Chapter 03

604 44 1
                                    

"Sayang, aku mohon, apa kamu bisa mendengarku?" Tampak di belakang Valerie, seorang pria, yang wajahnya sangat persis dengan yang ada di ponsel Valerie. Namun, setiap perkataan, bahkan kehadirannya, seakan Valerie tak menyadari. "Aku mohon, jangan menyakiti diri kamu seperti ini, ini bukan hal yang aku mau."

Kali ini, pria itu memutar badan, dia berdiri di depan Valerie, pun duduk di kursi seberang mejanya. Bertepatan itu, Valerie mulai meneteskan air demi air mata di pelupuk pipi. Segera, dia ingin menyapunya, tetapi yang ada malah ....

Tangannya jadi transparan dan menembus.

"Valerie, mauku ke kamu hanya satu, kamu bahagia, meski itu bukan tanpaku. Kamu harus mengikhlaskan kepergianku, Valerie. Kita tak akan pernah bisa bersama lagi. Aku sedih melihat keadaan kamu terus begini, aku mohon berhentilah merasa bersalah dan terimalah seseorang ... Eric, Eko itu, pria itu pria baik. Bukankah kamu merasa demikian? Sekarang, dengarkan aku, kumohon sekali ini saja bisakah kamu mendengarkanku? Buka hati kamu untuknya, demiku, berhentilah merasa bersalah atas kepergianku yang notabenenya bukan salahmu. Kamu berhak bahagia ...."

Dia ingin menggenggam tangan Valerie, menenangkannya yang terisak.

"Kamu sangat amat berhak bahagia, please Valerie, aku mohon ...."

Sayang, semua yang dia lakukan, dia hanya bisa menembus Valerie.

"Aku masih berada di dunia ini, karena urusanku yang belum selesai, aku tak bermaksud jahat tapi kamu ... adalah urusanku yang belum selesai, Valerie." Rasanya, dia ingin mengusap puncak kepala Valerie. "Awalnya aku senang dengan itu, aku bisa bersamamu lagi, tetapi terlalu lama di sini, aku semakin tersadar perbedaan kita yang amat jauh. Aku sadar aku memang seharusnya pergi, dan kamu harusnya juga sadar kamu juga harus bahagia tanpaku, mengikhlaskan kepergianku, dan mulailah mencintai dirimu sendiri dan seseorang yang bisa membuatmu bahagia. Aku ikhlas kamu melakukan itu semua, Valerie. Aku sangat mencintaimu."

Valerie tampak menyeka air matanya sendiri, pun berusaha menenangkan diri lagi seraya menyeka wajah dengan tisu.

"Kamu jelas butuh seseorang untuk menghapus air matamu, menemanimu dalam suka duka, mencintaimu dengan tulus seperti aku dulu. Siapa pun itu. Aku harap kamu menemukan pria yang tepat."

"Seseorang itu ... yang akan menggantikanku menjaga kamu."

Meski sudah banyak berbicara, Valerie seakan tak mendengar sepatah kata pun ucapan pria itu, dia sendiri pun sadar karena memang alam mereka saat ini sangatlah berbeda. Yang dia bisa, hanya memperhatikan Valerie, yang berusaha menguatkan diri sendiri, kemudian melakukan pekerjaannya sebagai dokter kandungan.

Menemani, berada di sekitarnya, bahkan menunggu di depan ruangan bersama para keluarga besar sosok yang bersalin, menunggu setia kekasih semasa hidupnya di dalam sana.

Valerie benar-benar melakukan pekerjaannya dengan sangat baik dan profesional.

Saat malam, Valerie bahkan memilih tak pulang, dia bermalam di asrama khusus penghuni rumah sakit yang disediakan. Dengan setia, pria tersebut duduk di samping wanitanya, menunggui Valerie yang sepertinya tak akan tidur dengan nyenyak malam ini.

Atau lebih tepatnya, tak tidur.

"Valerie, sebaiknya kamu tidur, kamu seorang dokter yang harus siap sedia dan sigap setiap saat." Ia tahu nasihatnya tak akan pernah sampai, tetapi tetap selalu menyampaikannya, mungkin suatu hari ada keajaiban agar apa yang dia katakan tersampaikan.

Syukur sesuai harapan, Valerie mulai menguap, dan perlahan memejamkan mata. Senyum terulas di bibir pria bermata abu-abu tersebut.

"Good job, Sayang." Dia berpose mencium kening Valerie, dan berusaha agar tak menembusnya. "Good night, sweet dream."

Semoga Valerie tak memimpikan kenangan buruk mereka saat itu ....

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Masuk, Mas Eko! ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang