Batasan

3K 77 2
                                    

Arghh

Fuckk

Arghh

I miss you, Van

Mmmph

Kamu enak bgt argh

Kontolnya terus menghujam.

Sentuhannya membakar kulit gw, hangatnya menembus tubuh gw memberi kehangatan yg selalu membuat nyaman.

Erangannya seperti sengatan listrik memberi suntikan dopamine kedalam tubuh gw.

Hujamannya memberi tubuh gw nikmat tiada tara.

Tak kuat, tubuh gw tak kuat lagi menahannya, gw mencapai puncak, semburan demi semburan pejuh menembak kencang.

Good boy.

Tubuh kamu punya siapa?

Punya Om

Say it.

Tubuh aku punya Om Tio.

Ghahh

Gw terbangun.

Jantung gw berdetak sangat kencang.

Gw memijat2 tangan gw mencoba menyadarkan diri.

Apa itu barusan?

Gw tertegun.

Gw melongok ke kontol gw dan ternyata dipenuhi oleh pejuh segar.

Shit

Gw mimpi basah dengan om tio?

Hhhh

Gw merebahkan tubuh gw kembali keatas kasur

Dalam hening gw menatap langit-langit.

Perlahan-lahan gw meraba tubuh gw sendiri.

Bayangan akan sentuhan hangat Om Tio membuat gw merasa haus akan permainan panas yang biasa kita mainkan.

Tak bisa dipungkiri, gw merindukannya.

Terbersit dalam pikiran gw.

Haruskah gw berhubungan dengan om tio hanya sebatas untuk sex? Toh hanya itu kan yang ia mau dari gw?

Gw harus pergi jika ia mulai bermain perasaan. Tidak ada mesra-mesra an dan sayang-sayang an, hanya ada kontol dan lubang.

Gw juga harus siap mentolerir kegiatan sex nya diluar sana, itulah dia, dan gw tidak boleh cemburu, demi menjaga pikiran gw.

Mungkin ini yang kakak maksud dengan batasan yang harus gw tentukan.

Bisa kah Om Tio menerimanya? Atau gw sudah tidak berarti apa-apa untuknya? Inget Van kalau dia tidak bisa, berarti dia diluar batas lu. Pada akhirnya kan kita gabisa memaksakan kehendak kita kan?

Waktu baru menunjukan pukul 5 pagi, gw beranjak membersihkan pejuh yg menempel di kulit dan selimut gw. Setelah semuanya bersih gw keluar kamar dan menuju kandang ayam untuk mengambil telur. Lalu gw beranjak ke kebun untuk membantu Mas Abi memanen sayuran yang akan dibawa untuk dibagikan ke warga sekitar.

Lumayan juga keringatnya, kerja fisik seperti ini selain bikin badan sehat, juga membuat pikiran segar, mangkanya gw menyukainya.

Setelah semua selesai diangkut, mobil siap untuk mengantar hasil panen kebun gw. Pak supir pun menancap gas dan mobil pun beranjak dari pandangan gw.

Tiba-tiba gw menyadari ada sesosok laki-laki di teras belakang rumah gw.

Gw mengernyitkan mata karena sorotan matahari.

Siapa itu?

Deg

Jantung gw berdetak kencang.

Ben?

Gw berjalan menyusuri kebun sambil menyeka peluh gw dengan handuk kecil yg selalu ada di celana gw. Bagaimana dia bisa tau gw ada disini?

"Ben?"

"Van,"

"Kamu ngapain disini?"

"Kamu apa kabar?" Tanya nya tak mengindahkan pertanyaan gw.

"I'm fine,"

Ben menghela nafas.

"Semua orang worry sama kamu, katanya kamu stress kerjaan, mereka pikir kamu kenapa-kenapa,"

Gw meneguk air yang sudah disediakan diatas meja.

"Well here i am," jawab gw sambil menyeringai.

Ben memperhatikan gw dari ujung kepala sampai kaki.

"Kamu ngapain kesini?"

"Aku minta izin sm ayah ibu kamu untuk lihat keadaan kamu, awalnya mereka bersikeras gamau kasih tau, tapi akhirnya diam-diam ibu mu kasih alamat rumah ini karena dia percaya aku  benar temen kamu,"

Gw menghela nafas.

"Kamu apa kabar?" Tanya gw lagi.

Wajah Ben terlihat lelah.

"Kantor lagi banyak masalah Van,"

Gw terdiam.

"Kita dapet informasi kalo kantor akan di audit oleh team pusat akhir bulan ini, Pak Tio lagi kelimpungan menutup semua data penggelapan dana yang dia lakukan selama ini, untungnya sebagian sudah ia selesaikan dari beberapa bulan yang lalu, tapi ya, masih ada,"

Hmm.. gw tertegun, berarti dia menepati janjinya untuk perlahan-lahan menyelesaikan masalah ini.

"Ditambah lagi, kamu pergi begitu aja, kalo kamu lihat Pak Tio, dia udh kaya orang stress bgt van, gaada yang bantuin,"

Gw menatap wajah Ben.

Terlihat ada rasa khawatir diwajahnya.

Tiba-tiba Ben menggenggam lengan gw.

"Aku ga maksa kamu untuk balik ke jakarta, tapi, kalau memang kamu bisa, kynya Pak Tio butuh bantuan kamu,"

Gw menghela nafas.

Pikiran gw campur aduk.

Disatu sisi gw merasa gw tidak perlu berbelas kasihan kepada org yang sudah menyakiti hati gw.

Tapi disisi lain, gw ga tega.

Hubungan personal gw memang bermasalah dengan nya, tapi gw juga harus bertindak profesional, bagaimana pun ada tanggung jawab gw dalam menyelesaikan masalah ini.

"Yaudah, tapi aku mau ke Jakarta nya besok,"

Ben mengangguk.

"Kamu nyetir?"

"Iya,"

"Nginep disini dulu semalam ya,"

"Yauda, aku capek jg,"

"Bawa baju kan?"

"Aku buka baju aja nanti,"

Gw menelan ludah.

"Yaudah yuk, makan siang dulu,"

Kami pun beranjak masuk kedalam rumah.

Atasan NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang