"Maksudnya?" Eko nge-lag, bingung.
"Ya, tujuanku itu, menyatukan kita dengan Valerie, setelah beres maka aku akan pergi. Sungguh."
"Sialan, yang ada lo malah terus-terusan sama gue, Valerie itu--"
"Aku yakin kita berjodoh dengannya, Eko. Sungguh." Eko terdiam akan ungkapan tersebut. "Kamu tak percaya? Kita bisa menggaet hati Valerie, pelan tetapi pasti, bersama. Aku percaya mata Valerie, setiap melihatmu, ada rasa cinta di sana dan dia tak mau mengakuinya saja, tepatnya belum mampu mengakuinya karena terbelenggu masa lalu."
"Hah ... gue beneran bikin kepribadian baru buat lari dari masalah." Eko mendengkus pelan, memegang keningnya.
"Eko, Kawan, aku bukan kepribadian jahat, tugasku cuman membantumu, setelah itu sesuai janji, aku akan pergi."
Eko memutar bola mata malas. "Gimana kalau lo keliru, dan Valerie ternyata bukan jodoh gue?"
"Baiklah, itu batas akhirnya, aku akan tetap pergi." Namun, sebenarnya dia yakin mereka akan tetap bersama. "Aku mohon, sembunyikan keberadaanku dari orang lain, oke? Aku janji, tugasku hanya membantu, bukan hal lain, sungguh."
Apa hal ini boleh dicoba?
"Yakin?" Valerie memang mendapatkan sepenuh hatinya, kalau benar bisa ... sepertinya Eko tak akan rugi. "Uh, keknya jangan deh, lo tau kan Valerie punya trauma masa lalu."
"Kita bisa menyembuhkannya, Eko. Kamu punya hal yang bisa menyembuhkan Valerie. Aku hanya akan membantu sedikit, dan sepenuhnya, jadilah diri kamu sendiri untuk mendapatkan hatinya. Kamu bisa, aku sangat yakin akan hal itu, apa kamu lihat tatapan Valerie yang mencintaimu juga?" Eko diam.
Benarkah?
"Gue jadi inget seseorang pernah ngomong jadi diri sendiri gitu." Eko jadi teringat Willy.
"Intinya." Dia segera mengubah topik. "Kita buat kesepakatan. Biarkan aku menolongmu, kemudian aku akan pergi nanti."
"Oke, gue bakal biarin elo nolong gue, tapi sebaiknya lo jangan gegabah, ini badan gue, gue yang berhak seratus persen di sini, kalau lo sampai ngacauin itu ... gue bakalan bikin lo berakhir di rumah sakit jiwa." Eko tak main-main dengan ungkapannya.
"Ya, tentu saja."
"Sekarang, gue manggil lo apa nih? Apa lo punya nama?" tanya Eko, menatap bayangannya dari atas ke bawah. "Eric?"
"Ya, Eric saja."
"Oke, Eric, perjanjian kita putuskan." Eko menghela napas pasrah. "Dan yah gue rasa gue gak punya pilihan lain, gue udah sangat gila sekarang bicara sama diri sendiri dan se-desperate ini karena kehidupan."
Dan kemudian, Eko teringat sesuatu.
"Eh, wait wait wait, apa mimpi gue soal kepolisian, dan anjing Baxter, dan napi serem itu, apa ada hubungannya sama lo?" Eko mulai mendekati cermin, menatap fokus ke bayangannya sendiri. "Kok sekarang gue meragukan lo itu kepribadian ganda gue."
Willy meneguk saliva, ternyata Eko tak semudah itu dikibuli ....
"Siapa lo sebenernya? Siapa Baxter? Gak mungkin cuman kebetulan. Semua itu ...." Eko memegang cermin. "Lo ada di dalam badan gue, gue yakin lo bukan kepribadian gue, gue ... gue pernah liat situasi ini. Di film horor."
Oh, ini buruk.
Eko siap berlari, tetapi tubuhnya sendiri menahan, Eko sungguh bergulat dengan dirinya sendiri.
"Pap--" Saat berteriak ingin memanggil sang ayah, Eko membungkam mulutnya sendiri.
Pergulatan yang sangat mengacaukan sana sini, hingga akhirnya ....
"Hah, hah ... ca-capek ...." Eko kalah, dia tepar di atas kasurnya dengan keadaan keringat membanjiri. "Gue tau ... lo pasti bukan kepribadian gue ... lo itu, lo itu pasti setan, atau sejenisnya, gue yakin ... yakin banget ... keluar lo dari badan gue!"
"Maaf, Eko, aku memang bukan kepribadian gandamu, dan aku ... bukan seperti yang kamu pikir, cuma tujuanku tetap sama. Untuk menjodohkanmu, dengan Valerie."
"Valerie ...."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk, Mas Eko! ✅
Romance"Tapi, Ko, daripada itu ... apa kamu gak mau masuk ke kehidupan Valerie dan jadi penyembuh luka Valerie?" "Aku berpikir begitu, sempat, tapi aku berpikir lagi. Apa menurutmu ... kalau bukannya menyembuhkan aku malah ... membuatnya semakin terluka?"...