"Eko, jangan main-main, ini demi kesehatan mental kamu juga. Apa kamu ... teringat soal Mamah kamu? Atau ada hal lain?" tanya sang ayah, Eko semakin bingung harus jawab apa.
"Mas Eko, apa ini ... karena aku?" tanya Valerie, memang ada hubungannya dengan Valerie tapi bukan salahnya. Sama sekali.
Tak lama, yang lain pun datang, siapa sangka semuanya jadi datang karena Eko. Adnan, Rachita, tiga bocil mereka, Frans, Julia, kecuali orang tua Rachita yang ada di kampung.
"Eko, bagaimana keadaan kamu? Robert, apa yang terjadi sama Eko?" tanya Frans khawatir.
"Dia kena serangan panik, entah apa pemicunya."
"Serangan panik itu apa, Grandpa?" tanya Tanaya dengan polosnya.
"Itu artinya Uncle Eko diserang panik, harusnya Uncle Eko serang balik aja!" Banyu menjawab asal.
"Banyu ...." Ibunya menegur.
"Eko, akhir-akhir ini sikapnya memang aneh, tapi siapa sangka ...."
"Bla bla bla ...."
"Bla bla bla ...."
Eko ber-poker face melihat sekitarnya yang mulai berbicara ini itu, keluarganya memang suka over menanggapi sesuatu, padahal keanehan Eko bukan karena sakit fisik apalagi mental. Atau mungkin sakit mental sedikit, sih. Dia lalu menatap ke samping, di sela keriuhan segalanya, tampak Valerie yang menatap balik dengan rasa bersalah.
Pula, di sampingnya, ada Dilon, yang juga sama.
"Masuk sebentar," ucap Eko, ia ingin berkomunikasi sebentar dengan Dilon.
Dilon masuk ke tubuhnya. "Maaf, aku tak tahu semuanya bisa serunyam ini."
"Dah, gak usah minta maaf, semuanya udah runyam. Kita perlu alasan valid, no debat, kamu ada ide?"
"Aku ... entahlah ...." Dilon pasrah. "Memberitahukan keberadaanku juga bukan sesuatu yang buruk."
"Aku yang bakalan malu soal itu, tolonglah bantu aku berpikir." Eko menekankan, dia tak mau masalah memalukan ini terungkap di hadapan keluarganya, pokoknya jangan. Setidaknya disangka gila lebih baik kebanding disangka gila dengan semua khayalan yang ada.
Sama saja sih, tapi intinya Eko tak mau!
Mana ada juga keluarganya yang bakal percaya.
"Ini akan sulit, sebaiknya kita tetap tutup mulut."
"Uuuuh, diem diem diem, aku makin pusing. Napasku, napasku." Eko berperaga kembali terkena serangan panik. "Hah, napas, susah napas."
Sang ayah segera menekan tombol darurat dan perawat pun datang mengurus Eko, semua keluarganya segera keluar dari sana termasuk Valerie dan Dilon. Semuanya khawatir dengan keadaan Eko.
Terutama, Valerie.
"Tak menutup kemungkinan Eko teringat kenangan tentang ibunya, saat dulu Eko sangat takut ditinggalkan, jadi bisa saja ...." Sang ayah berbicara pada keluarganya.
Valerie yang mendengar itu, merasa semakin bersalah. Ditinggalkan?
Apa benar itu semua karena dia ditinggalkan Valerie? Setelah kejadian penolakan itu, Eko memang terlihat tak lagi sama.
"Valerie, Eko begitu karena dia merasakan rasa sakitmu, rasa sakit kita di masa lalu ... ini salahku." Dilon berusaha menjelaskan semuanya. "Demi ambisiku yang egois, aku mengacaukan hidup seseorang. Apa yang sebenarnya aku lakukan? Itu salah atau benar?"
Menjodohkan Valerie dan Eko, apa itu hal yang benar?
Sebaiknya ....
Dilon langsung menghilang dari sana.
"Bu, Pak, Adnan, Rachita," panggil Valerie, semua yang ada di sana menoleh. "Sepertinya, akulah, penyebab utama Eko terkena serangan panik."
"Aku membuat dia merasa ditinggalkan seseorang, karena aku menolak cintanya."
"Jadi, biarkan aku yang bertanggung jawab, mengobati Eko, aku janji tak akan meninggalkannya dan terus bersamanya." Valerie mengajukan diri, membuat keluarga Eko tercengang. "Maafkan aku, semuanya. Aku akan menebus kesalahan ini. Aku ... akan menerima lamaran Eko."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk, Mas Eko! ✅
Romance"Tapi, Ko, daripada itu ... apa kamu gak mau masuk ke kehidupan Valerie dan jadi penyembuh luka Valerie?" "Aku berpikir begitu, sempat, tapi aku berpikir lagi. Apa menurutmu ... kalau bukannya menyembuhkan aku malah ... membuatnya semakin terluka?"...