25

275 24 0
                                    

Krist memasuki semester keempat dan Singto sudah lulus, wisudanya telah berlalu dua bulan. Dan hari ini adalah hari ulangtahun Krist, dia mengundang teman-temannya untuk menghadiri jamuan sederhana di rumah Krist.

Pukul 7.15 mereka berkumpul di halaman rumah Krist yang minimalis, semuanya ada di sana kecuali Singto. Kata Tawan tetangganya itu masih berada di luar kota karena urusan keluarga dan kemungkinan tidak datang di hari spesial Krist, tentu saja hal itu membuat Krist amat sedih dan kecewa. Krist berharap Singto hanya bermain-main dan memberinya kejutan tapi dugaannya salah, Singto tidak hadir bahkan sampai pestanya selesai.

Seminggu berlalu dan Krist belum melihat Singto sejak hari ulang tahunnya. Nomor HP Singto juga tidak aktif, dia merasa khawatir apalagi ketika Tawan, Off, dan June juga tidak bisa menghubungi Singto. Krist makin merasa gelisah ketika ada pria berumur tiba-tiba meletakkan sebuah papan di depan rumah Singto dengan tulisan 'Rumah Dijual hubungi 08xxxxxxxxxx'.

Krist terkejut bukan main, mae menenangkan anaknya yang hampir meledakkan tangis di depan pagar hitam rumah Singto. Segera Krist mencoba menghubungi nomor yang ada di papan itu, tidak lama kemudian terdengar suara yang sudah lama dia rindukan.

Halo?

Phi Sing?

Oh Kit, selamat ulang tahun, maaf telat yaa

Rumah lo dijual?

Singto dapat mendengar jelas suara Krist yang bergetar. Singto hanya berdehem membenarkan pertanyaan Krist. Kemudian yang dia dengar adalah suara Krist yang terisak pelan dan suara mae yang berusaha menenangkan anaknya. Krist akan bertanya lagi tapi sialnya telepon ditutup begitu saja oleh Singto.

"Bajingan." lirih Krist.

"Cengeng." kata seseorang tepat di belakang mereka.

Krist dan mae menoleh ke arah sumber suara, itu Singto yang bersuara. Singto menghampiri Krist lalu berlutut di depan yang lebih muda. Mae memasrahkan Krist pada Singto, mae memilih masuk ke dalam rumah agar tidak menggangu waktu kedua anak muda.

"Dari mana lo bajingan." Krist menjauh ketika Singto hendak memeluknya.

"Hei santai bung, hp gue jatoh dijalan, udah rusak total pas gue ke luar kota. Gue ga hafal nomor lo atau yang lain, gue ada urusan keluarga. Bokap kandung gue nyuruh gue lanjut kuliah ke Jepang makanya ini rumah gue jual." belum ada lima menit Krist merasa lega sekarang dia merasa kecewa lagi.

"Ga usah sedih gitu muka lo, makin jelek tau." Singto memeluk Krist dan menarik tubuh Krist agar dia berdiri.

"Anjing lo." kata Krist sambil mendorong tubuh Singto menjauh.

"Kit, lo pengen gue pergi atau tetep di sini? Gue bakal lakuin apa yang lo mau, sebagai penebusan atas kesalahan gue."

Krist diam seribu bahasa, pandangannya terkunci pada mata Singto. Dia tidak ingin menghalangi mimpi Singto tapi dia juga tidak ingin jauh dari Singto.

"Jawab aja Kit."

"G-gue gatau."

"Jawab aja sesuai hati lo."

"Lebih gampang buat jawab lo kalo pertanyaannya lain." jawab Krist, dia menunduk melihat kedua kaki Singto yang ada di depannya.

TETANGGA MABATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang