1

26.4K 167 5
                                    

Namaku Satria. Semua orang memanggilku Tria atau Aat. Saat ini aku kuliah tahun pertama di sebuah universitas di Jakarta. Orang tuaku sudah tiada sejak aku kecil. Aku sama sekali tidak mengenal mereka. Sedari kecil nenekkulah yang mengasuhku. Setiap aku bertanya soal orang tuaku, nenek hanya menjawab bahwa mereka orang baik.

Sebenarnya aku tidak menyangka akan menceritakan tentang ini tapi aku tak tahu kemana lagi aku akan bercerita. Di kampung ini aku kurang dekat dengan orang. Bukan karena aku tidak ingin tapi karena aku dan nenekku hidup dengan serba kekurangan. Kami bertahan hidup dengan nenek berjualan nasi. Dengan kerjaan sampinganku sebagai barista dan kuliah, aku tidak waktu untuk basa-basi dengan tetangga. Aku hanya bertemu mereka ketika pulang atau berangkat kuliah. Belum lagi hutang yang nenekku punya ke tetangga-tetangga. Aku takut kalau mereka menagih hutang ke aku karena kejadian tersebut sudah terjadi lebih dari sekali. Takut sepertinya tidak tepat. Lebih tepatnya aku malu.

Alasan kedua aku tidak dekat dengan tetangga-tetanggaku karena aku tahu aku berbeda. Sejak kecil aku tahu bahwa aku menyukai laki-laki. Aku tidak bisa menjelaskannya. Dari kecil ketika melihat laki-laki tampan atau yang menarik perhatianku, aku langsung bahagia. Aku langsung merasakan kebahagiaan. Tadinya aku kira ini perasaan kagum. Ketika aku mulai puber, aku baru tahu bahwa ini semua bukan sekedar kekaguman.

Dan hari ini adalah pertama kalinya aku melakukan hubungan dewasa untuk pertama kalinya dengan laki-laki. Aku menceritakannya kepadamu karena aku tahu kamu seperti dengan aku dan kamu tidak akan bercerita ke siapa-siapa.

Hari itu nenek sedang pergi ke pasar untuk belanja. Biasanya aku membantunya tapi aku sedang ada tugas jadi aku di kamar. Hari ini hari Jumat dan seperti biasanya warung tutup. Aku tidak tahu kenapa nenekku selalu libur hari Jumat. Aku dulu bertanya tapi lupa jawaban dia.

Jam setengah dua belas aku mendengar suara orang ketuk pintu. Aku keluar kamar dan melihat laki-laki tinggi besar, berkulit kecoklatan dan berotot. Jantungku berdegup kencang. Ada tato burung garuda di lengannya dan entah tato apa lagi. Dia memakai kaos hitam dan celana jeans lusuh. Aku tidak tahu kapan dia terakhir mandi. Dia terlihat dekil tapi entah kenapa hal tersebut justru menarik perhatianku. Wajahnya keras, rahangnya tajam. Sorot matanya membuat lututku lemas entah kenapa. Ada kalung rantai menggantung di lehernya dan entah dia punya berapa cincin.

"Ya, Mas. Ada apa?" Tanyaku.

"Benar ini rumahnya Bu Sri?" Tanyanya dengan suara tajam dan keras. Suaranya sangat nge-bass. Sangat macho. Sangat laki-laki. Tiba-tiba kontolku mengeras di dalam celana.

"Iya benar. Ada apa, Mas?"

"Bu Sri belum bayar utang. Sudah dua bulan ini," kata dia agak keras.

Jantungku langsung melengos. Ereksiku langsung menghilang.

"Nenek saya masih ke pasar, Mas."

"Halah alasan!" Kata dia keras.

Tanganku langsung gemetaran. Aku mendadak takut. Aku sendirian dan takut kalau diapa-apakan sama orang ini. Tidak heran dia jadi debt collector. Tanpa melakukan apa-apa dia sudah menyeramkan.

"Beneran, Mas," kataku dengan suara bergetar.

Dia menatapku dari atas sampai bawah. Kemudian dia bilang, "Ya sudah. Bilang sama dia segera lunasi utangnya."

"I-iya, Mas."

Dan dia pun pergi. Jantungku kembali tenang. Dan entah kenapa meskipun aku ketakutan setengah mati, wajahnya masih terbayang-bayang.

Seminggu kemudian rupanya lelaki itu kembali lagi.

"Bagaimana ini? Hutangnya juga belum dibayar," kata dia.

Petualangan Si BinalWhere stories live. Discover now