Sudah hampir dua bulan gw pergi menenangkan diri dari semua masalah yang membuat pikiran gw campur aduk.
Rumah Ibu di Bandung selalu menjadi tujuan untuk melarikan diri, selain lokasinya yang indah, di rumah ini juga ada banyak hal yang bisa dilakukan seperti berkebun dan berternak.
Kakak perempuan gw tinggal di rumah ini, dia adalah seorang seniman. Wataknya keras sama seperti gw, orangnya blak-blak an dan sangat realistis.
Dia pun tau kalau gw gay, dengan santainya dia menerima seksualitas gw tanpa drama sedikitpun.
Ia pun tertawa saat gw menceritakan kisah gw dan Om Tio. "Pinter! Itu baru adik gw," ktnya dengan bangga mendengar hal terakhir yang gw lakukan kepadanya.
Selama disini gw meninggalkan hp gw, Ayah dan Ibu sesekali menelpon ke rumah menanyakan kabar gw tapi gw masih enggan pulang ke Jakarta.
Adakah kabar dari Om Tio? Tentu saja tidak. Gw pun tidak mengetahui kabarnya.
Hari-hari gw diisi dengan hal-hal berguna. Gw rajin berolah raga, hasilnya otot gw bertambah besar. Yang paling terlihat adalah dada, pundak, dan bokong gw, volume nya membesar dan semakin kencang.
Gw juga rajin berkebun untuk makan sendiri, jadi uda pasti gw jauh lebih sehat. Kulit gw terasa lebih cerah dan gw merasa lebih berenergi.
Bisa dibilang kondisi gw jauh lebih baik dari saat gw sampai dirumah ini. Gw menemukan ketenangan yang gw butuhkan walaupun pikiran-pikiran jelek terkadang tetap hadir. Tapi setidaknya gw merasa aman disini.
"Van, lu inget kan lusa gw ada pameran di Jakarta?" Tanya kakak sambil melap tangannya yang penuh debu karena habis packing lukisan.
"Iya inget kok," balas gw sambil membalik halaman buku belajar bercocok tanam.
"Lu belom mau balik ke Jakarta?"
Gw menghela nafas.
"Belom siap ketemu Om Charming?"
Gw mendelik.
"Charming charming, chaur yang ada,"
Kakak tertawa kecil.
Gw pun menatap keluar jendela dalam hening.
"Masih galau aja," balas kakak memecah sunyi.
"Ga kok!" Jawab gw sinis.
Kakak menghela nafas
"Ga berubah lu dr kecil, gabisa bohong!"
Gw tersenyum memaksa.
Suasana mendadak hening.
"Gw harus apa kak?" Balas gw.
Kakak menatap gw sambil perlahan duduk disamping gw.
"Lu harus bikin batasan Van...," gw menyimak perkataannya.
"...lu cari penyelesaian yang paling baik buat lu, mau tetap jadi teman kah, putus hubungan sama sekali kah, berhubungan tapi dengan syarat? Yang penting lu tau batasan diri lu dulu dan tau apa yang bisa lu toleransi dari dia,"
Gw terdiam.
"Kalo dia gabisa terima itu gimana kak?"
"Berarti dia diluar batas lu, daripada hidup lu ga tenang, mending menjauh aja, thank you, next,"
Kakak menghela nafas.
"Lu masih muda Van, masih banyak yang harus di explore, jangan investasiin energi di satu orang yang pada akhirnya cuma bisa bikin lu merasa kurang, you are better than this,"
Gw menatap wajah Kakak.
Dan hanya bisa mengangguk.
"Gw jalan besok pagi jam 10, kalau mau ikut, jangan bawa koper banyak2 tar mobil gw turun,"
Gw tertawa kecil.
Malamnya gw gabisa tidur memikirkan perkataan kakak, langkah apa yang harus gw ambil. Haruskah gw ikut kakak ke Jakarta? Haruskah gw bertemu om ti? ahh bahkan gw gabisa menyebut namanya.
Apa lebih baik gw pergi saja dan gausa membuka luka lama lg? Pergi jauh dan meninggalkan semuanya.
Apakah itu membuat gw lebih senang?
Apa itu membuat dia senang?
Ahh peduli apa, dia pasti sudah happy2 dengan pengganti gw, pasti mudah mendapatkannya.
Gw terjaga hingga pagi.
Pertanyaan demi pertanyaan terus keluar dari kepala gw, jawabannya? Tidak satupun bisa gw temukan.
Tak terasa hari sudah berganti.
Koper sudah siap.
Mobil pun sudah menyala didepan pintu.
Gw mematung lemas, masih bergelut dengan pikiran gw sendiri.
Dengan iseng kakak merangkul gw.
"Sudah siap tuan muda?"
Gw tertegun.
Pikiran gw menyuruh gw untuk ke jakarta.
Rencananya gw akan menunjukan diri gw ke kantor.
Masuk kedalam ruangan om tio yang mungkin lagi main sama sally atau pengganti baru gw.
Gw akan bilang kalo gw sudah memaafkan dia, tapi gw gabisa berada dekat dia.
Gw akan kasih surat resign dan berpamitan dengan baik-baik.
Tapi hati gw berkata lain.Rasa sakit itu masih ada dan menahan kaki gw untuk melangkah.
"Kak..," panggil gw lemas.
Kakak menatap gw kaget.
"Aku belom siap...,"
Kakak menghela nafas.
"Yauda kalo memang belom siap, tapi evan janji ya, jangan lakuin hal bodoh,"
"Iya kak, Evan janji,"
"Kakak minta Mas Abi untuk cek kamu terus gapapa ya?"
"Gapapa kak,"
Kakak memeluk gw.
"Hati-hati di jalan ya kak,"
Kakak melambaikan tangan ke gw lalu masuk kedalam mobil.
"Sukses pamerannya kak"
Mobil melaju keluar pekarangan rumah dan menghilang keluar gerbang.
Gw terdiam.
Hhhh...
"Ayo Van kedalam," ucap Mas Abi sambil menenteng koper gw kembali kedalam rumah.
===================================
Hi guys! Maaf sempet pause sebentar, aku mendadak sibuk, ceritanya sebentar lagi selesai nih, baca sampai habis ya...

KAMU SEDANG MEMBACA
Atasan Nakal
RomanceCerita Evan bertemu atasan nakal di kantor baru nya. Hi semua apa kabar? Sudah lama gw ga publish cerita. Untuk mengobati kangen, cerita kali ini gw buat agak panjang dan alur cerita jauh lebih lambat dari biasanya. Semoga teman-teman suka dgn style...