"Inilah kantinnya!" Nela bersorak semangat.
"Wah!" Regina benar-benar terpukau, kantin akademi ini begitu luas dan ramai. Interaksi manusia seperti ini ... Regina sangat suka. Tak ada yang memandang aneh rambut peraknya.
Johanna menunjuk sebuah antrean di sudut kantin. "Di situ tempat kita mengambil makanan, ayo."
Mereka berempat berjalan beriringan menuju antrean panjang untuk sepiring makan siang. Awalnya Regina pikir itu sangat pegal dan melelahkan, ternyata seru juga! Beberapa baris dari depan atau belakangnya terus berbicara ramah tanpa memandang aneh. Berbagai topik tak terhingga, dari menu kantin hari ini, toko bunga yang baru buka di samping akademi, sampai tren Ibu Kota. Regina tahu banyak hal.
"Giliran kita." ujar Sindy berjalan lebih dulu mengambil seporsi makan siangnya.
Menu hari ini sesuai dengan apa yang mereka tebak. Daging sapi dengan kentang, yup, kesukaan Regina. Akademi Francesca adalah yang terbaik karena sudah menyiapkan daging sebagai makan siangnya.
Berjalan bersama-sama mencari tempat duduk setelah mengambil makan, akhirnya empat gadis itu duduk di salah satu meja dekat kerumunan.
"Sudah kuduga. Menu daging." Nela membuka satu suap dagingnya sambil terus berbicara. "Aneh sekali, tumben sekali."
"Habiskan makanan di mulutmu baru bicara." ketus Johanna merasa tak suka.
Nela mengangkat kedua bahunya, "Ya, ya, nona bangsawan begitu sopan."
Sindy tersenyum canggung, "Maaf tentang ini, Regina. Mereka terkadang bertengkar, anggap saja hal yang wajar."
Regina lagi-lagi melambai kedua tangannya dengan kalimat yang sama, "Aku tidak apa-apa! Tapi, apa yang aneh dengan menu daging?"
"Oh, aneh sekali! Biasanya akademi hanya memberikan daging ayam atau kelinci. Tapi ini daging sapi, sapi! Akademi Francesca hanya menyiapkan daging sapi untuk puluhan ribu siswanya di saat hari besar. Tapi sekarang hari apa? Hari ini hanya hari biasa!" oceh Nela yang tetap tak menelan makanan di mulutnya.
Sempat Johanna memberikan ekspresi jijik pada Nela, lalu ikut berucap. "Benar, daging sapi terlalu mewah untuk hari biasa. Hari ini hanya hari biasa, kecuali ... hari kedatangan Regina sebagai murid baru?"
Johanna, Sindy, bahkan Nela kini menatap Regina intens.
"A-apa?" Regina gugup.
"Kamu ... benarkah kamu bukan bangsawan tinggi atau kerabat Kaisar?" tanya Sindy curiga.
Nela mengangguk-angguk. "Bahkan dia memanggil kepala akademi dengan sebutan kakek Frank!"
Johanna menutup mulutnya tak percaya, "Astaga. Jangan-jangan kamu cucu rahasia kepala akademi?"
"Hentikan." Regina merasa gugup karena ditatap begitu tajam. "Aku hanya rakyat biasa."
"Bohong!" ujar kompak ketiga gadis itu.
Regina tak lagi membuka mulutnya, bingung harus berkata apa untuk membalas perkataan curiga teman-teman baru yang ia punya. Regina ingin kabur, namun ia tak ingin meninggalkan teman baru yang sudah ia dapatkan di akademi ini.
"Mungkinkah identitas yang lebih luar biasa?" Nela menebak. "Anak sang naga misalnya?"
Johanna memutar bola matanya kesal. "Itu konspirasi yang bodoh."
"Benar, bodoh." setuju Sindy lalu akhirnya tersadar. "Ah, maaf aku bicara kasar. Ini karena Nela terlalu menyebalkan."
"Haha, tidak apa-apa. Aku memang hanya rakyat biasa." ucap Regina terus menyangkal dengan tawa canggung.
Walau sebenarnya tebakan Nela lah yang hampir benar. Regina hanya ingin berteman dengan baik. Berinteraksi normal, tertawa dan bersedih bersama teman, selayaknya manusia.
"Baiklah, kami akan percaya dengan kebohongan rakyat biasa itu." Nela mengangkat kedua bahunya lagi. "Ayo kita nikmati daging mewah kita hari ini."
"Selamat makan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
REGINA: Don't Want to Die
Fantasy[UPDATE 2 BAB SETIAP HARI] Regina pemilik rambut perak terkutuk dan harus hidup sebagai persembahan sang naga hitam, Javas. Belasan tahun ia dibesarkan dalam penjara, akhirnya Regina akan dibawa pada sang naga. Javas tersenyum merentangkan kedua le...