03 || Sahabat tapi...

5.1K 456 192
                                    


Ashila
Ke atap sekarang, jangan
sampe yang lain tau.

Kael mengantungi ponselnya, ia pun beranjak dari kursinya dan keluar kelas dari kelas, mengabaikan tatapan Zearka yang terus mengarah padanya.

Sesampainya di atap, Kael menghampiri Ashila yang tengah berdiri di dekat pagar pembatas membelakanginya.

"Kenapa?" Tanya Kael, namun Ashila hanya diam dengan tatapan lurus ke depan.

"Dari pagi lo banyak diem, sampe Zearka nanyain sama yang lain, lo kenapa? Ada masalah?" Tanya Kael lagi, kali ini Ashila menoleh untuk menatapnya.

"Ini udah sebulan lebih sejak kita lakuin itu di Bali," gumam Ashila yang membuat jantung Kael mendadak berdebar dengan sangat keras.

"Akhir-akhir ini gue ngerasa keram perut, gue kira emang mau datang bulan lebih cepat dari sebelumnya, tapi nyatanya enggak."

Ashila berdeham sejenak untuk menormalkan nada suaranya yang mendadak gemetar, "gue ngerasa ini gak adil, sepupu gue udah hampir 10 tahun udah nikah tapi belum hamil, tapi kenapa...kenapa gue secepat ini?"

Kael terdiam dengan mata terbelalak, kedua tangannya terkepal di kedua sisi tubuhnya dengan erat tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

"G-gue.." Ashila berusaha untuk tidak menangis, ia benar-benar menahan segala emosinya dan berusaha tenang.

"Gue udah cek pakai testpack, hasilnya positif, gue hamil, gue gak tau hasil itu akurat atau enggak, gue gak berani buat ke klinik, dan—."

Ashila menghentikan ucapannya sambil terus menatap Kael, ia terdiam menunggu respon dari Kael, namun Kael juga terdiam, bahkan Kael nampak tak memiliki sepatah kata pun untuk diucapkan.

"Dan gue gak minta pertanggung jawaban dari lo, gue cuma pengen bilang aja sama lo, gue mau gugurin janin ini gimana pun caranya," lanjut Ashila, dan lagi-lagi Kael hanya diam, hal itu membuat Ashila kecewa.

Ashila tak mengharapkan pertanggung jawaban apa pun dari Kael, hanya saja ia butuh respon baik dari Kael, namun malah ini yang ia dapatkan.

Ashila mengusap air matanya yang menetes tak tertahankan, "gimana pun juga lo berhak tau tentang kehamilan ini dan tentang apa yang bakal gue lakuin selanjutnya, jadi lo gak perlu kepikiran lagi, gue gak akan ngelahirin anak ini," setelah mengatakan itu Ashila pergi meninggalkan Kael di atap sekolah.

Kael membalikan tubuhnya untuk memandang ke depan sana, mencengkram pagar pembatas dengan erat, matanya nampak memerah dan berkaca-kaca, namun ia berusaha untuk tidak menangis di sana, menangis karena sedih melihat Ashila secemas itu.

Kael tidak tahu harus melakukan apa, biarkan ia berpikir sejenak, membiarkan Ashila menggugurkan kandungannya demi masa depannya, atau bertanggung jawab walau tak segampang yang ia ucapkan.

**

Karena merasa mual setiap mencium atau memakan nasi, Ashila memutuskan hanya minum susu pagi ini, dan sore ini pelajaran olahraga di mulai, Ashila terlihat lebih aktif dari biasanya hingga keringat bercucuran.

Ashila merasa perutnya keram, tubuhnya lemas, namun ia memaksakan diri untuk bermain bulu tangkis hingga selelah mungkin, mengingat ia dengar janin akan gugur dengan sendirinya jika si ibu selalu kelelahan.

Sementara Kael tidak ada sejak jam istirahat kedua, bahkan nomornya tidak aktif, membuat Nazell dan yang lain merasa cemas, sebab ia tak menemukan Kael di mana pun.

"Kita gak mau nyariin Kael gitu?" Tanya Nazell sambil menatap Shaka yang baru saja duduk di sampingnya.

"Kan udah gue cari, gak ada yang liat."

Truth or Dare || Toxic Relationship + Lee Haechan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang