42

2.8K 65 2
                                    

Di kampungku ada seorang duda yang sudah cukup berumur. Namanya Pak Eko.

Pak Eko sehari-harinya bekerja sebagai tukang bangunan. Dia sudah malang melintang sebagai tukang bangunan sejak dia masih muda. Sekitar 40 tahun. Akibatnya meskipun sekarang usianya sudah menginjak kepala 6, badannya tetap terjaga. Tentu saja kulitnya sudah tidak sekencang dulu. Tapi ototnya tetap menonjol. Lengannya besar. Dan perutnya rata. Rambut, kumis dan jenggotnya sudah memutih tapi badannya lebih bagus dari kebanyakan lelaki di kampungku.

Istri Pak Eko sudah meninggal 15 tahun lalu. Menurut kabar dia terlalu mencintai istrinya sampai tidak berkeinginan untuk menikah lagi meskipun anak-anaknya memaksanya untuk menikah. Anaknya yang pertama bahkan bersikeras menjodohkannya dengan janda dari kampung istrinya. Tapi Pak Eko tetap tidak mau.

Sekarang dia tinggal sendirian. Banyak sekali perempuan yang ingin dinikahinya karena Pak Eko sangat bertanggung jawab, lumayan berada dan gagah. Mukanya memang terkesan ndeso dan giginya banyak yang lepas. Tapi senyumnya menggugah. Aku sendiri suka deg-degan kalo dia lewat depan rumah.

Ini adalah cerita pertama kali aku mencicipi kontol Pak Eko.

Awalnya tidak pernah aku duga. Aku tidak merencanakan ini. Karena aku tidak merasakan Pak Eko suka laki-laki. Auranya terlalu hetero.

Aku baru saja pulang kuliah dan berjalan kaki ketika berpapasan dengan Pak Eko yang sedang membeli rokok di warung. Kami saling sapa kemudian karena arah rumah kami sama, kami berjalan bersamaan.

"Semester berapa kamu sekarang, At?"

"Baru semester 4, Pak Eko."

"Cucuku yang paling tua, si Tri, baru mau masuk kuliah bulan Juni nanti."

"Rencananya mau kuliah dimana, Pak?"

"Jakarta ajalah. Pusing juga kalo di luar kota. Takut nanti jadi liar," katanya sambil tertawa.

"Liar kayak gimana, Pak?" Tanyaku.

"Ya kamu nggak akan ngerti. Kamu kan anak baik-baik," kata Pak Eko.

Kalau saja Pak Eko tahu kegemaranku akan menghisap kontol. Dia pasti akan terkejut.

Kemudian kami melewati rumahnya. Pak Eko menawarkan untuk mampir.

"Mau mampir nggak At? Aku baru dikirimin banyak makanan sama anakku dari kampung. Nggak enak kalo nyisa. Ayo sini masuk."

Karena Pak Eko memaksa, aku nggak ada pilihan lain untuk mengikutinya masuk ke dalam rumahnya.

Meskipun tinggal sendirian Pak Eko ternyata rapi. Lantainya bersih seperti habis dipel setiap hari. Tidak ada debu. Aku takjub juga.

Pak Eko kemudian mengajakku ke dapur dan memaksaku untuk makan soto kiriman dari anaknya. Pak Eko duduk sambil menyalakan rokok.

"Anakku suka kirim makanan. Takut kalau bapaknya kelaperan. Padahal ya aku bisa masak sendiri atau beli."

"Bosen nggak sih, Pak Eko tinggal sendiri?"

"Nggak. Kan rame. Anak-anak suka main karambol disini. Atau main catur. Kadang ada yang bawa PS trus main di ruang tamu."

Aku mengangguk.

"Kamu gimana, At, keadaannya? Tinggal sendiri setelah nenek kamu meninggal? Yang ngurusin rumah siapa?"

"Ya sendirian sih, Pak Eko. Cuman sekarang lagi ada sodara, Pakde Damar yang di rumah."

"Kalau Pakdemu balik gimana?"

"Ya sendiri..."

Pak Eko kemudian mengusap kepalaku.

Petualangan Si BinalWhere stories live. Discover now