Regina sudah memutuskan jika hari ia memakan daging akan jadi hari terbaiknya. Jangan ditanya tentang menu makanan apa yang biasanya dihidangkan pada Regina semasa penjara. Semua itu bisa dilihat dari tubuh kurus yang gadis itu punya. Putih pucat, bagai tak punya darah, selaras dengan rambut peraknya.
Hingga, hari ulang tahun sekaligus hari kematian yang ditunggu akhirnya tiba.
Untuk pertama kali dalam hidup Regina, pintu penjara dibuka lebar. Setelah belasan tahun terkurung akhirnya ia bisa melangkah merasakan lantai di luar penjara. Walau awalnya agak susah, Regina akhirnya bisa menaiki tangga menuju Mansion Utama.
"Kami akan membawa anda bersiap sebelum diantar pada sang naga ." tutur seorang pelayan wanita.
Regina mengangguk dengan mata yang masih fokus memandangi sudut Mansion. Indah, mewah, terang, dan bersih. Sangat berbeda dengan penjara yang sangat gelap serta kotor. Tak bisa dipercaya jika penjara dan Mansion ini masihlah satu bangunan. Bahkan, udara di sinipun begitu menyegarkan, hiasannya berlapis emas.
"Mari saya antar ke ruang ganti."
Dituntun pada sebuah ruangan yang berisi ratusan gaun baru, Regina dihadapkan pada sebuah pilihan membingungkan. Pelayan itu menunjuk ratusan gaun yang digantung. "Gaun ini pemberian dari Kaisar. Anda diharapkan dapat memilih salah satu untuk digunakan pada hari persembahan."
Gaun itu tampak mewah, warnanya juga beragam dengan hiasan yang tak main-main. Regina berjalan mendekat untuk memilih salah satu dari ratusan pilihan. Jari telunjuknya berhenti bergerak pada sebuah gaun yang memiliki warna persis seperti rambutnya.
Pelayan yang mengawasi itu tampak terkejut. "Apakah anda yakin, Nona?"
"Yakin," Regina tersenyum manis. "Gaun cantik."
Mempertahankan sikap, pelayan itu akhirnya datang bersama yang lain untuk membantu Regina memasang gaunnya. Rambut dan gaun yang memiliki warna selaras, kulit putih bersih, dan sepatu sederhana berwarna sama. Regina tampak seperti manusia dari dunia lain.
Para pelayan memang tahu jika Regina gadis cantik bahkan saat ia baru saja keluar dari penjara dalam keadaan lusuh. Setelah dirias, memang benar jika Regina sangat menawan. "Anda cantik sekali, terlihat sangat indah dan begitu ... rapuh."
"Terima kasih," Regina tersenyum. "Wajahku?"
Kebingungan sebentar, tapi akhirnya pelayan itu mendapat pencerahan, "Oh, maksud nona penampilan wajah anda?"
Regina mengangguk.
"Tidak diragukan untuk sangat cantik, biar saya ambilkan kaca." puji si pelayan lalu menarik sebuah kaca besar.
Regina menatap kaca yang memantulkan bayangan dirinya. Seorang gadis dengan rambut perak panjang terurai panjang ke belakang, kulitnya begitu bersih tidak seperti saat ia berada di dalam penjara. Luka-luka cambuk tak terlihat berkat gaun putih yang panjang menutup tubuhnya. Juga, ini pertama kali Regina mengetahui rupa tubuh serta wajahnya sendiri. Cantik ... dan, asing.
"Anda seperti malaikat." mungkin melihat wajah tegar dari seseorang yang akan segera dipersembahkan, salah satu pelayan mulai menangis emosional. "Nona, apakah anda tidak takut untuk dipersembahkan?"
"Tidak takut, aku menanti. Mati." tegas Regina.
Pelayan tertawa kecil, entah bagaimana bisa ada seseorang yang begitu tabah. "Hebat sekali anda sampai tak memiliki sedikitpun keserakahan untuk dunia. Selamat, penantian anda terkabul."
Kini Regina diantar keluar Mansion, terlihat ayah dan ibunya yang menunggu di pintu. Jarang sekali Regina bertemu ibu, bahkan hampir lupa bagaimana rupa wajah itu. Kedua orang tuanya sangat mengabaikan Regina dan bersikap tidak peduli.
Count Voresham tersenyum menatap putrinya yang tampak canggung dengan penampilan rapi. "Kemari, Putriku."
"Ayah, ibu." Regina turut tersenyum. "Aku akan mati."
"Benar, kau akan mati dan itu sebuah keharusan di Kekaisaran ini."
Regina menaiki sebuah kereta kuda yang berlapis emas di seluruh sisinya. Dua bendera bertengger di atas kereta, bendera milik Count of Voresham dan milik keluarga Kekaisaran. Berjalan mulus ditarik oleh kuda dengan kualitas paling tinggi, langkahnya gagah, tidak ada halangan sepanjang jalan.
Terbuka lebar mata Regina mengintip jendela, menatap dunia luar yang pertama kali ia rasakan. Jadi begini rasanya panas yang bukan dari cambuk, angin siang, dan udara tanpa debu kotor. Ternyata, bangunan di luar penjara itu indah, ya. Manusia juga bisa berbicara sebebas itu di luar penjara. Jika tahu dunia seindah ini, setidaknya Regina tak akan merasa begitu putus asa.
"Ibu, air terbang!" Regina memekik takjub seraya menunjuk air mancur yang menonjol di perjalanan. "Keren!"
Countess yang sedari tadi diam akhirnya sedikit tersenyum. Putri yang dikekang oleh suaminya selama ini ternyata sangat cantik. Baru terasa kemarin ia melahirkan seorang bayi mungil, tapi rambutnya perak. Tak butuh waktu lama sampai suaminya, Count Voresham, mengurung Regina di penjara. Setidaknya sampai Regina sudah tak membutuhkan asi lagi, saat itulah awal neraka kelam yang Regina rasakan. Countess tak berkutik di bawah ancaman suaminya.
Countess hanya bisa mengkasihani gadis muda yang begitu takjub hanya karena air mancur.
Pemandangan di luar jendela lama-kelamaan berubah menjadi hutan. Pepohanan lebat, sinar mentari susah masuk. Walau begitu Regina tetap antusias menikmati hal baru di kehidupannya. Jadi begini rasanya dikelilingi tumbuhan rakasa bernama pohon! Tak lama kemudian, kereta kuda akhirnya berhenti di sudut jurang yang curam, sebuah jurang yang menjadi tempat kehidupan naga hitam. Regina dituntun untuk mendekat pada ujung jurang tersebut.
Seorang pria tua agung dengan jubah emas datang tersenyum. "Kami mohon untuk mati dengan tenang menjadi persembahan sang naga hitam."
Dia adalah Kaisar Tarandea, manusia paling agung di kekaisaran.
Count Voresham mengangguk. "Lompatlah."
Regina menatap jurang yang ke bawah tampak hitam gelap. Teringatlah ia dengan perkataan pelayan yang melayaninya tadi, jika ... Regina tak memiliki keserakahan terhadap dunia. Ternyata, pelayan itu salah. Regina masih memiliki eskpetasi tentang kematian yang indah, penuh cahaya, atau bahkan ... tetap hidup setelah ia menikmati betapa bebas dunia itu. Jika Regina tahu bahwa dunia memiliki interaksi yang sangat menawan, untuk apa ia begitu putus asa? Apa Regina akan mati begitu saja dan melewatkan kebebasan yang akhirnya bisa gadis itu rasakan?
Toh, Regina juga akan melompat dalam jurang yang gelap, mirip penjara. Hak hidupnya akan hilang setelah mati, kenikmatan dunia luar tak bisa gadis itu rasakan lagi.
"Regina Voresham!" Countess tak lagi bisa menahan hatinya yang meraung bersalah. "Tolong ... maafkan ibu!"
Regina berbalik lagi menatap ibunya yang jarang ia temui. Tampak wajah keriput dengan ekspresi super tidak bagus, tatapan mata yang penuh rasa sakit dan sesak. Oh, masihlah ada seseorang yang menyayangkan kepergian Regina. Gadis itu tertegun. "Oh, ibu ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
REGINA: Don't Want to Die
Fantasía[UPDATE 2 BAB SETIAP HARI] Regina pemilik rambut perak terkutuk dan harus hidup sebagai persembahan sang naga hitam, Javas. Belasan tahun ia dibesarkan dalam penjara, akhirnya Regina akan dibawa pada sang naga. Javas tersenyum merentangkan kedua le...