14. Jangan Tinggalkan Aku

2K 197 0
                                    

Gaun itu tak lagi memiliki warna yang berseri indah. Rambut peraknya penuh dengan merah darah, kusut, seolah tidak pernah dirawat bertahun-tahun lamanya. Oh, astaga, Regina tetap bertahan walau napasnya seberat beban pohon beringin. Pandangannya buram, seluruh tubuhnya lumpuh tak bisa digerakkan. Entah berapa kali cambuk itu mendera daksa kecilnya.

Sakit, sakit, sakit, hingga akhirnya itu mati rasa. Tiap kali kesadarannya mau hilang, gejolak panas muncul di perutnya. Mendorong keluar, Regina sudah berkali-kali muntah darah.

"Javas ...."

Count Voresham menarik pedang dari salah satu ksatrianya, "Kau masih kuat untuk mengigau? Huh, sudah cukup menyiksanya, aku akan membunuhmu dengan rasa sakit yang sebentar."

Regina pernah mendengar kata pedagang di Pasar Ibu Kota. Katanya, jika kita akan bertemu kematian, kenangan indah semasa hidup akan berputar di kepala. Awalnya Regina membantah tidak percaya, karena dulu saat ia terjun dari jurang hanya ada bayangan terang yang menghilang.

Tapi kali ini, gadis itu percaya.

Tepat saat pedang di tangan ayahnya bergerak mendekat, sekelebat kisah singkat berputar. Javas yang mengajarinya bicara, interaksi alam yang indah, dan cinta. Dunia putih abu-abu Regina menjadi penuh warna. Pancarona.

Baru sebentar gadis itu merasakan manis dunia yang ia rasa membosankan. Baru sebentar ... dan ia akan mati. Meninggalkan terang dunia dan Javas yang sayang padanya, jujur, Regina tidak rela. Tanpa sadar pandangan buramnya semakin memburam. Air mata terjun begitu saja membasahi pipi Regina yang penuh luka dan darah.

"Javas ...." sekali lagi nama itu ia lantunkan susah payah, berharap ada keajaiban sehingga Javas datang menyelamatkannya. Berharap semuanya mimpi dan ia bangun di pelukan Javas, suaminya.

"Semoga kau benar-benar mati kali ini, putriku."

Boom!

Regina menutup matanya erat, serta terdengar teriakan banyak manusia yang menjadi lagu berdarah. Dentuman antar dinding yang menyebabkan tanah bergetar luar biasa, kegelapan penjara bawah tanah tiba-tiba terang disinari sang mentari.

"Ah?"

Regina membuka matanya susah payah. Dinding lembab, jeruji besi berkarat, dan ayahnya yang menghunus pedang sudah hilang. Yang ia lihat hanya langit sedikit cerah setelah hujan, tidak terlalu terang. Matahari masih berusaha nampak dari awan yang memeluknya erat.

"Regina!"

Bentakan itu terdengar familiar?

"Bagaimana bisa, keadaanmu - oh, Istriku."

Suara yang penuh kecemasan itu terdengar indah di indra pendengaran Regina.

"Maafkan aku datang terlambat ...."

Oh, itu suara seseorang yang amat ia harapkan untuk datang.

"Suamiku," Regina berbicara dengan susah payah. "Terima kasih sudah menyelamatkan aku lagi."

Dalam pandangan Regina yang buram, Javas tampak sangat berantakan. Dengan tubuh basah kuyup Javas memeluknya, melambung tinggi menuju suatu tempat. Dibawa terbang oleh Javas tentu menjadi hal terfavorit bagi Regina, angin berhembus seolah menenangkan luka-luka yang terbuka lebar. 

"Maafkan aku," Javas memeluk erat tubuh Regina yang tampak sangat lemah. "Maafkan aku, sayang."

"Jangan tinggalkan aku."

Hari itu, nama bangsawan Count Voresham sudah hilang. Mereka hancur selama beberapa detik saja.

Sang naga hitam marah.

REGINA: Don't Want to DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang