Episode 6-3

710 118 3
                                    

Posisi jaga malam kembali dilakukan. Kali ini Ju-young dan Jang-soo bertukar posisi dengan Na Ra dan Chi-yeol.

"Astaga, aku tidak mengira besok kita akan melakukan operasi lagi," ucap Ju-young sambil menggosokkan badannya yang terkena angin malam.

Jang-soo menurunkan senapannya, menatapnya. "Kenapa? Kau takut?"

Ju-young mendengus pelan mendengar perkataan Jang-soo. "Kau pikir kita semua tidak takut? Tapi, kita melakukan ini semua karena sesuatu, bukan?"

Jang-soo membenarkannya. "Kita memang melakukan ini karena sesuatu,"

Keduanya terdiam, memandang langit malam yang telah terhiasi oleh bola-bola ungu raksasa.

"Aku boleh menanyakan sesuatu?" Ujar Jang-soo tiba-tiba. Ju-young menoleh dengan cepat, menatap Jang-soo lalu mengangguk pelan.

"Katakan saja,"

"Apa kau benar-benar tidak pernah menginginkan kuliah?"

Ju-young tersenyum tipis, "kuliah? Awalnya aku begitu terobsesi mendapatkan nilai bagus dan bermimpi diterima di Universitas Seoul, seperti kakakku,"

“Lalu mengapa kau mengikuti pelatihan militer jika kau tidak ingin kuliah sekarang?” tanya Jang-soo “benar, bukan? Aku terlalu bodoh mau melakukannya,” tukas Ju-young. “aku memang tidak ingin kuliah,” ujar Ju-young. “Tapi, aku merasa ada sesuatu yang harus kulindungi sekarang,”

“Apa?”

“Sebenarnya, aku merasa lelah dengn perang yang mendadak muncul ini. Namun, di sisi lain aku bisa bertahan karena sesuatu.” Ju-young memejamkan kepalanya lalu tersenyum, “Sesuatu yang sangat berharga, yang tak bisa kuhindari.”

“Sepertinya sangat istimewa bagimu?” timpal Jang-soo sembari tersenyum. Ju-young menoleh menatap Jang-soo, “Aku tak bisa menjelaskannya dengan baik. Tapi, jika aku merasakannya, ada kehangatan yang tak bisa kugambarkan.” Ju-young menyentuh dada lalu menghela napas. “Sejujurnya aku merindukan kenangan masa lalu, sebuah kenangan yang dianggap sepele menjadi berharga ketika kita menyadari betapa singkatnya hidup ini.”

Jang-soo mengangguk. “Aku merasa sudah lama tidak memakai sepatu olahragaku,” timpalnya yang membuat Ju-young tertawa mendengarnya. “Apa ini?”

“Kau bilang kenangan berharga?” tanya Jang-soo mengerutkan keningnya.

“aih, kau ini.” Ju-young pun memikirkan sesuatu. “Kalau begitu, tteobeoki, Pizza, ramen.”

“Apa kau begitu lapar?” balas Jang-soo tersenyum. Ju-young ikut tersenyum juga,

“Juga chesee cake, mint cake, dan ...”

“Americano,” tambah jang-soo. Ju-young membulatkan matanya, “Benar! Kau mengingatnya juga,” memukul bahu Jang-soo dengan girang. “Aih. Aku sangat menikmatinya,”

"Terkadang kenangan itu menjadi kenangan terindah bagiku," Ju-young dan Jang-soo saling bertatapan. "Kau ingat tidak? Pertemuan pertama?"

Jang-soo mengerutkan keningnya. "Aku tidak mengingat nya," jawabnya dengan jujur. Ju-young mengangguk mengerti,

"aku paham kenapa kau tidak mengingat nya." Ujar Ju-young. "Karena menurutmu, kenangan itu tidak memiliki hal yang menjadi istimewa, tapi sebaliknya aku merasakan hal yang berbeda,"

"Berbeda?"

"Sangat berbeda, seperti yang tidak kau pikirkan," tambah Ju-young. "Semenjak itu hubunganku juga berubah dengan Seon-il,"

"Apa?"

"Dulu Seon-il tidak pernah sedekat itu denganku. Namun, ia menyadari sesuatu karena dirimu," jawab Ju-young sambil terkekeh pelan. "Aku tidak mengira juga perubahan sikap dia menjadi berubah semenjak itu,"

Duty After School x readerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang