Episode 5-3

731 115 0
                                    

Mereka menatap keheranan dengan segala makanan yang disajikan oleh Letnan Lee dan Sersan Kim di tengah meja yang sedang mereka kelilingi.

Ju-young berdiri bersebelahan dengan Hee-rak. Tae-man yang tidak sabaran ingin mengambil makanan tersebut, segera Jun-hee memukulnya daan aksi pertunjukan pun dimulai. Anak-anak berseru ria melihat kelihaian Letnan Lee dan Sersan Kim mencampurkan semua bahan yang menghasilkan makanan yang cukup menarik bagi mereka.

“Aku tidak tahu biskuit seenak ini,” ujar Bora. “Aku biasa membuangnya.”

“Aku juga,”

“Biskuit san ini luar biasa. Aku akan berliur melihat biskuit mulai kini seperti anjing pavlov,” puji Soo Chul. Tae-man mengejeknya, “Maksudmua anjing Flanders.” Dan melanjutkan makannya, tidak menyadari jika semua orang menatapnya.

“Patrasche?”

“Kamu bisa menjadi anjingnya,” celetuk Jang-soo melenempelkan tepung ke wajah Tae-man. Yang lain pun tertawa. “Lupakan saja jika aku salah.” Tae-man yang ingin membalas Jang-soo malah melemparkannya ke arah Soon-yi saat Jang-soo dan Hee-rak menghindarinya.

Ju-young dan Yeong-shin yang ada di sebelah Soon-yi juga terkena tepungnya.
Yang lain menyoraki Tae-man. Soon-yi pun kesal dan melemparkan tepung, tapi malah mengenai Hee-rak. Mereka pun tertawa. Hee-rak yang ingin melemparkan tepung, dihentikan oleh Sersan Kim. Sayangnya, Hee-rak mengacuhkannya dan melemparkan tepung kepada Sersan Kim.

Hanya Hee-rak yang tertawa, sedangkan yang lain terdiam. “Hei, Hei!” sahut Sersan Kim. “Kamu tidak mengerti, bukan? Benar, bukan?”

Letnan Lee menyuruh Sersan Kim untuk tenang. Tak disangka, Sersan Kim melemparkan tepung kepada Letnan Lee. Anak-anak terkejut melihatnya. Sersan Kim yang menyadari kesalahannya segera meminta maaf.

“Kim Won-bin,” dan secara tiba-tiba Letnan Lee melemparkan tepung kearah anak-anak. Ju-young memejamkan matanya saat tepung mengenainya. Dan aksi melempar tepung pun terjadi. Mereka saling berebutan. Ju-young melempar acak ke arah Chi-yeol dan mendapatkan serangan tepung dari Soo Chul dan Hee-rak.

“Tangkap dia!”

“rasakan ini!”

“Aku akan menangkapmu!”

Malam itu benar-benar indah. Tak akan ada yang bisa menghentikan aksi mereka saling melemparkan tepung satu sama lain.

“Kita berantakan,”

“Aku berlumuran tepung.”

Ju-young mengibas bajunya yang telah dipenuhi oleh tepung dan membantu So-yeon membersihkan tepung di belakang punggungnya.

“Kamu sangat kekanak-kanakan, Letnan Lee.”

“Sepertinya kamu lebih bersenang-senang daripada kami,”

“itu kejam.”

Hana pun bertanya mengenai pekerjaannya sebelum kemari. Letnan Lee menjawab jika dia bagian dari unit tempur. “Tidak, sebelum itu.” Hana bersikap manis di depan Letnan Lee membuat So-yeon kepanasan dan maju, “Kamu punya pacar?”
Ju-young tertawa melihat tingkah So-yeon.

“Aku tidak menerima pertanyaan di luar latihan.” Tolak Letnan Lee. "kamu dengar aku?”

Deok-jeong pun menyahut, “Dia punya pacar.” So-yeon melemparkan roti ke arahnya dengan kesal. Letnan Lee tertawa melihat aksi So-yeon.

“Jika kita semua pulang dan perang berakhir, apa kegiatanmu? Kamu kembali ke sekolah?” tany So-yeon begitu bersemangat. Letnan Lee kembali menolak pertanyaan di luar latihan. So-yeon memaksanya dan mengatakan jika mereka harus tahu lebih banyak tentang Letnan Lee.

