"Mas Eko, kamu kenapa?" Oksigen terasa semakin menipis, ini reaksi yang tak pernah Eko alami, sama sekali, lalu kepalanya mulai berputar. Tubuh ini tak kuat, sangat tak kuat.
Dilon segera melompat keluar dari tubuh Eko. "Astaga, Eko ...." Dia sadar, karena ingatannya soal kecelakaan itu, merasuk ke ingatan Eko, hingga terjadi serangan panik karena dipicu kejadian familiar.
Dulu, Valerie pernah mengalaminya, perlu bertahun-tahun menjalani terapi untuk itu. Dilon tak menyangka niat baiknya malah membawa rasa sakit ke orang ... yang sama sekali tak ikut campur dengan masa lalu.
"Valerie, keknya Mas Eko kena serangan panik, kita harus bawa dia balik ke rumah sakit."
Serangan panik? Kenapa? Apa yang memicunya?
Ketiganya segera membawa masuk Eko lagi ke mobil, kali ini teman Valerie yang menyetir dan temannya yang lain di depan. Sementara Valerie, memegangi Eko yang masih kesulitan bernapas. Tubuhnya gemetaran dan lemah. Valerie sangat khawatir.
Dia segera memeluk pria tersebut erat. "Sssttt, sssttt, tenanglah ... kamu kenapa, Mas?" Dia berusaha menenangkan Eko.
Sementara Dilon yang duduk di belakang Valerie, hanya bisa menatap dengan rasa bersalah. Acara makan di luar terpaksa batal, dan kini Eko yang berakhir pingsan dirawat di salah satu ruangan di rumah sakit itu. Kini, Valerie, memilih menjaganya sampai ayah Eko datang.
Valerie khawatir sekaligus bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada pria malang ini, dan dia hanya bisa memegang tangannya sambil berusaha menguatkan Eko. Dia juga teringat ... bagaimana dirinya di masa lalu.
Sementara itu, Dilon yang memperhatikan di belakang mereka, masih dilanda rasa bersalah.
Tak butuh waktu lama untuk walinya datang, Valerie langsung berdiri setelahnya kala sang ayah menghampiri Eko.
"Apa yang terjadi pada Eko, Valerie?" tanya Robert, menatap putranya sendu.
"Kami tadi mau makan siang, dan kali ini di luar, seperti biasa Om, tapi, tiba-tiba saat di mobil, Eko kena panic attack, Om." Valerie menjawab sesuai yang ia lihat. "Apa ... Eko punya trauma?"
"Trauma?" Robert mengusap puncak kepala Eko. "Dia sudah lama berdamai dengan kematian Ibunya, jadi mustahil kalau hal tersebut memicunya." Lagi, sang ibu meninggal dengan tenang, tak mungkin.
"Apa ... apa karena aku, ya, Om?" tanya Valerie khawatir.
"Sepertinya hubungan kalian baik-baik saja, kan? Hanya karena cinta ditolak, tak mungkin Eko begitu." Valerie terdiam, ternyata ayah Eko tahu dia menolak cinta Eko.
"Maaf ...."
"Tak perlu minta maaf, kamu wanita, berhak memilih, dan kami mengerti perasaan kamu."
"Nggh ...." Keduanya menatap Eko yang melenguh.
"Eko, apa kamu baik-baik saja?" Sang ayah bertanya pada Eko yang mulai sadar, perlahan Eko mengerjapkan mata dan menatap sekitaran, terutama berhenti pada Dilon yang ada di belakang Valerie.
"Uh ...." Eko sadar dia tadi kena serangan panik, kaget, karena mengingat bagaimana kecelakaan itu merenggut nyawanya. Oh, bukan, nyawa Dilon, tetapi karena ingatannya merasuk dia malah merasakan itu terjadi padanya.
Ini kondisi yang aneh dalam berbagi ingatan.
"Eko, sebenarnya kamu kenapa? Apa ada hal yang kamu tak bilang pada kami sampai-sampai kamu kena serangan panik?" tanya sang ayah kembali karena Eko malah hanyut dalam isi kepalanya yang kalut. "Eko, Papah sudah bilang ini dari dulu, jangan pernah memendam semuanya sendiri. Kalau kamu mau nangis, nangis saja, marah, marahlah, kamu jangan memedam emosi kamu karena bisa saja meledak sewaktu-waktu. Apa yang sebenarnya kamu alami, Eko?"
Haruskah Eko bilang ada hantu, tunangan Valerie, yang menghantuinya dan membagikan kenangan padanya? Tidak masuk akal.
"Eric, jawab Papah, Nak."
Eko malah cengengesan. "Gak tau, Pah."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk, Mas Eko! ✅
Romance"Tapi, Ko, daripada itu ... apa kamu gak mau masuk ke kehidupan Valerie dan jadi penyembuh luka Valerie?" "Aku berpikir begitu, sempat, tapi aku berpikir lagi. Apa menurutmu ... kalau bukannya menyembuhkan aku malah ... membuatnya semakin terluka?"...