Eko terus mengikuti Bubble sampai akhirnya, mereka sampai di sebuah gang sempit, Bubble menyalak sangat keras dan nyatanya, dia membuat perhatian sepasang insan berhoodie ... yang tampaknya tengah melakukan sesuatu.
Gaya-gaya itu ....
Mata Eko membulat sempurna, benar, Bubble kan anggota K-9 yang menangani kasus ini. Narkoba!
"Heh!" Eko langsung mengangkat kedua tangan karena kini, tertodong senjata api ke arahnya.
Sialan, kampret, Bubble membawanya ke kematian!
Namun, siapa sangka, Bubble dengan berani menerjang tangan pria bersenjata itu, menggigitnya keras hingga tanpa sengaja pelor terlepas, syukur tak terkena siapa pun.
"Argggh! Argh!" Sementara seorang lagi kabur, Eko masih diam kala Bubble melumpuhkan salah satu dari mereka dengan gagahnya. Menjatuhkan senjata api dari tangan yang dia buat hancur, berdarah-darah, bayangkan sekuat apa gigitan seorang Bubble, atau Baxter sang K-9 terlatih.
Eko, langsung tersadar dari lamunannya, dan memilih menelepon polisi akan hal tersebut. Juga, orang tua Baxter, yang ia punya kontaknya karena pernah bertransaksi.
Orang itu langsung diamankan, dan Bubble mendapatkan hadiah atas keberhasilannya menangkap salah satu pengedar narkoba. Dan telah diketahui, Bubble dulu seorang K-9 terkenal milik Dilon Williams, Baxter, yang pensiun karena pemiliknya tiada.
"Pantas saja, dia anjing yang memang berbakat, tak seharusnya dia pensiun dan menyia-nyiakan bakatnya," kata salah seorang polisi, dia siap mengusap puncak kepala Bubble tetapi Bubble menyalak kesal.
"Oh, astaga." Nyaris dia kehilangan jari karena anjing galak ini.
"Dia ... memang begitu pada orang asing." Orang tua Bubble memberitahu. "Itulah kenapa, K-9 mempesiunkannya, karena Bubble sulit beradaptasi lagi setelah kematian pemiliknya. Kami saja perlu waktu lama menjinakkannya ...."
Kemudian, mereka menatap Eko, yang hanya bisa diam seribu bahasa. Bubble pasti masih merasakan sisa-sisa Dilon di dalam dirinya, ia ingat hewan kan bisa merasakan hal mistis karena mata mereka berbeda dengan mata manusia, jadi jangan tanyakan kenapa Bubble bisa sejinak itu.
"Eko!" Eko menoleh, dan dia menemukan ayahnya serta sang supir. "Ya Tuhan, kamu ini benar-benar, baru saja keluar dari rumah sakit kamu sudah ...."
Yah, dia menerima omelan itu, tetapi dia bukan penjahat di sini, huh.
Sementara di satu sisi, seorang pria yang berjalan terpincang-pincang duduk di kursinya, menatap laptop yang tertera di sana. "Oh, ini dia, anjing berengsek yang sama yang menelan sebagian kakiku, akan kuambil nanti kakiku kembali." Ada potret seekor anjing di kantor polisi di sana, anjing yang mendapatkan perhargaan karena menangkap pengedar.
Dan lalu, potret lain, di file email.
"Dan oh, lihat siapa di sini ...." Pria tua nan sangar itu tersenyum lebar. "Roberto, Roberto, lama tak bertemu, apa kamu masih menyukai musik seperti dahulu?"
Dia menekan bel di mejanya, dan tak lama seseorang menghampiri.
"Bawakan aku seorang penembak jitu, untuk makhluk sialan ini."
Seseorang itu mengangguk dan pergi, dan pria tua itu mengulas senyum lebar. "Roberto kawan lama. Apa kamu kebetulan ada di sana, atau memang kamu masih mencurigai teman baikmu ini soal bisnisnya? Duh, sebaiknya kamu menjadi babysitter yang baik untuk anakmu saja dan jangan mengurusku."
"Atau kamu bisa saja berakhir seperti istrimu."
Lalu, di tempat lain ....
Dilon tengah duduk di tepian pelabuhan, sendirian, ketika sebuah gonggongan terdengar. Ia menoleh dan siapa sangka menemukan anjingnya, Baxter, di sana.
"Eh, Baxter." Baxter berlari ke arah Dilon, tampak bahagia, melompat ke pelukannya dan menjilatinya.
Dilon tertawa geli, sampai dia menyadari sesuatu ....
Tidak, dia tidak bisa menyentuh makhluk hidup apa pun. Mata Dilon melotot melihat keadaan anjingnya, yang perlahan transparan, sebelum akhirnya ... hilang dari hadapan.
"Baxter ...."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk, Mas Eko! ✅
Romance"Tapi, Ko, daripada itu ... apa kamu gak mau masuk ke kehidupan Valerie dan jadi penyembuh luka Valerie?" "Aku berpikir begitu, sempat, tapi aku berpikir lagi. Apa menurutmu ... kalau bukannya menyembuhkan aku malah ... membuatnya semakin terluka?"...