So-yeon yang menyadari keheningan terjadi, segera memberi tanda kepada yang lain untuk membantunya. “Beri tahu kami,”
“Tolong beri tahu kami,”

“Kalian ini,” menghentikan suara mereka. Letnan Lee mengangkat sendoknya. 

“Dengar,”

Mereka pun mendengus tertawa melihat Letnan lee. “Aku bagian dari ROTC, jadi aku bergabung setelah lulus kuliah. Aku punya satu tahun tersisa untuk bertugas, tapi belum memutuskan apa aku akan pergi atau memperpanjang masa jabatanku. Itu saja.”

“Memperpanjang? Kenapa kamu melakukan ini lagi?” tanya So-yoon. Jun-hee membenarkannya dan menyuruh Letnan Lee pergi ke dunia luar.

“Berada di dunia luar juga sulit. Aku masih muda dan tidak tahu banyak, tapi di luar sana juga perang. Bisa di bilang masuk ke universitas adalah perang lokal, dan berada di dunia adalah perang dunia. Ini momen paling bahagiamu.” Ujar Sersan Kim.

Di saat suasana menjadi hening, Ae-sol pun bertanya. “Kapan perang ini akan berakhir?”

“Apakah kami bisa pulang?” tanya Yeon-joo. “Mereka bilang kita bisa pulang jika melewati operasi ini,” jawab Soon-yi. “Bisakah kami percayai itu? Jangan pikir kami tidak tahu apa-apa karena kami masih anak-anak. Katakan yang sebenarnya,”

“Bagaimana jika kami dikhianati setelah mempercayainya?” timpal Il-ha.

Letnan Lee menatap mereka dengan ekpresi yang bercampur aduk. “Entah kapan perang akan berakhir, tapi ingatlah ini. Bertahanlah sampai akhir. Aku tak bisa mengakhiri perang untuk kalian, tapi aku akan membantu kalian berjuang sampai akhir tanpa ada yang terluka.”

“Apa anda bisa memegang perkataan anda?” sahut Ju-young menatap Letnan Lee.

“Aku bisa menjajikan itu,”

Anak-anak pun saling menguatkan. Ju-young menepuk pelan punggung Il-ha yang ada di sebelahnya saat Il-ha menepuk bahunya.

•••

Keesokan harinya mereka memulai operasi. “Regu satu, penembak jitu Jo Jang-soo. Asisten penembak jitu Kook Young-soo. Regu dua, penembak jitu Kim Yoo-jung. Asisten penembak jitu Kim Ju-young. Tim pencari, Cho Yeong-shin, Kwon Il-ha. penembak jitu Lee Na ra, pengintai So Soo Chul.”

“Saat kita tiba, tim penyerbu akan waspada. Dua orang tim pencari akan memimpin dan meminta pasukan.”

“Baik, pak,”

Letnan Lee dan Sersan Kim memberikan sesuatu kepada Yoo-jung dan Jang-soo. Ju-young menatap alat tersebut dengan penasaran.

“Ini detektor bola.” jelas Letnan Lee. Ju-young dan Yoo-jung saling bertatapan.

“Apa itu prototipe?” tanya Yeong-shin. “Apa itu?” tanya Hee-rak. “Sesuatu yang belum sepenuhnya berkembang.” Jelas Yeong-shin.

Sersan Kim membenarkannya dan mengatakan kepada merka untuk tidak terlalu mengandalkan alat tersebut.

“Berapa radiusnya?”

“Satu kilometer di area terbuka. Di daerah kota, hanya 500 hingga 700 meter. Jadi, kalian harus selalu waspada.”

“Baik, pak,”

Jun-hee pun meminta Yoo-jung menunjukkan alat tersebut saat Letnan Lee dan Sersan Kim menjauhi tempat mereka. Mereka menatap alat tersebut  dengan kagum. “Para petinggi tidak hanya duduk dan menonton.” Ujar Bora.

“Kamu benar. Kenapa mereka tidak memberi ini kepada kita lebih awal?” gumam Hana. Tae-man meminta alat tersebut dan, “Apa ini?” serunya menatap yang lain. “Kenapa tidak mendeteksi apa pun?” yang lain mendesah kesal mendengarnya.“Karena tidak ada bola!” Il-ha memukul Tae-man.

“Tiga menit sebelum berangkat. Bagi pasukan kalian dan naik ke truk.” Sahut Letnan Lee membubarkan mereka yang segera menghampiri truk.

Next Chapter

Duty After School x readerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang