjak dari jok motornya dan mulai melangkahkan kaki nya untuk masuk ke dalam gedung tua itu.

Abian menoleh ke arah kelima sahabatnya yang kini menatap heran ke arah Abian dan gedung tua di belakangnya secara bergantian. "Bos yakin? Mau masuk?" tanya Aldi dengan raut wajah yang menunjukan ekspresi takutnya.

Cowok yang di tanyakan nya pun mengangguk tanpa ragu. Kedua mata Abian pun kini menatap ke arah Arlo yang sibuk dengan ponsel nya yang ingin menunjukkan bahwa keberadaaan mereka saat ini memang seperti apa yang ia temukan di pelacakkan no telepon tadi.

Abian menghembuskan nafasnya dengan gusar dan penuh harap jika ia akan bertemu dengan pelaku yang menerror dirinya dan Adinda selama ini. Apapun yang terjadi, terjadilah Abian akan lakukan apapun untuk kebahagiaan Adinda tanpa terkecuali.

Srettt...

Satu buah pisau mendarat tak jauh dari keenam anggota inti DreamTeam itu berdiri. Aziel yang mengetahui itu buru-buru mengambil pisau itu dan mengamatinya dengan seksama. Mereka pun mendekati Aziel agar bisa melihat pisau itu dengan lebih jelas lagi. Abian bahkan mengambil pisau itu dan memperhatikannya.

Abian lalu mendongak ke arah lantai gedung paling atas. Terlihat samar-samar bahwa ada seseorang yang sedang mengintai mereka dari lantai atas gedung itu. Dengan cepat juga Abian berlari memasuki gedung itu dan ingin menemui dalang dibalik semua ini.

Sreettt...

Suara itu lagi-lagi terdengar di indra pendengaran ketua DreamTeam ini. Bahkan saat Abian berhenti berlari ia membalikkan tubuhnya untuk menatap kelima sahabatnya itu.

Satu buah pisau sudah menancap di salah satu tangan Arlo. Bahkan saat ini ia merintih kesakitan dalam diam dengan satu pisau yang sudah menancap ditelapak tangan cowok itu.

Ketua itu pun mengurungkan niatnya untuk menghajar dalang dibalik semua penerroran ini. Dan Abian lebih baik menolong sahabatnya yang dalam keadaan kesakitan seperti itu.

Adam dengan cepat menaiki motornya dan siap untuk menumpangi Arlo yang sedang menahan rasa sakitnya itu. Untung saja Adam tidak mengendarai motor jadi dia yang sekarang mengendarai motor Arlo yang berwarna merah itu.

"Kalian duluan aja anter, Arlo. Ke rumah sakit, gue ada urusan bentar." kata Abian menaiki jok motornya dan menunggu teman-temannya mengantar Arlo pergi.

"Gue tunggu lo" balas Arkana dan satu persatu kelima motor itu sudah pergi hingga tidak terlihat oleh kedua mata Abian sendiri.

Abian pun memakai helm full face  nya yang berwarna hitam. Dan menyalakan mesin motor nya untuk pergi meninggalkan gedung terbengkalai itu.

Langit yang sebelumnya berwarna biru cerah kini berwarna abu dengan gemuruh dan cahaya kilatan yang sedang beradu di atas sana. Begitu pula jalanan yang sepi membuat laju motor Abian menjadi lebih kencang lagi.

Satu motor dengan laju kencang berada di belakang motor Abian. Terlihat dari sebelah kanan kaca spion dengan lirikan singkat dari cowok itu. Setelah melihat itu, Abian menambah laju kecepatan di maximal akhir.

Kini, motor yang sebelumnya ada dibelakang Abian, berada di samping Abian. Seorang yang mengendarai motor itu menoleh ke arah Abian dengan wajah yang tertutup semua oleh helm.

Abian yang melihatnya pun yakin, bahwa seseorang yang tidak ia kenali adalah penerror nya selama ini. Insting itu dikuat dengan tingkah laku aneh pengendara itu yang seperti ingin mencelakakan Abian.

ADINDA & ABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang