33. Masuk Akademi

140 20 1
                                    

"Aku hanya akan membantumu kali ini saja, tepati janjimu." ujar Cesca lalu mendekati Regina.

Javas lekas-lekas menarik Regina ke belakang tubuhnya. "Ya, jangan bicarakan lagi hal itu."

Cesca mengintip Regina yang bersembunyi di balik tubuh Javas. "Jadi ini cinta matimu?"

"Ya." jawab Javas singkat.

"Hm." Cesca tersenyum. "Hai, Regina. Aku Cesca, naga putih yang memimpin semua naga pelindung di Benua Timur. Seperti Javas."

Regina terpesona dengan senyuman itu. "Oh, halo ...."

"Apa yang terjadi dengan rambut cantikmu?"

"Bukan apa-apa." Regina menyentuh lehernya dengan canggung.

"Baiklah, sepertinya aku sudah menyentuh hal sensitifmu." Cesca mundur. "Lakukan apapun yang kamu mau di sini, Regina. Mintalah Javas mengurusmu."

"Aku bisa mengurus Regina tanpa kau suruh." Javas menarik Regina ke dalam pelukannya. "Ayo pergi, sayang."

Tiba-tiba saja Javas terbang dengan Regina di dekapannya. Seperti biasa, kain yang melilit Javas kini menari-nari di udara, tak kalah indah dengan visual Cesca.

Javas melandas di sebuah Mansion yang ada di tengah ibu kota. Tempatnya strategis, dekat dengan pasar. Mansion yang sama mewahnya dengan milik Javas yang ada di dalam jurang.

"Selamat datang di rumah, Sayangku." Javas membuka pintu besar itu. Tampaklah lobby Mansion yang sangat mewah dan indah.

"Cantiknya." Regina memuji senang. "Kamu membeli Mansion ini?"

"Aku membangunnya."

"Eh, dengan apa?"

Javas sedikit menunjukkan cahaya di telapak tangannya. "Dengan sihirku." ujar ia tersenyum bangga.

Setelah berkeliling, Javas dan Regina duduk di kursi berhadapan. "Sayang, aku punya sesuatu." Javas antusias.

"Apa itu?"

"Tutup matamu."

Saat Regina menutup mata, gadis itu merasa sensasi hangat mengitari kepalanya. Beberapa detik kemudian Regina membuka mata sesuai dengan apa yang Javas perintahkan.

"Astaga ...." Regina terkejut melihat rambutnya di depan cermin. Kembali panjang dan cantik, seperti sedia kala. Rambut Javas juga begitu, kembali panjang tampak menawan.

"Kurasa kamu sedikit menyesal dengan rambut pendekmu. Apa aku melakukan hal yang salah?" tanya Javas berhati-hati.

Regina menggeleng. "Tidak ... aku suka. Kamu begitu mengerti aku, Javas. Terima kasih."

"Apa pun untukmu." Javas mengangguk-angguk. "Oh, apa yang ingin kamu lakukan di sini? Aku sudah menemukan tabib terbaik untuk membuat obatmu. Jadi sembari menunggu, kamu ingin melakukan apa?"

Benar juga. Regina ingat, di Kekaisaran Francesca tidak ada yang mengenal ia sebagai gadis terkutuk. Rambut perak juga bukan hal yang buruk. Regina merasa menemukan dunia barunya.

"Kamu tahu, saat terbang tadi aku melihat sebuah akademi. Banyak siswa seumuranku di sana. Dulu saat hidup di Mansion milik ayah, aku berada di dalam penjara seumur hidupku. Tidak berbicara, tidak tahu tentang dunia, aku adalah gadis yang bodoh. Sedangkan kamu adalah makhluk yang dihormati banyak manusia, jadi ...."

"Kamu ingin masuk akademi?" Javas memotong ucapan Regina.

"Benar, bisakah? Aku hanya ... penasaran bagaimana rasanya berteman."

Javas mendekat dan memeluk tubuh Regina. "Pertama-tama, kamu tidak bodoh. Kamu bisa berbicara lancar sekarang, kamu sudah bisa melawan dan memberontak. Itu perubahan yang hebat! Lalu, aku tidak peduli bagaimana dirimu. Aku mencintaimu apa adanya, oke?"

"Iya," Regina tersenyum manis. "Aku benar-benar ingin masuk akademi."

"Maka aku akan menyiapkan semuanya, percaya padaku dan manfaatkan suamimu ini." canda Javas disusul tawa kecil Regina yang manis.

Senja dari Kekaisaran Francesca ternyata lebih indah. Cahaya senja memaksa masuk dari celah-celah jendela. Begitu elok, Regina suka.

Interaksi buana masihlah hal favorit baginya.

REGINA: Don't Want to DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang