15

4.8K 92 2
                                    

Bambang menyalakan rokoknya dan tidur di sampingku. Jari-jariku menyelami perut dan selangkangannya. Kontolnya masih keras tapi kami masih istirahat. Bambang katanya perlu tenaga lebih kuat untuk mengentotiku lagi supaya "tidak kalah".

"Baru pertama kali tuh gue kalah, At," katanya. "Biasanya cewek-cewek yang gue entot keluar duluan baru gue."

"Emang seenak itu ya gue?"

"Ya soalnya rapet banget, At. Trus gue nggak tau lo apain itu kontol gue di pantat lo tapi kayak diremes-remes, dipijet gitu. Enak banget anjing," kata Bambang sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Gue juga nggak tau. Gue insting aja," kataku.

"Lo udah sering ya, At?" tanya Bambang sambil menoleh ke arahku.

"Baru tiga kali. Ini sama lo," kataku jujur.

"Kok lo bisa jago sih?"

"Mungkin karena gue cowok jadi gue tau apa yang cowok mau...

?"

"Gue juga nggak bakalan nyangka bakalan ngewe sama cowok kalo gue boleh jujur," kata Bambang sambil menghisap rokoknya. "Tapi mungkin karena gue kenal lo lama jadi rasanya nggak aneh."

"Tipe cewek lo kayak apa sih, Bang? Lo bakalan nikah dong."

"Iya lah. Gue kan pengen jadi Bapak."

"Trus tipe lo kayak apa?" Kataku menurunkan kepala sambil menjilati kepala kontol Bambang. Pre-cumnya aku jilat dan aku telat. Sungguh sedap.

"Ahhhhh... enak banget, At...." Kata Bambang sambil menyalakan rokok baru.

"Hawab hong," kataku dengan kontol memenuhi mulutku.

"Apa?" Tanya Bambang.

"Cplok," kontol Bambang lepas dari mulutku. Aku menatap Bambang, "Jawab dong."

"Ya lo ngomong dengan kontol di mulut. Terang aja gue nggak denger," kata Bambang.

"Abis enak," kataku sambil memasukkan lagi kontol Bambang ke dalam mulutku lalu aku sedot-sedot kepala kontolnya. Lidahku menari-nari menyapu setiap permukaan kontol Bambang.

"Anjing, At. Bahkan sepongan lo aja nggak kayak cewe-cewe yang pernah nyepong gue. Jago banget lo, At. Asli," kata Bambang. "Tipe gue ya yang cantik dan seksi. Nurut. Bisa masak. Udah sih. Sama baik sama anak-anaknya."

"Kebapakan banget ya," kataku sambil menampar-namparkan kontolnya di wajahku.

"Hahahaha iya," kata Bambang. "Kalo tipe lo kayak gimana?"

"Kayak lo," kemudian aku menghisap kontolnya lagi.

"Ahhhhh ahhhh enak banget digituin, At..." Bambang mendesah. "Kayak gue maksudnya apa?"

Aku melepaskan kontolnya lagi.

"Yang macho dan laki banget. Gue nggak suka yang ganteng banget. Gue sukanya yang biasa aja kayak lo. Justru auranya terpancar."

"Gue nggak ngerti," kata Bambang menatapku yang sedang menyedot kepala kontolnya.

"Ya lo kan nggak ganteng banget kayak bintang film. Tapi menarik. Oh dan gue suka yang kontolnya gede. Kontol lo gede banget. Enak rasanya dijilatin," kataku sambil menjilati kontol Bambang seperti es krim.

"Iya lo dari tadi nggak bisa diemin kontol gue," kata Bambang sambil tertawa. "Emang lo nggak pengen ngefuck, At?"

"Nggak," kataku cepat.

"Emang enak difuck?"

"Lo mau gue fuck?"

"Enak aja," kata Bambang sambil menempeleng kepalaku.

