Memulai pekerjaan di tempat baru memang punya tantangan tersendiri. Penyesuaian diri dengan lingkungan kerja, mengenal teman-teman kantor, bahkan mendapat perhatian atasan, terkadang memerlukan waktu dan usaha extra.
Gw bisa dibilang cukup beruntung karena punya ayah pebisnis dan memiliki banyak perusahaan.
"Kalau kamu gamau kerja sama ayah, belajar saja dulu sama Om Tio, jangan buang waktu mencari2 kerja di tempat tidak jelas,"
Begitulah mandat dari yang kuasa.
Om Tio adalah teman kecil ayah, ia diberi jabatan direktur di anak perusahaan ayah yang dirahasiakan dari publik. Tidak ada yang tau kalo PT ini bagian dari korporasi perusahaan ayah dan orang tau nya Om Tio lah pemiliknya.
Ukurannya pun bukan perusahaan besar, di kantornya hanya ada 20an orang.
"Tapi di lapangan, karyawan kita nyampe ratusan orang kok," kata Angga, asisten Om Tio yang akan gw gantikan posisinya.
Gw menyusuri cubicle-cubicle kantor mengikuti Angga yang berjalan super cepat. Pantat nya bergeal-geol terjeplak celana bahan super ketat. Sepatu pantofel kulit patent nya peletak-peletok seirama kita berjalan.
Apa iya gw harus berdandan seperti ini? Tanya gw dalam hati.
Sejujurnya gw lupa bentukan Om Tio, terakhir gw bertemu dia sepertinya waktu gw berumur 5 tahun. Yg gw ingat dulu dia itu ky koko-koko chindo putih ceking yang rambutnya gondrong ala-ala Tao Ming Tse.
Gw ga berharap banyak sih, semoga saja setelah 17 tahun seenggaknya muka nya ga bikin gw kesel. Secara, gw akan melayani dia setiap hari.
Brak
Angga membanting tasnya diatas meja, ternyata kita ud masuk ke bagian kantor yang lebih privat, jauh dari staff kantor.
"Ini namanya meja asisten, tas nya taro disini aja," ucapnya sambil ngaca lewat hp dan menyemprot parfum suntikan yang wanginya jegrak sampe ke kepala.
Tok tok tok
Angga mengetok pintu besar yang sepertinya ruang kantor Om Tio lalu membukanya dengan sedikit usaha.
Untuk ukuran perusahaan kecil, ruang kantor om tio bisa dibilang cukup mewah. Ada bench kulit ditengah ruangan, meja kerja besar dengan kursi tinggi menjulang, sofa set di pojok ruangan, semuanya rapih dan terkesan maskulin.
Prasetio Adi Kusuma, Managing Director.
Namanya terpampang jelas diatas meja.
Terdengar samar-samar suara musik jedak jeduk entah darimana.
Arghhh
Huhhh
Huhhh
Mmph yeah
"Hahh, hihihi," Angga cekikian kegirangan sesaat sebelum ia membuka pintu kamuflase yang ternyata didalamnya adalah ruang rahasia.
Jantung gw berdetak kencang, suara apa itu? Kenapa om tio mengerang-erang bgtu?
Angga mengisyaratkan gw untuk stay disini dulu.
"Misi Pak, PA baru nya sudah datang nih,"
"Eh Angga, siapa Evan ya?"
"Iya betul Pak,"
"Aduh sebentar ya,"
Angga mengisyaratkan gw untuk menghampiri dia buru-buru.
Gw melongok kedalam ruangan itu dengan ragu-ragu.
Deg
Rasanya jiwa gw meninggalkan badan ini.
Tampak om-om chindo ganteng sedang bertelanjang dada, badannya kekar bersimbah keringat, ototnya sedang flex karena baru saja mengangkat barbel yang cukup besar.
"Aduh Evan, sorry-sorry om lg olah raga,"
Ucapnya panik sambil berusaha melap tangannya untuk menyalami gw.
Gw tercekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atasan Nakal
Roman d'amourCerita Evan bertemu atasan nakal di kantor baru nya. Hi semua apa kabar? Sudah lama gw ga publish cerita. Untuk mengobati kangen, cerita kali ini gw buat agak panjang dan alur cerita jauh lebih lambat dari biasanya. Semoga teman-teman suka dgn style...