17

4.5K 79 1
                                    

Aku menghindari Bambang karena aku merasa bersalah sekali. Walaupun aku tahu bahwa kami tidak punya hubungan apa-apa (dan lagipula rasanya mustahil Bambang mau jadi pacarku karena sepertinya dia ingin pacar perempuan), tapi rasanya aku seperti mengkhianatinya karena aku mau dientot oleh bapaknya.

Terlebih lagi ketika kontol Om Naryo lebih membuatku belingsatan dari kontol Bambang. Jangan salah sangka, Bambang sungguh enak. Dia bisa mengentotiku lima kali dalam semalam. Energinya seperti tidak habis-habis. Tapi entah kenapa Om Naryo jauh membuatku mengerang. Aku lebih liar ketika kontol Om Naryo menghujam lubangku. Dan setelah aku pikir-pikir ternyata alasannya adalah aku ternyata lebih menyukai pria-pria di atas usiaku. Apalagi yang sudah beristri atau duda seperti Om Naryo. Membuatku merasa seperti lonte murahan. Dan entah kenapa aku sangat menyukainya.

Setelah kejadian Minggu siang itu aku menghindari Bambang. Setiap kali dia mengajakku bertemu, aku selalu beralasan sibuk. Bambang bahkan sampai pernah ke rumah ketika aku kebetulan sedang kuliah.

Yang makin membuatku makin bersalah adalah karena setelah kejadian itu Om Naryo mengentotiku dua kali. Pertama di sebuah motel murah di dekat pabrik. Aku dientoti semalaman oleh kontol raksasanya. Dan yang kedua di pos jaga pabrik ketika dia jaga sendirian. Aku dientot sambil berdiri sambil menyaksikan CCTV. Di pos jaga kami hanya ngentot selama 10 menit tapi nikmatnya luar biasa. Mungkin karena adrenalin.

Setelah itu Om Naryo juga mencari-cari aku. Tapi aku hiraukan. Yang ternyata menjadi malapetaka karena gara-gara aku menghindari Om Naryo, Pak Soleh, Ketua RT kampungku tahu bahwa aku doyan dientot.

Dan aku akhirnya mau memberikan lubang pantatku padanya.

Ini semua dimulai ketika KTPku hilang. Sepertinya ketinggalan ketika aku fotokopi untuk keperluan kuliah. Setelah membuat laporan ke polisi, aku kemudian ke rumah Pak RT untuk bertanya apakah aku perlu surat RT untuk membuat KTP baru.

Pak Soleh sudah menjadi RT selama beberapa kali. Selain karena dia memang orang terpandang, orang kampung sini sepertinya malas mencari pengganti lain. Buat apa cari pengganti kalau kita sudah punya Pak RT yang kompeten. Dan memang berkat Pak Soleh kampungku jadi rapi dan bersih. Karang tarunanya aktif. Organisasi ibu-ibu dan paguyuban bapak-bapak juga aktif. Hampir tidak pernah ada kerusuhan.

Pak Soleh sendiri sehari-harinya bekerja sebagai pedagang. Dia salah satu distributor air galonan dan gas elpiji. Dia punya dua cabang. Lumayan berada lah. Dan ini katanya bisnis keluarga katanya orang tuanya juga sudah dagang sejak Pak Soleh kecil.

Aku akan bohong kalau bilang Pak Soleh tidak menarik. Dia mungkin tidak sekekar Om Naryo. Tapi kulit Pak Soleh putih bersih. Perutnya rata karena walaupun dia sudah bos, dia masih sering angkat-angkat barang. Dia suka memamerkan perut ratanya ke bapak-bapak seumurannya yang sudah buncit di kerja bakti hari Minggu. Katanya kerja jadi pedagang membuatnya dapat olahraga gratis. Selain badannya masih fit, rambutnya juga masih tebal. Tidak ada tanda-tanda kebotakan sama sekali.

Tidak heran kalau Pak Soleh dikejar-kejar banyak orang setelah cerai dengan istri pertamanya. Setelah menikah dengan istri barunya yang usianya separuh dari usianya, Pak Soleh jadi semakin gemar dandan. Dia jauh lebih stylish. Di usianya yang sudah mau 50-an, dia masih suka pakai skinny jeans dan kaos.

Saat aku di rumahnya, pintu rumahnya tertutup. Ini aneh karena biasanya rumah Pak RT selalu terbuka lebar. Aku kira tidak ada orang. Tapi rupanya Pak Soleh ada di dalam. Dia membukakan pintu.

"Waalaikum salam, Satria," katanya. "Ada apa nih?"

"Ini, Pak RT. KTP saya hilang."

"Udah bikin surat kehilangan?" Tanyanya.

Aku memperhatikan raut muka Pak Sholeh yang sabar dan halus. Khas lelaki Sunda.

"Udah, Pak."

"Sekarang kamu tinggal ke Dinas Kependudukan. Nggak usah surat dari saya lagi," kata Pak Sholeh.

Petualangan Si BinalWhere stories live. Discover now