Part 8

1.4K 154 6
                                    

Setelah cukup lama mengguyur diri, Zee berganti pakaian. Ia merenung di atas ranjangnya, menatap figura dirinya dan Marsha yang diambil sebulan lalu.

"Ternyata gini rasanya, Sha." Zee tersenyum sendu, ia tak menyangka bahwa gadis yang dijaga dan dicintainya selama satu tahun ini menghianatinya.

Lebih tak menyangkanya lagi, Marsha mengatakan bahwa dirinya adalah sahabat gadis itu. Miris, itu kata yang tepat untuk kisah cinta Zee.

"Gak nyangka, Sha. Aaaaaah!" Zee berteriak frustasi dan melemparkan figura itu ke pintu kamarnya.

CRENG

Figura itu pecah begitu saja, hancur berantakan di depan kamar Zee. Ia tak peduli dengan foto dan pecahan kaca yang ada di sana, lebih memilih menenggelamkan kepalanya di lutut.

Katakan saja Zee cengeng karena menangis seperti sekarang, sebab orang lain tidak akan mengerti apa yang ia rasakan saat ini.

Tak lama pintu kamar Zee yang sebelumnya diketuk, terbuka dan menampilkan sosok Chika yang masuk tanpa melihat ke depan. Saat masuk, tak sengaja ia menginjak pecahan kaca yang berserakan di depan pintu.

"Aaww ..." Ia meringgis kesakitan saat serpihan kaca menusuk telapak kakinya. Darah segar keluar begitu saja.

Mendengar ringgisan kesakitan membuat Zee mengangkat kepalanya dan terkejut melihat Chika yang meringgis memegang kaki kirinya yang sakit.

"Chika."

"Zee, aww."

Melihat gadis itu kesakitan membuat Zee turun dari ranjang, ia menghampiri Chika dan menuntun gadis itu untuk duduk di sofa kamarnya.

"Duduk, gue ambilin obat dulu."

Walau sedih dan kecewa tak membuat Zee menjadi manusia yang tega dan tak peduli. Ia tetap harus bertanggungjawab atas luka yang Chika alami saat ini. Setelah mengambil obat di laci nakasnya, Zee menghampiri Chika dan duduk di bawah.

"Tahan ya, agak sakit sedikit." Chika mengangguk, sesekali ia meringgis saat Zee mengobatinya. Tak lama, Zee membalut kakinya dengan kasa, ia membereskan kotak P3K itu dan menyimpannya kembali.

"Maaf udah buat lo luka," kata Zee duduk di samping Chika.

Chika menggeser duduknya dan menghadap ke arah Zee, menatap mata pria itu yang terlihat memerah. Chika tahu bahwa Zee baru saja menangis, itu terlihat dari sorot sendu yang ditunjukkan mata Zee.

"Gak apa-apa, makasih ya udah diobati." Zee hanya mengangguk, lalu ia terdiam dengan sorot mata kosong.

"Why, Zee? Gak biasanya kayak gini," kata Chika.

Pertanyaan itu tak mendapatkan jawaban dari Zee, membuat Chika terdiam membiarkan Zee dengan pikirannya. Ia melihat foto Zee dan kekasihnya yang berada di antara pecahan kaca itu dan saat itu juga Chika memahami apa yang terjadi.

"Zee, gue tahu lo gak baik-baik aja. Gue temenin lo buat bangkit ya," tutur Chika lembut, membuat atensi Zee beralih padanya. Ia tersenyum tipis mendengar ucapan Chika.

"Gue boleh peluk lo?" izin Zee menatap Chika dalam.

Tanpa diminta dua kali, Chika menarik Zee ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Zee yang bergetar, Chika menjadi saksi betapa hancurnya Zee saat itu dan betapa terpuruknya seorang Arzeendra Harlan karena seorang perempuan.

***

Setelah cukup lama membujuk dan menghibur Zee, akhirnya Zee berkenan untuk turun dan menuju ruang makan. Semua yang ada di sana menatap Zee khawatir, saat Christy hendak mengeluarkan suara, Chika menggeleng memberi kode untuk tidak bertanya apapun.

ONLY TODAY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang