"Pulang?" tanyaku pada Chika yang sudah duduk di sampingku. Hari ini aku sengaja menggunakan mobil, mengingat cuaca yang sedang tak menentu.
Chika menoleh padaku, menatap heran. Mungkin ia heran karena tak biasanya aku menanyakan hal seperti itu. "Tumben? Biasanya juga langsung tancap gas tanpa nanya," kata Chika.
"Hm," tanggapku diam, lalu menyalakan mobil tanpa bertanya lagi pada Chika.
"Kok diem sih, emang lo mau ajak gue ke mana?"
Aku tahu Chika menatapku, tetapi aku sengaja mengabaikan itu, karena jika kami bertatapan maka jantungku akan semakin menggila.
"Lo mau ke mana?"
"Malah balik nanya, gue mau ke toko buku dulu. Lo mau antar gue?"
Aku tersenyum tipis membalas ucapan Chika, lalu kuarahkan mobilku menuju toko buku yang tak jauh dari sekolah. Gadis cantik yang duduk di sampingku terdiam, menatapku tak percaya, ia terkejut saat aku membawanya ke toko buku ini.
"Ayo turun," ucapku mengabaikan tatapan terkejutnya. Dengan cepat aku turun dari mobil dan berlari ke arah pintu samping, membukakan pintu untuk gadis manis itu.
"Makasih, Zee," ucap gadis gummy smile itu. Senyum yang membuat semua orang terpikat, senyum yang harus dijaga agar tetap terpatri di bibirnya dan senyum yang menjadi daya tarik dirinya.
"Hm," sahutku tanpa mengatakan apapun kugenggam tangan Chika yang jelas membuat gadis itu terkejut.
Kami berjalan memasuki toko buku itu, awalnya aku mengikuti ke mana Chika berjalan. Kutemani dia mencari buku yang ingin dibelinya, setelah beberapa menit berkeliling dan memilih buku menemani gadis di sampingku. Aku membayar buku yang dibeli Chika, walau awalnya dia menolak.
"Totalnya tiga ratus dua puluh ribu, Kak," ucap Kasir itu, aku mengeluarkan uang tiga lembar seratus ribu dan satu lembar lima puluh ribu.
"Kembaliannya ambil aja," kataku seraya mengambil buku yang dibeli Chika.
"Kok dibayarin sih, Zee, gue ganti ya," ujar Chika menggoyangkan tanganku.
"Gak usah," balasku seraya menarik tangan Chika menuju mobil.
"Sini gue aja yang bawa." Aku menjauhkan buku yang dibeli Chika, membuat gadis itu berdecak kesal dan aku terkekeh lucu karena ekspresinya yang menggemaskan.
"Udah gak apa-apa, gue aja," ucapku mengusap kepala gadis itu, Chika mendadak terdiam kaku. Dahiku mengerut bingung dengan respon Chika yang terdiam dengan pipi yang merah merona.
"Kenapa, Chik?"
"Ah, gak apa-apa. Ayo Zee," kata Chika yang berjalan mendahuluiku.
Aku terkekeh melihat tingkah gadis itu, lucu rasanya melihat gadis itu dengan berbagai ekspresi lucunya. Saat menyusul Chika, tiba-tiba seseorang menabrakku, membuat aku hampir menjatuhkan barang bawaanku.
"Maaf, maaf gue gak sengaja," kata orang itu mengulurkan tangannya meminta maaf. Kutatap orang di depanku dan sedikit terkejut melihat orang di hadapanku.
Tanganku terkepal melihat orang itu, membangkitkan rasa amarah dan emosi yang terpendam. Tatapan tajam ku layangkan padanya yang menatapku terkejut, tanpa menunggunya berbicara aku pergi menuju mobil di mana Chika sudah menunggu.
"Ya ampun, Zee, kenapa?" Chika bertanya saat aku sudah masuk ke dalam mobil dan membanting pintu cukup keras, membuatnya terkejut.
"Gak, Chik," jawabku berusaha mengontrol emosiku, aku tidak ingin Chika yang tidak bersalah terkena imbasnya.
"Rileks ya, Zee, apapun yang buat kamu emosi seperti sekarang, aku akan selalu ada buat kamu," ucapnya menarik tangan kiriku yang terkepal, ternyata sedari tadi ia menyadari emosiku. Bahkan tanpa diceritakan pun, Chika sepertinya paham apa yang aku rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLY TODAY (END)
General Fiction"Love is like war; easy to begin but very hard to stop." Kalimat itu yang selalu menjadi pegangan seorang Arzeendra Harlan atau yang kerap disapa Zee. Arzeendra memiliki 3 orang adik, sosok Kakak penyayang walau cuek. Seorang pemuda yang sulit dita...