"Ya enak. Rasanya kayak nusuk sesuatu yang enak di pantat. Cowok kan G-Spot-nya di pantat. Jadi rasanya enak. Kalo lo fuck gue lagi, lo akan bisa liat gue keluar tanpa ngocok," kataku.

"Oke gue mau liat," Bambang membalikkan aku. Sekarang dia di atas dan aku dibawah.

Bambang memasang kondom ke kontolnya dan kakiku dilebarkan. Pantatku yang sudah penuh dengan pelumas sepertinya sudah siap menerima kontol Bambang yang tebal.

Ketika kepala kontolnya masuk, kami berdua sama-sama mendesah. "Anjing, At. Sempit banget."

"Masukin terus, Bang. Entot gue. Lo berasa gede banget."

Perlahan demi perlahan kontol Bambang mulai masuk. Suara desahanku makin keras. Bambang mengambil celana dalam hitamnya tadi dan dia sumpalkan ke mulutku. Bau agak pesing menyambut penciumanku yang membuatku makin bergairah.

TV masih menyala dan Bambang mendesah lumayan keras. Kontolnya sekarang masuk semua. AKu merasakan jembut Bambang menyentuh pantatku.

"Fuck, anjing," kata Bambang.

Bambang memegang kakiku dan mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan. Seksi sekali Bambang bergerak. Gerakannya stabil walaupun masih pelan karena dia berusaha agar ranjangnya tidak berbunyi. Tiap kali kepala kontolnya menyentuh prostatku badanku bergetar, membuatku mengempotkan lubang pantat, membuat Bambang makin menyumpah serapah.

"Ngentot sama lo enak banget, At. Fuck," bisik Bambang sambil menyalakan rokok.

Seksi sekali menatap Bambang tanpa boleh mengeluarkan suara, dengan celana dalamnya di mulutku dan lubangku menjadi rumah kontol besar Bambang. Badannya bercahaya karena keringat. Badannya terlihat makin seksi. Otot-ototnya makin keluar. Dan bibirnya mengeluarkan asap.

"Entot lebih kenceng," kataku.

"Hah? Lo mau segini?" Entotan Bambang jauh lebih kencang.

"Iya, lebih keras, Bang."

"Hah? Segini?"

Bambang mengentotiku dengan lebih keras. Sampai akhirnya berbunyi ranjangnya. Tapi mudah-mudahan Om Naryo tidak dengar karena suara TV lumayan keras.

"Iya, Bang. Kawini gue. Enak banget kontol lo di dalem."

"Suka lo sama kontol gede?"

"Iya Bang. Enak banget dientot sama kontol gede dan tebel kayak punya lo."

Bambang kemudian memegang leherku, seperti mencekik tapi pelan kemudian membentur-benturkan kontolnya ke pantatku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara.

"Gimana sekarang, At?" Kata Bambang dengan liar.

"Gue mau keluar," kataku.

"Hah?" Bambang menggenjotku lebih keras.

"Plok plok plok plok..." suaranya terdengar jauh lebih keras sekarang.

"Gue keluar ah ah ah..." kataku.

Muncratan pejuhku begitu meloncat jauh sampai kena dagu Bambang dan wajahku.

"Anjing," kata Bambang ketika pejuhku kena dagunya.

Pantatku seperti mengejan dan Bambang yang mau melepas kontolnya tidak bisa. Rasanya seperti digilin kontolnya.

Bambang akhirnya memilih terus bergerak dan akhirnya aku merasakan hentakan. Bambang menghentak-hentak kemudian dia merebahkan diri di badanku. Badan kami sangat licin. Kontolnya masih tertanam di pantatku.

"Keluar, Bang?"

"Fuck gue kesel masa cuman lima menit?" Kata Bambang kesal.

"Yang penting kualitas, Bang. Bukan kuantitas."

Kemudian Bambang menciumku. Lidahnya memijat lidahku. Dan aku merasa tenang.

Petualangan Si BinalWhere stories live. Discover now