"Apakah Cesca juga memiliki pasangan hidupnya seperti kita berdua?"
Regina dan Javas terbang menuju Akademi. Jaraknya tidak jauh, Mansion Regina juga strategis. Namun Javas ingin mengajak Regina menikmati angin pagi dengan berkeliling di sekitar Ibu Kota.
"Pasangan hidup? Tidak, Cesca tidak punya." jawab Javas sambil terus mendekap erat Regina.
Mendengar jawaban itu Regina semakin penasaran. "Jadi berapa naga yang memiliki pasangan hidup?"
"Tidak ada selain kita berdua." Javas tersenyum manis. "Takdir hanya memberi kesempatan pada kita berdua, Sayang."
"Kenapa?"
"Ya, itu ... aku tidak tahu. Toh, bukankah itu tidak penting? Yang penting saat ini kita berbahagia."
Regina ikut tersenyum, "Benar juga."
Akhirnya mereka berdua sampai di depan gerbang akademi. Wah, ternyata begitu besar. Bangunannya hampir sama besarnya dengan ukuran Istana, memberikan kesan megah dan mendominasi. Tidak salah, ini memang top akademi di Benua Timur. Yang masuk ke dalam akademi ini adalah orang-orang terpilih dari tes sulit. Itu yang Regina informasi baca dari buku di Mansion. Entah bagaimana Javas bisa berhasil mendaftarkan Regina dalam satu malam.
Akademi Francesca. Di sinilah Regina akan merasakan kehidupan layak manusia yang sebenarnya.
"Aku hanya mendaftar untuk durasi kelas satu bulan." Javas merapikan pakaian Regina yang berantakan diterpa angin. "Mengingat tujuan utama kita di sini untuk mencari obat, apa kamu baik-baik saja?"
"Satu bulan sangat cukup untukku. Aku juga merasa semakin sehat karena obat yang kamu berikan padaku secara rutin, Javas." ujar Regina.
Memang, semenjak sampai di Kekaisaran Francesca, Javas selalu memberi minuman obat secara rutin tanpa Regina tahu dari mana. Minuman obat itu memang manjur, Regina tak lagi merasa lemas dan kesakitan.
"Baguslah. Ayo, aku akan memperkenalkan kamu ke kepala akademi." Javas menarik lengan Regina mendekati gerbang.
Ketika mereka semakin dekat, gerbangnya otomatis terbuka!
"Wah!"
Bangunan akademi sangat megah persis seperti Istana. Taman yang luas, banyak kolam dan bunga, lalu siswa akademi banyak terlihat. Karena gerbang yang begitu besar itu terbuka tiba-tiba, para siswa akademi menoleh dan memberi perhatiannya.
"Siapa yang bisa membuka gerbang di pagi-pagi begini?" gumam salah satu siswa penasaran.
Siswa lainnya menunjuk Regina yang berlari ditarik Javas, "Sepertinya ada siswa baru."
"Siswa baru saat hampir kenaikan kelas?"
"Sepertinya siswa baru itu orang berpengaruh, kerabat Kaisar, misalnya." jawab salah satu siswa lalu berusaha tak lagi peduli.
Sepanjang jalan memang Javas dan Regina menarik banyak perhatian, apalagi ketika mereka mulai memasuki gedung pertama di aula. Banyak siswa berlalu lalang, Regina malu.
"Ayo, naik tangga. Haruskah kugendong?" Javas menawarkan.
"Tidak." Regina menolak tegas tanpa pikir panjang."Cepat jalan saja, banyak yang memperhatikan kita."
"Apa yang salah dengan itu .... Tapi baiklah." pada akhirnya Javas menurut.
Mereka sampai di sebuah ruangan yang tampak lebih mewah dari ruangan lainnya. Pintu itu begitu besar, berkilau, seperti mengandung diamond berharga.
Brak!
Javas membuka pintu tanpa mengetuk, Regina tersentak. "Javas, tidak sopan!"
"Siapa ... Oh? Hoho." suara yang asing terdengar di hadapan mereka. Kakek tua dengan jenggot sepanjang lutut, berpakaian jubah gelap, kacamata lebar, juga logo Akademi yang dibuat emas bertengger di bagian kanan jubahnya.
"Frank." Javas meletakkan beberapa lembar kertas di atas meja, entah asalnya dari mana. "Ini berkas istriku untuk menjadi siswa di sini."
"Hoho, baiklah, baiklah. Selamat datang di Akademi Francesca, Nona Regina."
Regina canggung mengangguk-angguk, "Terima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
REGINA: Don't Want to Die
Fantasy[UPDATE 2 BAB SETIAP HARI] Regina pemilik rambut perak terkutuk dan harus hidup sebagai persembahan sang naga hitam, Javas. Belasan tahun ia dibesarkan dalam penjara, akhirnya Regina akan dibawa pada sang naga. Javas tersenyum merentangkan kedua le...