Bab 5

632 55 7
                                    

Senyum tak bisa terhapus dari bibir Thea. Wajahnya di ujung petang itu sudah menyimpulkan sesuatu, beda dari biasanya. Kalau jam 5 sudah masam, artinya disuruh lembur. Saat ini Thea jelas-jelas kelihatan lagi bahagia.

“Pulang cepet seneng banget,” ledek Sita menoleh pada Thea. Cewek itu juga sudah bersiap-siap mau pulang.

Thea menahan diri tidak menyemprot. Apanya yang pulang cepet, hey, pulang jam 5 itu normal. Memang jam kerjanya sampai jam segitu tau! Kita aja yang mau-maunya dijadiin budak korporat sampai lupa dengan keadaan yang normal!

“Mau ketemu ayang jadi seneng,” ledek Nina, yang kadar kejulidannya paling rendah. Dia sudah bicara pada Della.

“Emang dia punya ayang? Eh, Thea, lo udah punya pacar?” Della yang frontal bertanya menatap lewat atas kubikel.

“Punya kayaknya. Orang sering sibuk balesin chat-chat.” Mbak Dewi memang ada masalah apa sih? Iya, dia memang belum bisa pulang jam 5, tapi jangan melampiaskan kekesalannya ke orang lain dong.

Perasaan yang lain juga sering chat sama pacarnya di tengah jam kerja, tidak ada yang kena sindir. Kerjaan Thea juga kelar meski harus beberapa kali handle case punya si Sita dan Nina.

Apa mungkin karena Thea baru-baru saja berubah jadi sering main ponsel di tengah jam kerja. Salahkan Aldric dan Nugi yang sering menganggunya, dan mulai hari ini ketambahan si Lino.

“Cuma temenan kok,” jawab Thea untuk membuat perasaan emosi Mbak Dewi sedikit mereda karena kadar iri-nya sudah semakin menahun.

Biar Mbak Dewi tidak sedih lagi karena merasa dirinya jones sendirian. Thea tidak pernah se-konyol ini dalam hidupnya. Ada orang yang tidak mau jones sendirian? Huh.

“Sama siapa? Aldric dan Mas Nugi kan udah punya cewek,” sahut Mbak Dewi heran.

“Ya makanya aku bilang cuma temenan. Mereka kan suka usil ganggu.”

Melihat Mbak Dewi yang iri akan kedekatan Thea dengan Aldric dan Nugi karena tidak suka saja kalau Thea bisa akrab dengan dua cowok itu.

Ge yang lagi menyemprotkan sunscreen cair ke wajahnya sambil memejamkan mata ikutan berkomentar. “Emang kenapa sih, Thea umurnya udah mau 29 tahun tau. Kok pada kaget dan aneh gitu ngeliat Thea jatuh cinta?”

Thea ingin menoyor kepala Ge, siapa yang jatuh cinta, Bambang! Tapi biarlah orang lain berpikir dirinya lagi kasmaran, biar semakin membuat orang-orang yang kesal padanya semakin kesal. Semakin bahagia akan semakin tidak disukai oleh orang-orang resek.

Thea senang karena rencananya dengan Lino tidak gagal, mereka jadi pergi sore ini. Lino akan menunggunya di depan lift. Cowok itu sudah memberikan kabar, sudah mau keluar dari ruangannya. Baru Thea menyampirkan tas, Aldric menelepon.

“Kenapa?” Thea langsung pada intinya saja.

“Kelarin masalahnya, They. Gue bakal ajak Eliza juga biar kita selesaikan, nggak ada salah paham lagi,” kata Aldric penuh memohon dan tidak enak hati dari nadanya. “Maaf ya, dia bersikap begitu ke lo.”

“Nggak bisa sekarang, Dric. Gue udah ada janji mau pergi. Penting.”

“Ke mana? Sama siapa?” Aldric yang terkejut heran membuat Thea tersinggung.

Memang Thea biasanya nolep sampai rencana sore ini membuat Aldric heran banget. Thea sebal kalau dikira kuper dan nolep. Helo, dia tidak se-datar itu hidupnya. Walau kelihatan tidak punya seseorang pun yang bisa jadi teman perginya, dia bisa nongkrong bergaul sendirian. Dia bisa jalan-jalan keliling Jakarta. Mandiri.

“Lino,” jawab Thea, kata-katanya bukan hanya membuat Aldric syok.

Di ruangan Opr yang masih ada Mbak Dewi, Sita, Della, dan Nina, mereka juga menguping dan sedang melongo. Thea tidak bermaksud mengumumkan. Mungkin ini sekalian saja menambah drama. Kalau dirinya mulai akrab sama Lino. Si Malino Aziz. Cowok yang paliiiing ganteng se-kantor. Cowok yang diam-diam bakalan ditaksir padahal cewek-cewek itu sudah punya pacar. Wajah rupawannya bikin cewek-cewek selalu fokus memandang padanya dan deg-degan yang tidak bisa ditahan.

Dua Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang