"Kenapa wajah kamu itu, apa kamu enggak tidur nyenyak?" tanya sang ayah ketika Eko sampai di meja makan, meski sudah mandi wajahnya sangat kentara lelahnya, dan pria itu duduk di seberang sang ayah.
"Hm, begitulah, capek." Eko menggedikan bahu.
Sebenarnya, andai mimpi itu tak mengganggu, Eko merasa aman, tetapi kali ini mimpinya malah berlanjut. Setelah adegan tembakan pistol, terjadi baku tembak oleh beberapa personil, tetapi ia dan anjing Baxter serta yang lain mengejar sisanya, mereka kejar-kejaran di kegelapan dengan seseorang.
Baku tembak tak dihindari juga di sana, sampai akhirnya menangkap sosok tersebut. Yang katanya, bandar narkoba.
"Lo gak tau segede apa back up gue, lo semua gak bakal bisa memenjarain gue! Argh lepasin!"
"Sepertinya dia masih bawahan ...."
Dan selesai, Eko bangun pagi harinya, meski sejauh ini dia tidur tetapi otaknya seakan tidak, jadi dia amat lelah.
"Haduh, gini amat patah hati," ucap sang ayah, Eko mendengkus karenanya. Bukan sebenarnya, tapi uh sulit menjelaskan.
"Pah." Sang ayah yang tengah menyantap sarapan bergumam menanggapi. "Papah punya anjing namanya Baxter?"
"Tidak." Singkat, padat, bang--akurat.
"Temen Papah?"
"Mana Papah ingat seseorang punya anjing namanya Baxter, lagian ngapain kamu bertanya begitu?" Sang ayah menatap putranya aneh. "Kamu sarapan dan tidur lagi saja, Papah merasa kamu perlu istirahat lebih banyak. Kamu semakin ngawur, Rachita juga bilang kamu mukul diri sendiri."
"Uh, oh, itu ...." Bagaimana Eko menjelaskannya, haruskah dia menyebut keanehannya saat ini?
Uh, dia tak tahan memendamnya sendiri sekarang, ini sudah sangat keterlaluan.
"Sebenarnya, ada nyamuk nemplok di pipiku, dan karena lagi kesel saat itu jadi aku mukul kekencengan." Tidak, tidak, bukan itu yang mau Eko katakan. Dia mulai bicara sendiri lagi.
Argh, dia juga gak bisa gerak. Sebenarnya kenapa ini?
"Hadeh, kamu ada-ada saja, Eko." Ayahnya menggeleng miris dan dia mengulas senyum.
Tidak, tidak, badannya sepenuhnya gerak sendiri. Eko mau berteriak meminta tolong sang ayah, tetapi percuma, mati rasa. Eko lalu makan dengan lahapnya tanpa dia mau, padahal dia tak berselera makan, sebelum akhirnya memasuki kamar lagi.
Saat itulah, belenggunya terlepas.
Napas Eko memburu, pun dia menatap kedua tangan dan badannya sendiri.
Ada apa dengannya? Ini di luar nalar.
Ia rasa ... ia ....
Mata Eko menatap ke arah cermin di hadapan, fokus menatap dirinya sendiri. "A-apa aku punya kepribadian ganda?" Eko teringat film superhero kepribadian ganda yang ia tonton. Kondisinya agak mirip, kah?
Itu mungkin ... sakit patah hatinya Eko memang pernah berinisatif jadi orang lain gitu, tapi tak menyangka ....
"Benar, aku kepribadianmu yang lain."
"Hua!" Eko memekik, dia bahkan sampai terduduk di lantai, mulutnya bicara sendiri tadi, dia bisa melihatnya seakan ada dua orang bicara berhadapan.
Sungguh!
Namun perlahan, Eko berdiri, menatap ke cermin lagi. Masih dengan wajah syok.
"Ba-bagaimana bisa? I-ini gak mungkin, gak." Eko harus ke rumah sakit jiwa. Ini sudah di luar nalar.
Akan tetapi, saat mau jalan, kakinya nempel di tempat. "Heh! Pa-Pammhhh!" Baru mau memanggil ayahnya, mulut Eko dibungkam tangannya sendiri.
"Tenanglah, Eko, tenanglah. Jangan bertindak gegabah!"
"Gimana gue bisa tenang kalau gue punya penyakit jiwa?" Eko bertanya balik dengan panik.
"Tidak, tidak, Eko, dengarkan aku dulu. Aku mungkin kepribadian gandamu tapi aku tidak jahat, sama sekali."
"Gak jahat?" Eko tertawa miris. "Lu nampar gue, lu juga injek kaki gue, gerakin badan gue seenak jidat, gak jahat?!"
"Oke, maaf, aku tak bermaksud dengan itu semua, karena tujuanku hanya satu." Eko mengerutkan kening, bingung. "Menyatukanmu, dengan jodoh kita, Valerie."
Ha?
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk, Mas Eko! ✅
Romance"Tapi, Ko, daripada itu ... apa kamu gak mau masuk ke kehidupan Valerie dan jadi penyembuh luka Valerie?" "Aku berpikir begitu, sempat, tapi aku berpikir lagi. Apa menurutmu ... kalau bukannya menyembuhkan aku malah ... membuatnya semakin terluka?"...