"David!" seseorang memanggilku. Kuhentikan langkah dan menolehkan kepala kearah suara.
"Yoo!" seruku membalas panggilannya.
"Kemana aja lo? Kemaren heboh tau disini." ujar Leo mendekat dan merangkul bahuku. Sedikit informasi, dia ini Leo, sahabatku sejak kecil.
"Ada apaan emang?" tanyaku acuh dan meneruskan jalanku menuju kelas.
"Kecelakaan." Jelas Leo dengan tangannya yang masih bertengger di pundakku.
"Dimana?"
"Depan sekolah."
"Siapa yang kena?"
"Gak tau gue, katanya sih siswi pindahan. Baru seminggu disini."
"Siswi? Perempuan?" kuhentikan langkah sejenak, mulai merasa tertarik dengan berita ini.
"Iya, kasian ya?" aku hanya mengangguk mendengar pendapat Leo. Siswi pindahan? Itu berarti dia belum lama disini kan? Tapi kenapa dia bisa ketabrak disana? Setauku lingkungan sekitar sekolahku termasuk daerah yang aman. Tapi sudahlah, mungkin itu memang nasibnya, semoga dia tenang di alam sana. Eh tunggu.. Dia meninggal?
"Masih hidup dianya?" tanyaku kemudian sembari melanjutkan jalan menuju kelas.
"Kaga, kritis katanya. Dirawat di RS." aku kembali mengangguk. 'Semoga cepet sembuh deh' batinku menyuarakan.
"Gue masih hidup ko.." sesuatu terasa dingin di tengkukku, merasa mendengar suara kutolehkan kepala mencari asalnya.
"Leo.. Lo ngomong barusan?" tanyaku karena tak mendapati seorangpun didekat kami. Hanya kami dan beberapa anak yang duduk di bangku panjang depan kelas. Mereka memang bicara tapi karena jarak, tidak memungkinkanku untuk mendengar apa yang mereka ucapkan, sedangkan suara barusan terdengar jelas ditelingaku.
"Ha? Ngaco ah. Gue diem aja dari tadi." Dapat kulihat wajah bingung Leo, dia menjawab dengan nada acuh dan mengedikkan bahu. Masa? Trus yang tadi ngomong siapa? Pikirku.
Kugerakkan tangan kearah telinga, menggosoknya perlahan disana untuk menghilangkan rasa dingin dan aneh yang sempat terasa beberapa saat tadi. Bodo deh, salah dengar kali. Batinku.
--**--**--
Kringg!!! Kringg!!!
Bel tanda istirahat berbunyi. Menyelamatkanku dari kejenuhan pelajaran tadi. Kutelungkupkan kepala diantara lekukan tanganku. "Gue benci eMTeKa." Gumamku lirih karena kehabisan tenaga. Matematika selalu bisa menguras seluruh tenagaku.
"Vid, kantin yok! Laper dedek." suara Aldi membuatku menganggkat kepala sedikit, dapat kulihat Aldi menengokkan kepalanya kearahku, bangkunya memang tepat berada di hadapanku, disebelahnya duduk kembarannya yang sibuk memainkan ponselnya.
Aku hanya mengangguk, tanpa membereskan buku yang berserakan di meja aku bangkit dan mengikuti mereka. "Leo mana? Kaga ikut?" tanyaku saat tak menemukan Leo digerombolan kami. Sebenarnya sudah sejak pertengahan pelajaran tadi Leo menghilang. Entah pergi kemana makhluk itu.
Kami berjalan beriringan menuju kantin, dapat kulihat beberapa siswi yang senyum-senyum merona saat melihat kami lewat dihadapan mereka. Biar kujelaskan sedikit, bisa dibilang kami—aku, Aldo, Aldi dan Leo—itu cowo yang menjadi incaran untuk dijadikan pacar. Bahasa gaulnya most wanted, tapi aku tidak merasa 'penting' atau risih, menurutku itu hak mereka jika menyukai seseorang, lagian itu gak dosa.
"Nyamperin gebetan kayaknya, dari kemaren ngilang mulu." jelas Aldo menjawab pertanyaanku, dia mengedikkan bahunya santai dan memasukan tangannya pada kedua saku celananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend is a Ghost
Teen FictionTau hantu? Pernah liat? Bentuknya gimana? Serem kan? Bayangin kalo pacaran sama mereka? Horor bro! Tapi yang ini beda! Gak kayak hantu, malah kayak malaikat. Penasaran? baca aja