Menikah di usia muda, dengan segala kecerobohan yang ku punya, tentang hati yang tak memungkinkan dalam menghadapi situasi dan pahitnya kehidupan yang ada.
"Kapan kamu akan membawaku pada keluarga mu?dan mengenalkanku sebagai istri mu?."
"Nanti, tun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tak banyak kata bahagia daku ucapkan, dikala sang pemilik buana menghantarkan mu kepadaku, kita berbeda, umur pun sudah jelas jauh di bawahku, tak banyak yang aku tau, kini dan nanti ialah hal yang harus kita lewati, dengan senyum menggurat di pipi, yang ku tau esok atau nanti, mungkin kamu sudah tak ada di sisi.
"Kamu sedang apa?" Tanya seorang pemuda.
"Kau tidak lihat? Tidak perlu basa-basi yang telah basi." Ujar Ayunda.
Pemuda itu tertawa rikuh, "kau ini memang berbeda."
"Berbeda? Tak cantik? Memang."
"Belum juga ku lanjutkan perkataan ku." Ujar pemuda itu dengan menggeleng pelan, melihat sikap acuh sang gadis.
Sore hari di sebuah lapangan dekat posko 2, dengan semilir anila sejuk yang berhembus ditemani aroma petrichor mengiringi suara asing yang di ciptakan oleh sepasang anak lelaki dan perempuan yang tengah berkelahi memperebutkan sepeda.
"Mereka lucu ya, Nu." Ayunda buka suara, dengan kedua mata bening yang setia menatap dua anak kecil tersebut, yang posisi nya tidak jauh dari tempat mereka duduk.
"Masih lucuan kamu, yu." Balas sang pemuda, yang di ketahui bernama Kamandanu Putra Wadoya, yang biasa di sebut Danu, namun Ayunda seringkali menyapanya dengan sebutan Nunu.
Mendengar komentar dari Danu, Ayunda berdecak sembari mendelik ke arah sang tuan.
"Saya serius, Nunu." Ia menatap Danu sinis, dan kembali mengubah pandangan nya lurus ke depan.
"Oh, mau di seriusin? Tunggu aku satu tahun lagi ya. Uang ku masih belum cukup, setelah uangnya terkumpul, aku langsung nikahin kamu." Seru nya dengan tertawa kecil.
Mendengar kalimat barusan, kontan saja poros kepala Ayunda kembali berputar ke arah lawan bicara. Cukup sudah, rasanya ia ingin menjual Danu kepada siapa saja orang yang ada di posko ini. Tidak, jika dijual pun pasti tidak akan laku.
"Nunu." suara Ayunda kembali menginterupsi.
"Dalem, sayang."
Gadis itu merubah posisi duduknya untuk menghadap ke arah Danu.
"Eh loh? Mau ngapain ih gausah deket-deket, gausah gitu juga natap nya ih serem." Terlukis garis-garis halus di dahi Ayunda pertanda bingung.
"Kamu bisa engga, sehari saja ga usah ngerecokin. Mau aku jadikan tumbal aja rasanya."
"Engga bisa, godain kamu itu, seru." Kurva ranum meningkat seiring frasa terlontar.
"Besok-besok kalau kamu dijemput sama tante-tante, itu aku yang jual kamu, ya."
"Yakin mau dijual? nanti ada yang nangis kalau aku diambil orang."
"Siapa?" jawab gadis itu polos.
Ingin sekali rasanya Ayunda mengumpat, namun untungnya stok kotak sabarnya masih cukup untuk menahan rasa jengkel nya pada Danu hari ini.
Jadilah gadis itu hanya berdecak pelan, kemudian mengalihkan pandangan sejenak untuk melihat keadaan sekitar. Ah, ternyata dua anak kecil tadi masih setia menemani mereka di lapangan di samping posko 2 ini. Ayunda sibuk memperhatikan dua anak kecil tersebut, yang berlari kesana-kemari.
"Mereka terlihat bahagia sekali ya, Nu."
Baik, sepertinya akan terjadi perbincangan serius sehabis ini.
"Aku engga tau Nu, hidup aku kedepannya bagaimana. Selalu banyak pertanyaan rumit, yang belum terjawab."
"Kamu engga tau aja, salah satu dari mereka harus kehilangan sanak saudara nya, dia hidup sendiri mulai sekarang, di belahan dunia ini, sesaat setelah ia membuka matanya pada hari itu, ia harus siap untuk hari esok, entah siapa yang akan menjadi penopang hidup nya kelak." Jelas Danu yang melihat seorang gadis tengah tertawa, namun kisah pilu sang gadis kecil bisa membuat siapa pun menangis tersedu-sedu. Mika kecil yang malang, semesta membuatnya harus menanggung semua kesedihan ini, di saat dirinya belum mengerti apa-apa.
"Ayu, kamu percaya kuasa yang di atas kan?" tanya Danu yang netra nya 'tak kunjung lepas dari raut wajah sang gadis.
"Aku merasa, semua hal yang ada di diri aku isinya hanya kegagalan. Aku merasa ga layak, buat jadi apa dan siapa."
"Semuanya akan baik baik saja kan, Nu?" atensi Ayunda kini sepenuh nya untuk pemuda yang di sampingnya.
"Semuanya akan baik-baik saja, kan? jawab aku Nunu."
Kedua netra itu bertemu, terlihat rapuh namun berusaha untuk saling menguatkan.
"Ayu, aku selalu bilang sama kamu bahwa terdapat berbagai sudut pandang, untuk bisa melihat arti kebahagiaan. Contoh kecil, kamu bahagia 'kan saat kamu memberi suapan pertama, pada anak kecil yang menjadi salah satu korban reruntuhan bangunan? kamu merasa senang karena sudah membantu sesama itu agar tetap hidup." Jelasnya dengan lantang.
"Aku mungkin memang engga tahu apa yang kamu butuh, tapi aku paham kalau kamu hanya ingin tenang. aku tahu menjadi dewasa membuat kamu takut, untuk melakukan banyak hal. Aku paham betul Ayu, kalau kamu capek. Tapi apa yang bisa kita perbuat, selain menjalani hidup layaknya manusia-manusia diluar sana?"
"Saya tau, saya belum begitu dekat mengenal dirimu, namun saya sangat yakin, kamu pasti gadis yang begitu kuat. Mungkin untuk sekarang, apapun masalah yang kini sedang kamu hadapi, dan semesta tidak berpihak sama kamu, kamu harus percaya, bahwa suatu hari nanti, kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau, pasti."
"Bagaimana aku bisa percaya, aku saja tak pernah bisa menentukan alur kehidupan ku sendiri, aku tak percaya bahwa aku mampu. Menjadi seorang perawat saja bukan lah satu dari sekian banyak impian ku, yang telah pupus." Lirihnya.
"Aku yakin, kamu bisa mendapatkan kebahagiaan, seperti kata pepatah; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian 'kan? Semangat Ayunda!"
•••
Engga tau kenapa, saya menempatkan Kamandanu di cerita ini, sikap nya sama dengan si tuan pencuri hati saya, semoga kalian ga benci kamandanu di akhir cerita ya,salam sayang-auralova.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.