Di sebuah kamar bernuansa biru terlihat seorang pria yang sedang merapikan seragam sekolahnya. Setelah itu, ia berjalan keluar kamarnya untuk bergabung bersama keluarganya yang sudah menunggu di meja makan.
"Pagi, Ma, Pa," sapa pria itu menyalimi kedua orang tuanya.
"Pagi, Nak," balas Mama dan Papanya.
"Kita gak disapa?" protes adik bungsunya dengan raut cemberut.
"Pilih kasih banget, Bang," sahut adik keduanya.
"Kayak baru pertama kali aja, kan udah biasa Bang Ar gak sapa kita. Si cuek dan cool kan," sindir anak kedua keluarga itu.
Sedangkan yang disindir hanya diam seakan tak peduli dengan ocehan adik-adiknya, ia dengan santai menguyah roti yang disiapkan Mamanya. Sedangkan kedua orang tuanya hanya menggeleng melihat aksi perotes itu.
"Aku pergi dulu, Ma, Pa," pamit pria yang dipanggil Ar itu.
"Bang, aku mau bareng abang ya," ujar adik bungsunya, pria itu hanya mengangguk.
"Yeay," serunya senang, lalu ia menyalami kedua orang tuanya dan meledek kedua Kakaknya.
"Dih, Bang Ar pilih kasih banget," decih anak ketiga keluarga itu.
"Tenang, Dek, kan masih ada Bang Al," sahut Papanya melihat wajah cemberut anaknya.
"Iya, Dek, biarin aja si manja itu biar sama Bang Ar yang kayak kulkas berjalan," timpal orang yang di panggil Al itu.
"Udah, daripada ribut terus lebih baik kalian siap-siap untuk pergi ke sekolah sebelum terlambat," ujar Mamanya menengahi perdebatan itu.
"Kalau gitu kami pergi ya, Ma, Pa."
"Aku juga berangkat ke kantor ya, Sayang, kabari kalau kamu perlu sesuatu," pamit Sang Suami seraya mengecup dahi Istrinya.
***
Seorang gadis berambut pirang berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya, ia berjalan bersama kedua sahabatnya. Mereka berbicara dan bercanda selama menuju ke kelas, sampai mereka terdiam saat bertemu dengan Sang Idola sekolah.
"Itu gebetan lo makin ganteng aja," ucap seorang gadis berkulit sawo matang dan memiliki senyum yang manis seperti caramel.
"Gila, makin cool aja tuh orang, mana gak ada ekspresi tuh muka. Lurus kayak jalan tol," sahut temannya berwajah imut yang merupakan keturunan Jepang.
"Iya, gue makin suka sama dia, tapi susah banget dapetin dia," ujar gadis pirang dengan wajah lesu.
"Lo harus semangat, gue yakin cepat atau lambat dia juga bakal lunak sama lo."
"Bener tuh, gak mungkin sih cowok normal nolak cewek secantik lo."
Gadis itu menatap kedua sahabatnya, ia terharu dengan dukungan dari mereka. "Makasih guys, gue pasti bisa buat dia cair, gue juga yakin suatu saat nanti gue bakal bisa bersama dia."
"Nah gitu dong, lo harus semangat dan percaya diri."
"Ayo, ke kelas."
Mereka melanjutkan langkah menuju kelas, tanpa mereka sadari sejak tadi seseorang memperhatikan interaksi mereka. Orang itu tersenyum misterius mendengar percakapan ketiga gadis itu.
***
"Perjuangan dan pengorbanan yang tak dihargai memang sangat menyakitkan, apalagi oleh orang yang kita sayangi. Sebelum penyesalan itu tiba, maka cobalah untuk hargai seseorang yang berada di sekitarmu."
Kalimat itu ia baca dan ia resapi maknanya, merenungi apa yang telah terjadi satu tahun ke belakang. Ia tidak ingin menyesali apa yang terjadi di hidupnya, kesempatan tidak datang dua kali.
"Gue harus gimana? Dia pasti salah paham karena masalah kemarin," gumam pria itu menatap gelombang air pantai yang begitu tenang.
Dengan seragamnya yang masih melekat di tubuhnya, ia sengaja memacu motornya menuju pantai ini. Tempat pertama kali dirinya, membawa seorang gadis yang memiliki senyum menawan dengan gummy smile-nya.
"Seharusnya ini gak terjadi, seandainya dia gak datang dan merusak semuanya." Ia melanjutkan monolognya, mengacak rambutnya dengan frustasi.
"Masa lalu sialan, KENAPA LO HARUS DATANG!" Pria itu berteriak frustasi, memaki penyebab hubungannya dan gadis yang menyembuhkan lukanya merenggang.
"Kenapa gak pulang?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang tanpa ia sadari.
Pria itu membalikan badan dan terkejut dengan kedatangan gadisnya.
"Kenapa kamu ada di sini?"
"Menyusul pria keras kepala yang gak pulang sejak siang tadi," sindir gadis itu menatap pria di depannya dengan datar.
"Kamu masih marah?" Pria itu menghampiri gadisnya, menggenggam tangannya dengan lembut.
"Untuk?"
"Kejadian kemarin."
Gadis itu melepaskan genggaman tangannya dengan cukup kasar, ia menatap kecewa kekasihnya.
"Sejujurnya aku sangat kecewa dengan reaksi kamu, apalagi kamu sampai lupa sama kehadiran aku." Matanya berkaca-kaca, ia menegadah menatap langit malam yang menghiasi pantai.
"Aku berpikir bahwa sebenarnya kamu menjadikan aku sebagai pelampiasan. Kamu belum selesai dengan masa lalumu," sambungnya dengan suara bergetar.
Pria itu memejamkan mata saat mendengar suara kekasihnya yang bergetar, menandakan bahwa kekasihnya sedang menahan tangis.
"Maaf, My Gummy, aku gak bermaksud kayak gitu. Aku udah lupa sama dia, gak ada rasa cinta yang tersisa untuk dia."
"Bohong, pada kenyataannya kamu belum selesai dengan masa lalu. Jika belum selesai dengan masa lalu, jangan memulai hubungan baru dengan seseorang yang tulus sama kamu."
***
Gimana nih prolognya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLY TODAY (END)
General Fiction"Love is like war; easy to begin but very hard to stop." Kalimat itu yang selalu menjadi pegangan seorang Arzeendra Harlan atau yang kerap disapa Zee. Arzeendra memiliki 3 orang adik, sosok Kakak penyayang walau cuek. Seorang pemuda yang sulit dita...