Regina akhirnya berhasil mandi dengan tenang, ya, belajar dari apa yang dilakukan pelayan waktu memandikannya semasa akan dihantar sebagai persembahan. Usai mandi, Regina tergesa-gesa mencari jendela. Tak sabar melihat keelokan langit pagi yang mungkin sudah ia lupakan. Namun sebelum Regina menemukan jendelanya, Javas datang.
"Ayo ikut aku, Sayang."
Masih waspada Regina bertanya. "Ke mana?"
"Aku bahkan tidak memakanmu kemarin, percayalah padaku." Javas mengulurkan lengannya. "Kita pergi ke balkon, melihat langit."
Ya, baiklah. Javas adalah pria yang baik, setidaknya sampai saat ini. Memberinya daging, ranjang yang empuk, udara segar, bahkan membiarkan Regina berbicara dengan bebas. Regina memutuskan akan mencoba membuka sedikit hatinya, untuk kali ini saja. Digenggamlah tangan gagah itu. "Ayo."
Javas menarik lembut Regina demi melangkah ke sudut lorong Mansion. Sampai mereka di balkon tujuan. Tunggu, ada yang aneh. Langit cerah tak ada dan malah tersisa kegelapan yang merapah. Apakah ini ... kebahagiaan serta kebebasan Regina sudah habis?
"Ini namanya malam."
Regina mendongak, menatap langit hitam yang tak lagi terang. Gelap dan suram, Regina tak suka kegelapan. Namun, setelah gadis itu memutuskan untuk mengamati sedikit lebih lama, kegelapan di langit ini berbeda. Lebih luas, tak mengurung. Lebih indah, udara bebas. Keelokan nikmat yang berbeda dengan atap penjara. Regina terpaku dengan bintik-bintik berkilau menawan yang terlukis di langit temaram. Ada pula satu lingkaran bulat bersinar yang cahayanya membuat malam tak begitu seram. "Itu apa?"
Javas turut mendongak. "Itu bulan, yang menerangi malam."
"Lalu yang kecil-kecil tersebar itu apa, Javas?"
"Itu bintang, terlihat kecil, ya? Tapi sebenarnya, bintang itu sangat ... besar. Jaraknya juga sangat jauh dari kita, sehingga bintang tampak sangat kecil dari sudut pandang kita."
Regina diam mengamati benda-benda asing yang baru dilihatnya. Hanya ada satu kata yang mendefinisikan perasaan saat ini, indah. Hari ini Regina mengerti, bahwa gelap tak selalu seram. Jika gelap itu ada bulan, bintang, dan ... Javas, maka gelap akan terasa indah menyenangkan.
"Dari bulan dan bintang, mana yang paling kau suka?" tanya Javas yang memecah lamunan.
"Aku suka bintang ... indah." Regina menatap Javas yang duduk di sampingnya. "Javas, benarkah aku kekasihmu? Tak memakanku?"
"Hei, tentu saja. Sudah kubilang, kan."
"Aku ingin percaya kamu, tapi tak bisa." Regina sedikit putus asa dengan keterbatasan cara bicaranya yang sedikit susah. Gadis itu ingin mengungkap banyak hal, bahwa setidaknya di hidup ini ia memiliki seseorang yang bisa ia percayai dan andalkan sebelum mati. "Buat aku percaya."
Javas tersenyum sedih, bahkan untuk mengungkap isi hati melalui lisan begitu sulit bagi kekasihnya. "Akan aku buktikan dengan sikapku ke depannya, percayalah secara perlahan. Dan, sayangku, kamu ingin satu bintang?"
"Hal mustahil."
Pasrah saja Javas melihat begitu banyak ketidakpercayaan kekasihnya. Lelaki itu lalu mulai melayang di udara. "Kembali ke kamar dan tidur. Aku akan mengambil satu bintang untukmu, besok aku pastikan bintangnya sudah turun."
Baiklah ... Regina akan mencoba percaya untuk pertama kali dalam hidupnya. "Pergi dulu, aku ingin lihatmu terbang."
Javas yang hanya berbalut kain sederhana itu pun melambung pergi, ujung kainnya melayang-layang di udara bak selendang. Daksa tinggi lelaki itu semakin jauh dan mengecil, lalu tidak terlihat lagi dalam pandangan. Regina duduk lagi, diam dan menunggu. Gadis itu tidak ingin kembali ke kamar dan tidur, ia terlalu bersemangat untuk menunggu satu bintang yang dibawa Javas untuknya. Seberapa terang bintang itu? Jika ada bintang, semuanya akan menjadi terang.
Regina tidak sabar.
Membayangkan indahnya hirup udara bersama bintang di dekatnya, membuat Regina mulai mengantuk. Gadis itu menelungkupkan wajahnya melamun, angin malam berhembus membuat Regina kedinginan. Tapi walau begitu, Regina tetap tidak ingin kembali. Pandangan mulai memberat, napas mulai seirama, Regina sudah terbang ke alam mimpinya. Tidur sendirian di atas atap Mansion, bersama bulan dan bintang. Tak pernah dalam hidup Regina berpikir akan merasakan indahnya interaksi alam seperti ini.
Semoga keindahan bisa bertahan lama, semoga terang selalu bersama. Biarkan Regina tertidur dengan lelap.
"Dasar bandel." Javas yang entah sudah sejak kapan duduk di sampingnya bergumam. Tubuh Regina sudah dibalut oleh kain yang sama dipakai Javas, melindungi Regina dari rasa dingin luar biasa.
Langit memang masih malam, tapi mereka berdua dalam terang. Dingin yang dirasakan Regina seolah dihempas begitu saja dengan kehangatan yang nyaman. Javas menarik Regina ke dalam pelukannya. "Kita belum pernah mencoba tidur di balkon Mansion. Ayo kita tidur bersama malam ini, di balkon dan bersama bintang."
Mata Javas ikut tertutup, napasnya mulai selaras dengan Regina yang sudah nyenyak. Mereka berdua tidur berpelukan berbagi hangat, bersama bintang raksasa yang sudah berdiam di depan mereka.
Bintang yang Javas bawa susah payah demi pujaan hatinya.
Bintang yang akan menjadi terang untuk Regina.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGINA: Don't Want to Die
Fantasy[UPDATE 2 BAB SETIAP HARI] Regina pemilik rambut perak terkutuk dan harus hidup sebagai persembahan sang naga hitam, Javas. Belasan tahun ia dibesarkan dalam penjara, akhirnya Regina akan dibawa pada sang naga. Javas tersenyum merentangkan kedua le...