Maaf

3.6K 93 4
                                    

(Missed voice call from Om Tio)

Van kembali ke mobil

(Missed voice call from Om Tio)

Ga seperti apa yang kamu lihat Van

Ini semua salah paham

(Missed voice call from Om Tio)

Tunggu aku di bandara ya, aku beliin kamu tiket, kita terbang bareng

Van answer my call

(Missed voice call from Om Tio)

Where are you?

(Missed voice call from Om Tio)
(Missed voice call from Om Tio)

Let me explain everything di Jakarta, safe flight

Aku ud boarding ya

Talk to you later
---------------------------------------------------------

Begitulah isi chat om tio ke gw.

Gw menghela nafas

Dengan menggunakan taxi gw pulang kerumah, sambil menggerek koper dan menenteng dus oleh-oleh gw langsung menghambur kedalam.

Hhh wangi khas rumah gw dan hawa nya yg selalu bikin kangen.

"Hahahaha," samar-samar terdengar suara ayah sedang bercanda dengan seseorang.

Siapa sih malem-malem bertamu?

Gw mengintip ke ruang kantor ayah dan mengintip siapa yang sedang bersama nya.

"Yah, aku pulang,"

Deg.

Om Tio

Gw tercekat.

"Van," Panggil om tio halus.

"Ngapain kesini?" Balas gw ketus.

"Evan!" Ayah kaget mendengar respon gw.

Om Tio tersenyum, masih bisa senyum juga dia.

"Capek kali Yah, bukan hari kerja tapi masih harus ngeladenin atasan,"

"Jangan begitu ya!"

Gw menatap muka Om Tio sinis.

"Om mu ini rumahnya lagi diperbaiki jalur AC nya, sampe hari ini belom selesai, jd mau nginep dirumah kita saja, terima dengan baik dong," jelas Ayah.

"Boleh ga Van?" Tanya nya, dengan wajah sok manis.

"Terserah," balas gw ketus sambil memutar bola mata.

Jalur AC apaan? Orang lampu bohlam dirumahnya aja gw yg urus gantinya. Ucap gw dalam hati.

"Yauda, istirahat lah kalian, Van, kamu bawa Om Tio keliling, pilih aja mau kamar yang mana ya,"

"Di kamar Evan aja biar ga ngeberantak," balas om tio.

Gw melirik sinis.

Berani-beraninya.

"Yaa terserah lah, atur saja, saya tidur ya,"

Seketika ayah beranjak meninggalkan gw berdua.

Gw menatap om tio penuh benci.

Selama beberapa lama kami saling membalas tatapan.

Wajah nya mengingatkan gw akan ekspresinya waktu gw menangkap basah kelakuan cabulnya di parkiran.

Seketika wajahnya berubah menjadi sedih.

"Van, boleh aku jelasin semuanya?"

"Gaada energi, capek," balas gw sambil beranjak keluar ruangan ayah.

Dengan sigap om tio menarik tangan gw kembali kedalam ruangan.

"Lepasin," balas gw sambil berontak.

"Kamu jangan begini dong Van, let me explain,"

"Apa? Apalagi yang harus dijelasin? Another lies? Aku ga nyangka ya om se bejad itu,"

"Let me explain," balasnya sambil menggenggam tangan gw.

Gw pun terdiam

"Saya ga ngapa-ngapain sama sally," ucapnya dengan tenang.

Gw mendengus mendengar ucapannya.

"Liat saya van," genggamannya kini naik ke lengan gw.

"Aku ga peduli om mau ngapain sm sally, toh juga om bukan siapa-siapa aku, yang aku ga suka itu om alibi segala dapet telfon dr jakarta,"

"Saya ga alibi van,"

Om tio mengambil hp nya dari saku celana, lalu ia menunjukan list panggilan telfonnya. Benar, ada telfon dari pak agus team warehouse di jakarta, di waktu yang sesuai dengan kejadian itu.

"Sally buntuti saya ke mobil, pas saya terima telfon tiba-tiba dia masuk dan paksa buka baju saya, dia goda saya dengan buka bajunya, tapi saya gamau, akhirnya saya matikan telfon dan keluar mobil buru-buru, dan... pas-pas an kamu ada didepan,"

Gw menatap wajahnya lekat-lekat, matanya terus menatap gw sambil menceritakan semua kejadian itu dengan tenang.

"Believe me van, kamu bisa pegang omongan saya,"

Om tio menatap gw tajam.

Seketika ruangan hening.

Gw menghela nafas.

Pikiran gw campur aduk, di satu sisi gw percaya dengan om tio, tapi di sisi lain masih ada ketidakyakinan didalam diri gw.  Apakah benar-benar ia tidak melakukan apa-apa?

Gw terdiam.

"Fine..," gw membalas.

Om tio menghela nafas.

Dengan sigap om tio langsung memeluk gw erat. Gw menghela nafas didalam pelukannya yang hangat.

Om tio menghela nafas, dengan perlahan ia mengusap-usap kepala gw.

"Saya worry banget, pikiran kamu pasti ud kemana-mana,"

Gw mengangguk.

"Maaf," ucapnya.

"Aku juga minta maaf ud overreact,"

Om tio menatap muka gw.

"Langsung lari ke Ben lagi, luar biasa kamu," ledeknya.

Gw tertawa.

Kembali mendekap tubuhnya rasanya sangatlah nyaman. Wangi khas parfumnya dan lekukan-lekukan ototnya selalu membawa kehangatan untuk gw.

"We good?" Ucapnya sambil menahan pipi gw.

Gw mengangguk.

Hhhhh

Ia menghela nafas.

"Jadi... jalur AC mana yang lg dibenerin?" balas gw.

Om Tio terkekeh.

"Bisaan aja, terus sekarang gimana?" Tanya gw.

"Ke kamar kamu lah,"

"Mau ngapain?"

"Tidur,"

"Terus?"

"Ya tidur aja,"

"Bener ya?"

"Y ya sambil cium, sambil peluk,"

"Tidur, peluk, cium ya, udah?"

"Iyaaa,"

"Yakin? Gaada yang lain?"

"Emangnya kamu mau apa?"

"Gamau apa-apa nurut kamu aja maunya apa,"

"Y yaudah, kita istirahat dulu aja malam ini,"

Gw terdiam.

"Ok,"

Om Tio mengangguk.

Lalu akhirnya kami menggerek koper menuju kamar.

Atasan NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang