Eko sampai di rumah dengan perasaan berbunga-bunga, mendapat ciuman pertama kali oleh wanita lain selain ibunya atau ponakannya itu menakjubkan. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang berebut keluar dari perut.
Eko langsung meneparkan tubuhnya ke kasur, membuat gerakan seperti membuat peri salju di tumpukan salju. Pokoknya happy banget.
Sampai, dia teringat satu hal ....
"Oh, benar, Dilon ...." Eko mencari sosok hantu itu, kali ini ia mau membantu, tetapi anehnya dia tak menemukan Dilon di mana-mana.
Namun, di gudang.
"Hah?!"
"Eko, ngapain kamu ke sini?" tanya sang ayah yang kelihatan berantakan, ada di gudang penuh peralatan.
"Eh, maaf, Pah. Aku lagi nyari ... nyari angin." Ayahnya menatap dengan poker face. "Papah sendiri ngapain di sini?"
"Papah habis selesai berkebun."
"Berkebun? Malem begini?" tanya Eko bingung.
Ayahnya tak menjawab, tetapi Eko curiga. Meski dia ayah kandungnya, mirip dengannya pula, tetapi pria ini sangat amat misterius. Apalagi, mantan militer khusus mata-mata.
"Bagaimana jalan-jalan kamu dengan Valerie?"
Eko yang mengingat itu, seakan pemikirannya tersingkirkan dari kecurigaan. Apalagi kalau ingat, muach muach.
"Huaaaa Pah, Valerie nyium aku!"
"Baguslah kalau begitu." Tanpa Eko sadar, ada sebuah jam tangan yang sepertinya disertai barang-barang lain, terkubur di belakang sang ayah.
Sementara itu ....
Valerie, yang sama berbunganya seperti Eko, mulai membaringkan diri dan terlelap, ketika Dilon mulai melangkah mendekatinya, berdiri di sisinya bersama Baxter di sana.
"Bantu aku, ya, Baxter."
Dalam mimpinya, Valerie akhirnya menikah, bersama pria yang kepalanya tak nampak, tetapi dia amat bahagia akan hal tersebut sampai matanya menangkap seorang tamu undangan.
Tamu undangan yang sangat dia kenal.
"Dilon ...." Valerie langsung berlari ke arah Dilon, yang ternyata bersama Baxter sang anjing kesayangan mereka. Dilon berdiri dan tersenyum ke arah Valerie. "Baxter."
"Valerie, selamat atas pernikahanmu, ya."
"Dilon ... maafkan aku ...." Valerie seketika merasa bersalah, karena Dilon adalah tunangannya.
"Valerie, untuk apa kamu merasa bersalah?" Dilon tertawa, memegang kedua bahu mantannya tersebut. "Kamu berhak bahagia, Valerie. Meski bukan denganku. Kamu berhak bahagia, dengan seseorang yang menyayangi, mencintai, menjaga, dan mengobatimu sepenuh hatinya. Yang menyeka air mata kamu pas kamu nangis, yang bantu kamu saat kamu terpuruk, yang nyemangatin kamu saat kamu dalam rasa takut melangkah. Dia, dialah orangnya."
Valerie menoleh ke belakang, ke arah tunjukkan Dilon, dan tampaklah pengantin pria yang kepalanya mulai terlihat. Wujudnya ....
"Eric."
"Kita sudah berbeda dunia, Sayang. Dan memang sudah saatnya mengucap perpisahan, secara damai. Karena memang sudah seharusnya begini. Aku ingin, kamu bahagia, dengan pria baik yang bisa melakukan itu semua, untukmu ...."
"Jangan lagi menyakiti diri sendiri, ya, Valerie. Aku gak marah sama sekali, aku gak membencimu, tapi memang takdir kita membawa kita di sini."
"Aku selalu mencintaimu, sampai kapan pun, itu kenapa kamu harus bahagia, dan mencintai diri sendiri, juga ... mencintai seseorang yang mencintai kamu. Di sana."
Tangan Eko terulur ke arah Valerie, seakan mengajak pengantin bersamanya, sekali lagi Valerie menatap Dilon.
"Berbahagialah bersamanya, Valerie."
Valerie menangis, dia memeluk Dilon. "Terima kasih, aku juga sangat mencintai kamu, selalu." Setelahnya, pelukan terlepas.
Valerie pun berlari ke sisi lain, mendekati Eko yang masih setia mengulurkan tangannya, dan Valerie akhirnya menyambut tangan tersebut dan masuk ke pelukannya.
Mereka lalu menatap Dilon, yang mulai pergi bersama anjingnya, dan Valerie tak menghentikan mereka karena memang ... memang seharusnya begitu.
Dalam tidurnya, Valerie menangis, bahkan hingga terbangun dia menangis, meski demikian ... dia juga bahagia.
"Terima kasih atas jawabannya, Dilon."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk, Mas Eko! ✅
Romance"Tapi, Ko, daripada itu ... apa kamu gak mau masuk ke kehidupan Valerie dan jadi penyembuh luka Valerie?" "Aku berpikir begitu, sempat, tapi aku berpikir lagi. Apa menurutmu ... kalau bukannya menyembuhkan aku malah ... membuatnya semakin terluka?"...