Bab 32

318 25 1
                                    

Semoga informasi dari Icha itu valid kalau Havi sungguhan sedang kumpul sama temannya di Sevenest. Sudah jauh-jauh Thea mengarungi jalanan macet, mana jam pulang kerja. Seharusnya mungkin bisa ditempuh kurang dari 1 jam menjadi 1 jam lebih.

Begitu mobil masuk dalam parkiran area komplek pertokoan di mana salah satunya adalah bangunan billiard bernama Sevenest. Mata Thea segera mendapati sebuah mobil yang dia kenali sebagai milik Havi. Ternyata benar cowok itu sedang berada di tempat ini. Karena sebelumnya dulu Thea pernah pergi ke tempat itu dengan Icha dan juga ada Havi dan para kawannya.

Begitu wajah cewek itu bertemu pandang dengan penjaga depan bernama Mas Aden, dia hanya disapa dan dibiarkan masuk. Mungkin dikira ingin bertemu dengan Havi. Memang ingin bertemu dengan Havi tapi untuk niat yang berbeda.

Thea memasuki ruangan satu-satunya tempat meja billiard. Walau satu ruangan cukup besar dan ada sekitar 3 meja. Kemunculannya membuat beberapa orang segera menoleh karena agak terkejut ada sosok cewek muncul. Dari sudut mata saja sudah terlihat bentuk dan pakaian orang yang baru muncul itu berjenis kelamin cewek. Cowok mana yang pakai baju dengan karet kerut dan berwarna pink.

Salah satu orang yang menoleh tentu saja cowok tinggi dan berkaus biru tua. Havi melongo saat mendapati kemunculannya di pintu.

“Kenapa ke sini? Kangen sama gue?” ledeknya langsung berjalan mendekat. Raut wajahnya terlihat malas tapi masih tengil. “Hari Senin cowok lo yang dateng. Sekarang lo yang muncul. Gue nggak mau ya disangka ngejar-ngejar lo lagi, padahal lo yang nyariin gue mulu.” Suara tawa bengis Havi terdengar sebentar.

Semakin mendekat, berkat cahaya ruangan itu, Thea melihat sudut bibir dan pipi atas wajah Havi tampak memar keunguan.

“Gue mau tanya sama lo!” Thea tidak peduli pada luka-luka Havi apalagi ucapan cowok itu tentang Nugi.

Sepertinya langsung bisa diduga kalau luka-luka itu hasil kerjaan Nugi. Kalau Havi tidak jatuh atau kepentok setir mobil. Mampus memang layak tuh cowok mukanya kepentok begitu.

“Harusnya gue curiga kenapa lo mau aja jalan sama gue. Gue kira lo bisa jadi temen gue! Taunya lo brengsek banget!”
Jadi semakin merasa bodoh karena pernah menganggap Havi sebagai orang yang bisa menjadi teman dan selalu menghargai pilihannya. Ternyata cowok itu memuji hanya karena matanya termanjakan. Mata keranjang memang!!

Berkat pekikan Thea, orang di meja lain juga jadi menoleh. Ada suara seseorang dari meja teman-temannya Havi.

“Biasa terjadi kalo ini urusannya sama Havi.”

“Udah sering ada cewek atau cowok memang suka dateng marah-marah.”

“Tobat lo, Hav!"

“Hey! Lo bilang gitu seakan gue ini jahat banget. Bukannya kita memang sama-sama menguntungkan? Lo nggak kesepian kan bisa kenal dan jadi temen gue?”

Thea memutar bola matanya. “Karena lo memang ada tujuan buat kegiatan freak lo itu!” serunya lalu memutar pandangan saat ada dua orang cewek masuk ke pintu itu. Juga ada punggung cowok yang berjalan melipir menuju meja billiard yang paling pojok. “Eh, cewek-cewek! Hati-hati sama ni orang, maniak. Tukang fotoin orang diem-diem. Fotonya mesum, dia tukang fotoin pantat, paha, atau dada cewek!” Thea menunjuk Havi dengan jemari telunjuk dan dagunya terangkat tinggi, dengan mata berkilat-kilat emosi.

Ucapan itu membuat semakin menarik perhatian dan orang-orang kembali menjadi melihat ke arah Thea. Havi mulai menatap tajam.

Thea mendengkus dan bergerak menuju pintu untuk mau pulang saja. Sungguh dia ingin gebukin Havi, tapi berada di kandang musuh sama saja minta dikerjain.

Dua Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang